Jakarta (ANTARA) - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi mengatakan prediksi dan survei bahwa partai-partai baru, termasuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai "partai anak muda", tidak lolos "electoral threshold" cukup wajar dan normal.

"Selain sebagai new comer, positioning dan strategi branding mereka pun terbilang tidak tepat," kata Ari di Jakarta, Kamis.

Electoral threshold adalah batas minimal suatu partai atau orang untuk memperoleh kursi (wakil) di parlemen.

Menurut Ari, pengambilan posisi dan strategi kampanye untuk citra diri dan partai (branding) yang tidak tepat itu bukan hanya tidak mendongkrak elektabilitas, bahkan menimbulkan dampak persepsi negatif publik.

"Hal itu terlihat dari tingginya resistensi masyarakat, terhadap partai-partai baru termasuk PSI yang dibesut anak-anak milenial," kata Ari.

Hasil survei terbaru Litbang Kompas menunjukkan tidak satu pun partai pendatang baru di Pemilu 2019 yang lolos ambang batas parlemen (PT) empat persen.

Tak hanya itu, survei tersebut juga menunjukkan resistensi atau penolakan masyarakat terhadap partai-partai tersebut. Bahkan, angka resistansi tersebut justru lebih tinggi dari elektabilitas mereka.

Dikutip dari Harian Kompas, Kamis (21/3), PSI memiliki elektabiltas 0,9 persen, resistensi masyarakat 5,6 persen. Partai baru yang dipimpin Grace Natalie ini mempunyai resistensi paling tinggi.

Selanjutnya adalah Perindo dengan elektabilitas 1,5 persen, resistensinya 1,9 persen. Kemudian Berkarya elektabilitas 0,5 persen, resistensinya 1,3 persen, dan Partai Garuda elektabilitas 0,2 persen, resistensinya 0,9 persen.

Baca juga: Partai baru berjuang keras lewati PT empat persen
Baca juga: Survei: Dua partai baru berpeluang lolos ke senayan