Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia menaikkan rasio intermediasi makroprundesial menjadi 84-94 persen untuk medorong agresivitas industri perbankan dalam menyalurkan kredit hingga melebihi target.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, mengatakan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan sejauh ini sebenarnya menunjukkan kondisi yang baik, namun masih di bawah level optimal. Dari data terakhir di Januari 2019, kredit perbankan tumbuh 12 persen secara tahunan (year on year/yoy) atau masih melanjutkan tren pertumbuhan kredit dua digit yang berlangsung sejak 2018.

"Dengan penyesuaian kebijakan makroprudensial ini, kami lihat pertumbuhan kredit bisa mendekati batas atas di 12 persen, atau kalau lebih ya malah lebih baik," ujar Perry.

Sejak awal tahun, BI menargetkan pertumbuhan kredit di rentang 10-12 persen pada 2019. Adapun pada 2018, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 13 persen.

Dalam Rapat Dewan Gubernur periode Maret 2019 ini, BI mengumumkan akan menaikkan batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari 80-92 persen menjadi 84-94 persen untuk mendukung pembiayaan perbankan bagi dunia usaha.

Kebijakan RIM yang baru ini akan berlaku pada 1 Juli 2019.

Adapun RIM merupakan parameter atau indikator yang menggambarkan kemampuan menyalurkan kredit perbankan dengan perbandingan kemampuan penghimpunan dana dari perbankan.

Semakin tinggi angka RIM menunjukkan penggunaan dana di perbankan yang optimal untuk menyalurkan kredit. Namun, jika angka RIM terlalu tinggi, dikhawatirkan kondisi pendanaan perbankan akan berkurang dan terjadi pengetatan likuiditas.

Maka itu, BI selaku otoritas makroprudensial mengatur RIM di batas bawah 84 persen dengan batas atas 94 persen, sebagai rentang yang aman dan sehat bagi perbankan.

"Di tengah upaya untuk menjaga kecukupan likuiditas, kami memberikan makroprudensial yang lebih akomodatif. Maka itu, pernyataan kami tadi, kami harapkan, pertumbuhan kredit bisa mendekati batas atas 12 persen (yoy)," ujar dia.

Baca juga: BI jamin akan longgarkan likuiditas dan kebijakan makroprudensial

Baca juga: BI minta penambahan mandat kebijakan makroprudensial