Jakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima Penguasa Darurat Militer (PDM) tahun 1999 di Timor Timur, Letjen (Purn) Kiki Syahnakri, menyangkal adanya pemerkosaan massal oleh prajurit TNI pada tahun 1999 di Timor Timur. Dalam kesaksiannya di forum dengar pendapat yang diselenggarakan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI-RDTL di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Rabu, Kiki Syahnakri menyatakan bahwa isu perkosaan massal yang muncul dalam forum dengar pendapat KKP sebelumnya tidak pernah terbukti. "Pernyataan saudari Galuh Wandita dalam sidang KKP beberapa waktu yang lalu bahwa pernah atau telah terjadi perkosaan masal di Timor Timur, itu lebih merupakan realitas imajiner alias cerita karangan yang dikonstruksi secara tendensius oleh media Barat atau pihak yang ingin memenangkan agenda perjuangan mereka," kata Kiki. Ia mengatakan, mungkin terjadi satu-dua pemerkosaan oleh prajurit TNI, tetapi ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak boleh digeneralisasi, sehingga seolah-olah terjadi secara masif. Kiki yakin bahwa prajurit Indonesia tidak lepas dari konteks religius yang membentuknya dan percaya bahwa dalam kondisi kacau balau, seperti saat itu di Timor Timur, prajurit Indonesia akan menghindari tindakan tidak religius dan tidak bermoral. Dalam kesaksiannya dalam dengar pendapat yang terbuka untuk publik itu, Kiki juga menyampaikan pernyataan dari seorang wartawan dari harian terkemuka di Indonesia yang namanya tidak dapat disebutkan demi alasan keselamatannya bahwa wartawan tersebut berulang-ulang diminta oleh anasir kelompok pro-kemerdekaan untuk memuat berita tentangn "pemerkosaan" di Timor Timur. "Namun, wartawati itu menolak dengan alasan ia harus bertindak sebagai jurnalis yang objektif dan profesional, karena itu ia harus menulis berita berdasarkan data faktual. Jadi, ia meminta bukti atau data yang cukup kuat untuk bahan berita, namun tidak pernah ada orang yang kembali untuk membawa bukti supaya bisa dimuat di koran tersebut," kata Kiki. Namun, ia mengakui, terjadinya dua kasus yang menonjol selama darurat militer, yakni perampasan kamera wartawan asing, John Stone dari Amerika Serikat (AS) dan Chok Nors dari Inggris, serta terbunuhnya wartawan "Finance Times", Sanders Thones. Dalam kesempatan itu, Kiki juga menyoroti mengenai kecenderungan beberapa pihak yang berupaya untuk menyeret TNI ke pengadilan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) selama masa jejak pendapat di Timor Timur. "Hal itu sudah direspons secara politis dan yuridis oleh Pemerintah RI dengan membentuk badan peradilan HAM dan menjadikan sejumlah perwira TNI/Polri sebagai saksi, tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan HAM," kata Kiki menambahkan. (*)