Jakarta (ANTARA) - Pakar ekonomi Faisal Basri mengatakan dua pertiga dari kekayaan orang-orang terkaya di Indonesia diperoleh dari bisnis kroni yang dilakukan melalui kedekatan dengan kekuasaan politik.
"Untuk menjamin dapat kekayaan dengan mudah harus langgeng di politik. Karena itu, banyak pebisnis yang berpolitik dan mendirikan partai politik," kata Faisal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis.
Selain berpolitik, para pebisnis itu juga berupaya menguasai media massa. Karena itu, banyak politisi yang berasal dari kalangan pebisnis juga memiliki media massa.
Menurut Faisal, berbahaya bagi Indonesia bila kekuatan politik, bisnis dan media massa dikuasai oleh satu pihak seperti yang dilakukan para pebisnis politisi itu.
"Kita akan ditelan oleh pembentukan opini yang dikendalikan oleh para pemilik modal," katanya.
Faisal mengatakan praktik kroni kapitalisme juga dilakukan pebisnis di negara-negara lain. Namun, di Indonesia, kroni kapitalisme semakin memburuk.
"Karena itu, kekuatan umat Islam harus tercermin di media massa," ujarnya.
Zakat dan wakaf yang dihimpun dari umat Islam juga bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia.
"Jantung perekonomian negara saat ini adalah keuangan perbankan dan pajak pemerintah. Namun, kekuatannya saat ini terus menurun," tuturnya.
Faisal mengatakan Aksi Cepat Tanggap (ACT), sebagai salah satu lembaga kemanusiaan bisa berperan dalam menghimpun dan memberikan pembelajaran tentang zakat dan wakaf yang lebih produktif.
ACT bekerja sama dengan Global Wakaf mengadakan diskusi bertajuk "Sharing with the Master" bertema "Meneropong Masa Depan Makro Ekonomi Nasional dan Peran Strategis Wakaf dalam Pengentasan Kemiskinan".
Diskusi tersebut menghadirkan Faisal Basri dengan dipandu praktisi komunikasi Zaim Uchrowi sebagai moderator.
Baca juga: Budi dan Michael Hartono masih terkaya di Indonesia
Baca juga: Bambang Hartono, salah satu orang terkaya Indonesia, terima bonus Asian Games Rp150 juta
Faisal Basri: dua pertiga kekayaan orang terkaya dari bisnis kroni
21 Maret 2019 15:11 WIB
Ekonom senior Indef Faisal Basri. (ANTARA News/Ade Irma Junida)
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: