Cilacap (ANTARA) - Kampung Laut. Disebut begitu, karena hampir sebagian besar wilayahnya berada di tengah "laut" Segara Anakan, laguna yang terhimpit di antara Pulau Jawa dan Nusakambangan.
Topografinya yang berawa-rawa dengan hutan bakau lebat di seantero wilayah, membuat desa-desa di Kampung Laut laksana labirin tak berpola dan menjadikannya sebagai salah satu daerah tersulit untuk dijangkau di Kabupaten Cilacap.
Mencapai pelosok desa-desa di Kampung Laut, yang sebagian besar daratannya terbentuk dari sedimentasi tiga sungai besar yang bermuara di Segara Anakan --Sungai Citanduy, Cimeneng, dan Cibeureum-- juga bukan perkara mudah. Tidak ada jalan beraspal, tidak pula jalan berbeton, tidak pula jalan kampung yang bisa dilalui mobil, jalan setapak pun sulit dilalui sepeda motor.
Satu-satunya cara mendatangi kecamatan termuda di Kabupaten Cilacap itu adalah berlayar dengan compreng, perahu penyeberangan berbahan kayu dengan kapasitas penumpang sekitar 20-30 orang, atau jukung, sampan kecil berbahan kayu atau fiberglas dan bermesin tempel.
Compreng komersial sehari sekali berlayar ke Kampung Laut dari dermaga pelabuhan penyeberangan Sleko, Cilacap, Jawa Tengah. Sedangkan jukung, bisa disewa dengan merogoh kocek Rp150 ribu hingga Rp200 ribu sekali jalan.
Cuaca pantai Cilacap yang kerap tidak menentu, hembusan angin kencang dari Samudera Hindia, dan pasang naik-pasang surut air adalah tantangan lain yang tidak bisa diremehkan.
Angin kencang dari Samudra Hindia akan membuat gelombang pasang masuk ke bibir laguna dan mengombang-ambing jukung dan compreng. Sebaliknya jika surut, compreng akan kandas tak bisa berlayar. Perlu menunggu berjam-jam sampai pasang naik, agar compreng bisa berlayar kembali.
Akhir-akhir ini compreng makin kerap kandas, karena dalam sepuluh tahun terakhir laju pendangkalan laguna Segara Anakan akibat sedimentasi Sungai Citanduy makin parah. Kalau lagi surut airnya kadang hanya sedengkul, tetapi kalau sedang rob, beberapa desa menjadi tergenang.
Jika dua puluh tahun lalu ada kapal lumayan besar berlayar melayani trayek Cilacap-Kalipucang-Pangandaran, yang juga melintas desa-desa di Kampung laut, kini kapal besar dan sedang tak bisa lagi melintas.
Akses dan konektivitas memang masih menjadi masalah besar di desa-desa Kecamatan Kampung Laut, terutama Ujungalang dan Kleces, desa yang berhimpitan dengan pulau tertutup, Nusakambangan.
Untuk mencapai Desa Ujungalang --desa terdekat dalam lintasan trayek perahu compreng ke Kampung Laut-- warga harus menempuh lebih dua jam dari dermaga penyeberangan Sleko. Untuk mencapai Kleces, lebih lama lagi, butuh waktu tiga hingga empat jam.
Belum sampai! Karena untuk menuju pelosoknya, orang harus berganti sampan kecil bermotor tempel menyusuri relung-relung rawa mangrove atau menumpang ojek motor jika jalan setapak cukup kering dan keras untuk dilalui. Pada musim hujan, jalur setapak itu kerap menjadi "bubur tanah" yang licin dan sulit untuk diterabas sepeda motor.
Baca juga: Pemilu adalah kegembiraan orang-orang pulau
Baca juga: Suara dari Kampung Naga
Dua desa lain di Kampung Laut, Ujung Gagak dan Panikel, sebagian wilayahnya sebenarnya berhimpit dengan daratan Pulau Jawa dan terhubung dengan wilayah Kecamatan Kawunganten. Namun karena kondisi jalannya rusak berat dan terlalu jauh memutar, masyarakat Ujung Gagak dan Panikel juga lebih memilih perahu atau sampan jika hendak ke kota Cilacap.
Rawa-rawa, rob, angin laut, pasang naik-pasang surut, akses transportasi yang sulit dan terbatas, adalah deretan rintangan yang harus dihadapi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cilacap saat harus menyelenggarakan pemilu bagi 11.531 pemilih di Kampung Laut. KPU harus bekerja keras untuk mencapai orang-orang itu, agar mereka bisa turut merayakan pesta demokrasi pada pemilihan raya 2019.
"Kampung Laut adalah kekhususan bagi kami," kata anggota KPU Kabupaten Cilacap Divisi Teknis Penyelenggaraan, Weweng Maretno.
Menurut Weweng, KPU Kabupaten Cilacap memberikan perhatian ekstra terhadap penyelenggaraan pemilu serentak di Kampung Laut, kecamatan seluas 150 hektare yang 60 persen wilayahnya merupakan perairan.
Pada tahapan saat ini, KPU Kabupaten Cilacap masih berkonsentrasi agar pengiriman logistik Pemilu ke Kampung laut tidak terlambat. KPU harus menyewa kapal yang tepat, agar pengiriman logistik pemilu dari KPU ke panitia pemilihan kecamatan (PPK) bisa dilaksanakan paling lambat 5 April 2019. Sedangkan distribusi perlengkapan tempat pemungutan suara (TPS) dari KPU ke PPK paling lambat tanggal 13 April.
Weweng Marento dan kawan-kawan di KPU harus pintar-pintar membaca kondisi cuaca agar pengiriman logistik Pemilu Serentak 2019 dapat dilaksanakan sesuai jadwal dan tidak terkendala.
Cuaca menjadi perhatian serius KPU dan PPK, apalagi selama bulan Maret ini cuaca di Cilacap kurang bersahabat. Cilacap terus diguyur hujan deras dan sesekali angin kencang. Pasang surut juga akan membuat kapal kandas. Ini akan membuat pengiriman logistik terhambat.
"Kadang-kadang di tengah jalan, kapal macet karena airnya surut. Kami harus menunggu dua-tiga jam sampai airnya pasang. Kalau kita tidak tahu waktu, kita akan terjebak, tidak bisa jalan, tidak bisa mundur, tidak bisa maju, akhirnya menunggu di kapal," kata Sekretaris PPK Kampung Laut, Didik Herdiman.
Rintangan tidak terhenti, bahkan setelah logistik pemilu sampai di PPK dan TPS. Kontur dataran Kampung Laut yang sebagian besar ketinggiannya hanya beberapa jengkal di atas permukaan laut, rawan sekali terkena rob.
"Jika tidak pinter-pinter memilih tempat, TPS akan tergenang rob saat pelaksanaan pemilu," kata Didik, yang juga Sekretaris Kecamatan Kampung Laut.
Oleh karena itu, Didik telah memerintahkan koleganya, para petugas TPS di desa-desa seantero Kampung Laut agar membangun TPS di tempat-tempat yang tinggi. TPS, kata Didik, juga harus dekat dengan bangunan pemerintah atau rumah penduduk, sehingga jika terjadi hujan lebat dan angin kencang, logistik pemilu dapat diamankan dengan cepat ke bangunan-bangunan tersebut.
Baca juga: Kepastian memilih dari penghayat Sedulur Sikep
Dusun Bondan
Ketua PPK Kampung Laut Paryono mengatakan jumlah TPS di Kampung Laut sebanyak 49 tempat, yang tersebar di empat desa. Dari 49 TPS itu, ada satu TPS yang dinilai paling rawan, karena lokasinya jauh dari PPK maupun PPS Desa. Satu-satunya cara untuk menuju ke sana dengan bersampan. TPS itu berada di Dusun Bondan, Desa Ujungalang.
"Dusun Bondan paling sulit, walaupun jumlah pemilihnya paling sedikit, tapi harus dilayani juga. Setiap melakukan pemantauan, kami mendahulukan Dusun Bondan, karena di sana tidak ada bangunan permanen milik pemerintah. Kami akan kesulitan ketika terjadi sesuatu," katanya.
Agar hal-hal buruk tak terjadi, Paryono telah menyewa rumah sebagai tempat penyimpanan logistik pemilu sebelum didistribusikan ke panitia pemungutan suara (PPS) di Dusun Bondan. Rumah itu nantinya juga akan digunakan sebagai tempat penyimpanan logistik pascapemungutan suara, sebelum dikirimkan kembali ke KPU Kabupaten Cilacap.
Selain di Dusun Bondan, beberapa TPS Kampung Laut, seperti di daerah Pelindukan, Desa Ujung Gagak dan TPS 03 di Desa Kleces juga rawan, jika saat pemilihan terjadi rob, hujan lebat atau angin kencang.
"Jadi di sini harus safety banget, harus ada kantong plastik agar peralatan dan dokumen tidak terkena air," kata Dul Karim, warga Kampung Laut yang lahannya akan digunakan TPS 03 Desa Kleces. Jika terjadi kondisi darurat, Dul Karim juga mengizinkan semua logistik diamankan di rumahnya.
Meski lahan dan rumahnya digunakan, Dul tidak meminta bayaran sepeserpun, tidak uang sewa rumah, tidak pula sewa lahan. Dul Karim mau melakukannya demi mendukung pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. "Silakan saja mendirikan TPS di sini, tinggal pakai saja, tapi begini adanya, kadang-kadang ada banjir sedikit. Saya berharap pemilu ini dapat berlangsung sukses," katanya.
Dul ingin pemilu sukses dan banyak warga berperan serta, tidak golput. Oleh karena itu, dia mengharapkan penyelenggara pemilu lebih gencar menyosialisasikan Pemilu Serentak 2019. Ia juga ingin petugas PPS terus mengedukasi warga, terutama yang sudah berusia lanjut, karena mereka sering kali lupa, mereka tidak tahu perbedaan warna setiap surat suara yang akan dicoblos.
"Kegiatan sosialisasi Pemilu Serentak 2019 sebenarnya sering kami laksanakan, termasuk oleh relawan demokrasi dan dibantu oleh aparat pemerintah. Kebetulan di Kampung Laut ada satu orang relawan demokrasi yang ikut terlibat dalam kegiatan sosialisasi," kata Ketua PPK Kampung Laut Paryono, menjawab keinginan Dul.
Paryono juga sangat berharap angka partisipasi pemilih dalam Pemilu Serentak 2019 di Kecamatan Kampung Laut bisa lebih dari 70 persen atau meningkat dari Pemilu 2014 yang hanya 60 persen.
Salah satu upaya yang telah dilakukannya adalah dengan menambah jumlah tempat pemungutan suara. Ini diharapkan dapat meningkatkan angka partisipasi pemilih. Jika pada Pemilu 2014 jumlah TPS di Kecamatan Kampung Laut hanhya 37 TPS, sekarang menjadi 49 TPS. Jika sebelumnya satu TPS melayani 500 orang, saat Pemilu Serentak 2019 satu TPS melayani 300 pemilih.
Bertambahnya jumlah TPS juga mengatasi kesulitan pemilih di Kecamatan Kampung Laut untuk menjangkau tempat pemilihan, karena lokasinya kian dekat dengan warga. Sebisa mungkin, TPS bisa didatangi warga tanpa harus naik perahu, karena tidak setiap warga memiliki perahu sendiri.
"Alhamdulilah warga bagus. Ketidakhadiran yang tinggi itu bukan karena tidak datang ke TPS, tetapi karena mereka di perantauan," kata anggota Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Kampung Laut Dede Sidik Halimsah.
Seperti halnya Paryono, yang dikhawatirkan Dede, justru masalah cuaca. Oleh karena itu Panwaslu Kecamatan Kampung Laut meminta KPU Kabupaten Cilacap dan PPK Kampung Laut untuk benar-benar memerhatikan kondisi gudang penyimpanan logistik pemilu agar tidak terkena gangguan cuaca.
Wahyono, salah sorang warga Dusun Lempongpucung, Desa Ujungalang juga menjamin Pemilu raya di Kampung Laut bakal sukses dan meriah. "Antusiasme warga terhadap pemilu sangat tinggi. Mereka sangat menyesal jika tidak bisa menggunakan suaranya," katanya.
Wahyono mengisahkan bagaimana bersemangatnya warga Ujungalang saat pemilihan kepala desa tahun lalu. Banyak warga yang tetap datang, meskipun akhirnya tidak bisa memilih karena tidak mendapatkan undangan. Wahyono yakin warga juga bakal berbondong-bondong saat pemilu raya nanti.
Menurut Anggota KPU Kabupaten Cilacap, Weweng Maretno masyarakat Kampung Laut sebenarnya sangat mudah dimobilisasi.
"Jangankan pemilu seperti ini, untuk pemilihan skala kecil saja, warga mudah dimobilisasi. Partisipasi masyarakat di Kampung Laut sangat bagus," kata Weweng, yang pernah menjadi fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Kecamatan Kampung Laut selama dua tahun. Oleh karena itu, dia optimistis target partisipasi masyarakat Kampung Laut dalam Pemilu 2019 lebih dari 70 persen, dapat dengan mudah tercapai.
Demi mendukung sukses pemilu, Camat Kampung Laut Nurindra Wahyu Wibawa jauh-jauh hari juga sudah meminta masyarakat melakukan perekaman biometrik agar warga Kampung Laut mendapat kartu tanda penduduk elektronik (KTP-El). KTP elektronik sangat dibutuhkan saat pemilu. "Alhamdulillah sudah banyak (KTP-El) yang tercetak dan telah kami serahkan kepada masyarakat," katanya.
Camat Nurindra Wahyu, Weweng Maretno, Paryono, Dede Sidik Halimsah, Dul Karim, Didik Herdiman, dan Wahyono sangat berharap pelaksanaan Pemilu 2019 di Kampung Laut berjalan lancar meskipun bayang-bayang cuaca buruk pasang air laut dan angin kencang bisa merusak kemeriahan pesta lima tahunan itu.
Merayakan Demokrasi Indonesia
Pengawal pemilu raya di Kampung Laut
Oleh Sumarwoto
21 Maret 2019 08:06 WIB
Suasana perumahan di Kampung Laut, Cilacap. (Sumarwoto)
Editor: Sapto HP
Copyright © ANTARA 2019
Tags: