KPKPST-UNFPA latih pendamping penanganan kekerasan berbasis gender
18 Maret 2019 17:59 WIB
Ketua Yayasan KPKP-ST Soraya Sultan, Bupati Sigi M Irwan Lapatta, Wakil Bupati Donggala M Yasin menghadiri lokakarya dan pelatihang pendamping penanganan kekerasan berbasis gender. Kegiatan itu terlaksana atas kerja sama KPKP-ST dengan UNFPA, DP3A Kabupaten Donggala dan Sigi. (Lia Halimun)
Palu (ANTARA) - Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST) bekerja sama dengan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations Population Fund/ UNFPA) melatih 60 sukarelawan menjadi pendamping penanganan kekerasan berbasis gender di dua kabupaten terdampak bencana gempa, tsunami dan likuifaksi Kabupaten Sigi dan Donggala.
“Harapan kita dengan pelatihan bertahap ini paling tidak menjadi salah satu upaya dari meminimalisasi terjadinya tindak kekerasan berbasis gender dan sebagai upaya memaksimalkan pendampingan dan penanganan terhadap penyintas kasus kekersan khususnya bagi perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya di daerah ini,” kata Ketua Yayasan KPKP-ST, Soraya Sultan di Palu, Senin.
Ia mengemukakan, berbagai bentuk kekerasan berbasis gender seringkali terjadi tanpa mengenal strata sosial seseorang baik bagi penyintas ataupun siapa pelakunya, bahkan dalam situasi pascabencana sekalipun.
Karena itu, KPKP-ST berinisiatif untuk melatih 60 relawan dari tenda ramah perempuan yang ada di Kabupaten Donggala dan Sigi untuk menjadi pendamping penanganan korban kekerasan berbasis gender.
“Kami mengawali kegiatan dengan lokakarya yang diikuti 120 peserta korban bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Donggala dan Sigi. Selain itu juga dari puskesmas di dua kabupaten tersebut yang telah terbentuk tenda ramah perempuan, Kemenag, DP3A, P2TP2A, bidan kesehatan reproduksi,” katanya.
Kegiatan lokakarya dan pelatihan penanganan kekerasan berbasis gender , kata dia, merupakan tindak lanjut dari dua tahap kegiatan dan pelatihan untuk pelatih di tingkat Provinsi Sulawesi Tengah sebelumnya pada bulan Februari 2019.
Mereka dilatih oleh fasiltator dari Yayasan Pulih Jakarta. Kemudian para alumni fasilitator yang sudah dilatih menjadi fasilitator pada pelatihan di tingkat kabupaten/kota.
Ia menyebut, kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pendampingan terhadap penyintas/korban berbagai bentuk kekerasan berbasis gender khususnya yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
Menurut dia, hal ini penting dilaksanakan, hususnya bagi tiga wilayah di Sulawesi Tengah yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala yang terdampak paling parah akibat bencana alam gempa, tsunami dan likuiaksi, yang hingga saat ini sebagian masyarakatnya menempati huntara, atau di camp-camp pengungsian.
“Kepesertaan dalam pelatihan ini masing-masing kabupaten berjumlah 30 orang yakni sukarelawan tenda ramah perempuan asal Desa Bulubete, Lolu, Pombewe, Sibalaya Sigi, Desa Loli Pesua, Wombo Bersaudara, Gunung Bale, Sipi Donggala, bidan kespro asal puskesmas Sigi dan Donggala dimana terdapat tenda ramah perempuan dan peserta dari DP3A juga P2TP2A Kabupaten Sigi dan Donggala,” ujar dia.
“Pelatihan ini sangat kami butuhkan dalam melakukan pendampingan korban tindak kekerasan di lingkungan dampingan karena dengan begitu saya yang berlatar belakang seorang bidan menjadi tahu lebih banyak bahwa ada berbagai bentuk kekerasan berbasis gender dan ada banyak pula jenis ketidak adilan gender,” kata sukarelawan Tenda Ramah Perempuan (DRP) posko Desa Lolu Kecamatan Biromaru Sigi, Trias.
Sementara itu fasilitator sekaligus koordinator relawan TRP Loli Pesua Kabupaten Donggala, Yuni menyampaikan pelatihan pendamping penanganan kekerasan berbasis gender penting dilakukan. Sebab, korban bencana perlu mengetahui mekanisme penanganan masalah bila ada kekerasan terhadap perempuan dan anak di lokasi pengungsian.
Baca juga: Catatan Akhir Tahun - Upaya DP3A lindungi perempuan-anak korban bencana
“Harapan kita dengan pelatihan bertahap ini paling tidak menjadi salah satu upaya dari meminimalisasi terjadinya tindak kekerasan berbasis gender dan sebagai upaya memaksimalkan pendampingan dan penanganan terhadap penyintas kasus kekersan khususnya bagi perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya di daerah ini,” kata Ketua Yayasan KPKP-ST, Soraya Sultan di Palu, Senin.
Ia mengemukakan, berbagai bentuk kekerasan berbasis gender seringkali terjadi tanpa mengenal strata sosial seseorang baik bagi penyintas ataupun siapa pelakunya, bahkan dalam situasi pascabencana sekalipun.
Karena itu, KPKP-ST berinisiatif untuk melatih 60 relawan dari tenda ramah perempuan yang ada di Kabupaten Donggala dan Sigi untuk menjadi pendamping penanganan korban kekerasan berbasis gender.
“Kami mengawali kegiatan dengan lokakarya yang diikuti 120 peserta korban bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Donggala dan Sigi. Selain itu juga dari puskesmas di dua kabupaten tersebut yang telah terbentuk tenda ramah perempuan, Kemenag, DP3A, P2TP2A, bidan kesehatan reproduksi,” katanya.
Kegiatan lokakarya dan pelatihan penanganan kekerasan berbasis gender , kata dia, merupakan tindak lanjut dari dua tahap kegiatan dan pelatihan untuk pelatih di tingkat Provinsi Sulawesi Tengah sebelumnya pada bulan Februari 2019.
Mereka dilatih oleh fasiltator dari Yayasan Pulih Jakarta. Kemudian para alumni fasilitator yang sudah dilatih menjadi fasilitator pada pelatihan di tingkat kabupaten/kota.
Ia menyebut, kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pendampingan terhadap penyintas/korban berbagai bentuk kekerasan berbasis gender khususnya yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
Menurut dia, hal ini penting dilaksanakan, hususnya bagi tiga wilayah di Sulawesi Tengah yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala yang terdampak paling parah akibat bencana alam gempa, tsunami dan likuiaksi, yang hingga saat ini sebagian masyarakatnya menempati huntara, atau di camp-camp pengungsian.
“Kepesertaan dalam pelatihan ini masing-masing kabupaten berjumlah 30 orang yakni sukarelawan tenda ramah perempuan asal Desa Bulubete, Lolu, Pombewe, Sibalaya Sigi, Desa Loli Pesua, Wombo Bersaudara, Gunung Bale, Sipi Donggala, bidan kespro asal puskesmas Sigi dan Donggala dimana terdapat tenda ramah perempuan dan peserta dari DP3A juga P2TP2A Kabupaten Sigi dan Donggala,” ujar dia.
“Pelatihan ini sangat kami butuhkan dalam melakukan pendampingan korban tindak kekerasan di lingkungan dampingan karena dengan begitu saya yang berlatar belakang seorang bidan menjadi tahu lebih banyak bahwa ada berbagai bentuk kekerasan berbasis gender dan ada banyak pula jenis ketidak adilan gender,” kata sukarelawan Tenda Ramah Perempuan (DRP) posko Desa Lolu Kecamatan Biromaru Sigi, Trias.
Sementara itu fasilitator sekaligus koordinator relawan TRP Loli Pesua Kabupaten Donggala, Yuni menyampaikan pelatihan pendamping penanganan kekerasan berbasis gender penting dilakukan. Sebab, korban bencana perlu mengetahui mekanisme penanganan masalah bila ada kekerasan terhadap perempuan dan anak di lokasi pengungsian.
Baca juga: Catatan Akhir Tahun - Upaya DP3A lindungi perempuan-anak korban bencana
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019
Tags: