Artikel
Keadilan bagi Indhira kemenangan bagi semua dokter hewan
17 Maret 2019 18:08 WIB
Aksi solidaritas "Client Awareness" untuk memperjuangkan penegakan keadilan dan membela hak profesi dokter hewan di Indonesia oleh Pengurus Besar PDHI bersama 50 dokter hewan perwakilan dari beberapa cabang di PN Tangerang, Banten. (FOTO ANTARA/HO-PDHI)
Jakarta (ANTARA) - Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) menyatakan keadilan yang diperoleh drh Indhira Kusumawardhani yang diputus pengadilan tidak bersalah merupakan kemenangan seluruh dokter hewan di Indonesia.
"Kemenangan drh Indhira tentunya juga menjadi kemenangan bagi seluruh dokter hewan, dan untuk ke depannya kami berharap agar klien dapat lebih memahami perannya selaku pemilik hewan," kata juru bicara PDHI, drh Cecep Muhammad Wahyudin, SH, MH, di Jakarta, Minggu.
Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Banten, pekan ini, telah memenangkan Indhira Kusumawardhani, seorang dokter hewan yang dituntut oleh kliennya sebesar Rp1.574.944.000.
Putusan perkara perdata No. 615/Pdt.G/2018/PN.TNG itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Bapak Harry Suptanto, SH.
Indhira dalam kasus itu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu melakukan malpraktik karena dianggap lalai dengan menyebabkan kematian dalam menangani pasien yaitu hewan peliharaan, seekor anak anjing jenis siberian husky berusia kurang lebih 1 bulan milik Nadhila Utama.
Indhira dianggap telah melanggar ketentuan Pasal 71 UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; serta Pasal 2, Pasal 18, dan Pasal 19 Kode Etik Dokter Hewan Indonesia.
Namun, menurut koordinator tim kuasa hukum Indhira, yang juga Ketua Umum Organisasi Pengacara Perempuan Indonesia (OPPI), Widad Thalib, SH, MH, di dalam fakta persidangan kuasa hukum drh Indhira yaitu OPPI yang telah ditunjuk oleh PDHI dapat membuktikan bahwa hewan tersebut tidak mati dalam penanganan drh Indhira.
Karena itu, drh Indhira bukan pihak yang harus bertanggung jawab atas kematian hewan tersebut sehingga seluruh tuduhan Nadhila Utama tidak terbukti.
Widad Thalib menjelaskan pada proses pembuktian dalam persidangan, pihak Nadhila Utama sebagai penggugat maupun drh Indhira sebagai tergugat diberikan kesempatan yang sama oleh majelis hakim untuk menghadirkan saksi yang dapat mendukung dalil masing-masing pihak.
Namun, dari seluruh saksi, baik saksi dari pihak Nadhila sebagai penggugat maupun dari pihak drh Indhira sebagai tergugat menyatakan bahwa hewan tersebut tidak mati dalam penanganan drh Indhira.
Bahkan saksi yang dihadirkan oleh penggugat yaitu saksi Suryani Slettanti Dewi menyatakan bahwa pengobatan yang dilakukan oleh drh Indhira selama menangani hewan milik Nadhila sangat baik.
Di samping itu, masing-masing pihak juga menghadirkan ahli, di mana pihak penggugat menghadirkan ahli hukum perdata, dan pihak drh Indhira menghadirkan dua ahli, yaitu ahli di bidang etik dokter hewan yaitu Dr drh RP Agus Lelana, SpMP, M.Si dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB dan ahli di bidang praktik kedokteran hewan yaitu Dr drh Setyo Widodo (Vet).
Selain menghadirkan dua ahli di persidangan, tergugat juga menyerahkan alat bukti, antara lain pendapat tertulis dari drh Tatang Cahyono, CVA.
Menurut Cecep Muhammad Wahyudin, atas hasil itu PDHI menyampaikan rasa terima kasih kepada OPPI atas keadilan yang diberikan kepada anggotanya yaitu drh Indhira.
Selama ini, katanya, PDHI juga selalu mengikuti jalannya persidangan perkara tersebut guna memberikan dukungan kepada drh Indhira, baik berupa bantuan hukum dalam hal menunjuk kuasa hukum serta bantuan moril.
Sementara, Widad Thalib juga menyampaikan rasa terima kasih kepada PDHI atas kepercayaannya menunjuk OPPI sebagai kuasa hukum drh Indhira.
"Harapan kami ke depan semoga ini menjadi pembelajaran bersama bagi dokter hewan dan kliennya, agar dokter hewan dan juga klien (pemilik hewan) dapat memahami dengan baik terkait hal-hal yang menjadi hak dan tanggung jawabnya agar peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang," katanya.
Gugatan terhadap Indhira memicu aksi solidaritas koleganya. Asosisasi Dokter Bedah Veteriner Indonesia (ADBVI) yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), melakukan aksi di PN Tangerang, saat persidangan berlangsung.
Aksi solidaritas yang mereka sebut "Client Awareness" ini digelar pada 17 September 2018 untuk memperjuangkan penegakan keadilan dan membela hak profesi dokter hewan di Indonesia, diikuti Ketua Umum Pengurus Besar PDHI, Dr drh Heru Setijanto, PAVet, bersama 50 dokter hewan perwakilan dari beberapa cabang di PN Tangerang.
Kronologis kejadian sehingga drh Indhira akhirnya tersandung kasus hukum bermula pada peristiwa pada tanggal 28 Mei 2018, ada seorang warga yang anak anjingnya mati karena cacingan parah.
"Malam hari, tanggal 28 Mei, anak anjing yang baru lahir dibawa periksa ke dokter hewan yang hampir tutup jadwal praktiknya. Pemilik memaksa untuk diperiksa. Padahal sang dokter sudah lelah dan pada waktu itu sakit flu," kata PDHI.
Meski lelah, dengan penuh tanggung jawab, drh Indhira yang membuka praktik di kawasan Cinere, Depok ini memberikan penanganan pertama.
Indhira juga menyarankan agar anjing tersebut dilanjutkan terapi pada keesokan hari di rumah pemilik anjing, kawasan Pamulang, Kota Tangerang Selatan.
Namun, esoknya dengan alasan drh Indhira sulit dihubungi, pemilik membawa anak anjing tersebut ke dokter hewan praktik yang lain. Tragisnya, anak anjing itu mati di sana.
Karena kematian anak anjing itu, Indhira sudah meminta maaf dan minta untuk dimaklumi karena kondisinya pada waktu itu sedang sakit.
PDHI menyebutkan hubungan "client-dokter" sempat membaik, tetapi belakangan pemilik menuntut ganti rugi. Awalnya Rp500 juta, berkembang menjadi gugatan Rp250 juta untuk ganti rugi kematian anjing, dan Rp1,5 miliar untuk kerugian imaterial dan penyitaan
seluruh aset milik dokter hewan.
Meskipun peristiwa kematian anak anjing tersebut terjadi di luar penanganannya, namun pada tanggal 17 September 2018, drh Indhira ini harus menjalani persidangan di PN Tangerang, Banten.*
Baca juga: PDHI: Jabar belum terbebas dari penyakit rabies
Baca juga: Zulkifli Hasan dorong PDHI gelar seminar untuk bahas masalah kesehatan hewan
"Kemenangan drh Indhira tentunya juga menjadi kemenangan bagi seluruh dokter hewan, dan untuk ke depannya kami berharap agar klien dapat lebih memahami perannya selaku pemilik hewan," kata juru bicara PDHI, drh Cecep Muhammad Wahyudin, SH, MH, di Jakarta, Minggu.
Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Banten, pekan ini, telah memenangkan Indhira Kusumawardhani, seorang dokter hewan yang dituntut oleh kliennya sebesar Rp1.574.944.000.
Putusan perkara perdata No. 615/Pdt.G/2018/PN.TNG itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Bapak Harry Suptanto, SH.
Indhira dalam kasus itu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu melakukan malpraktik karena dianggap lalai dengan menyebabkan kematian dalam menangani pasien yaitu hewan peliharaan, seekor anak anjing jenis siberian husky berusia kurang lebih 1 bulan milik Nadhila Utama.
Indhira dianggap telah melanggar ketentuan Pasal 71 UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; serta Pasal 2, Pasal 18, dan Pasal 19 Kode Etik Dokter Hewan Indonesia.
Namun, menurut koordinator tim kuasa hukum Indhira, yang juga Ketua Umum Organisasi Pengacara Perempuan Indonesia (OPPI), Widad Thalib, SH, MH, di dalam fakta persidangan kuasa hukum drh Indhira yaitu OPPI yang telah ditunjuk oleh PDHI dapat membuktikan bahwa hewan tersebut tidak mati dalam penanganan drh Indhira.
Karena itu, drh Indhira bukan pihak yang harus bertanggung jawab atas kematian hewan tersebut sehingga seluruh tuduhan Nadhila Utama tidak terbukti.
Widad Thalib menjelaskan pada proses pembuktian dalam persidangan, pihak Nadhila Utama sebagai penggugat maupun drh Indhira sebagai tergugat diberikan kesempatan yang sama oleh majelis hakim untuk menghadirkan saksi yang dapat mendukung dalil masing-masing pihak.
Namun, dari seluruh saksi, baik saksi dari pihak Nadhila sebagai penggugat maupun dari pihak drh Indhira sebagai tergugat menyatakan bahwa hewan tersebut tidak mati dalam penanganan drh Indhira.
Bahkan saksi yang dihadirkan oleh penggugat yaitu saksi Suryani Slettanti Dewi menyatakan bahwa pengobatan yang dilakukan oleh drh Indhira selama menangani hewan milik Nadhila sangat baik.
Di samping itu, masing-masing pihak juga menghadirkan ahli, di mana pihak penggugat menghadirkan ahli hukum perdata, dan pihak drh Indhira menghadirkan dua ahli, yaitu ahli di bidang etik dokter hewan yaitu Dr drh RP Agus Lelana, SpMP, M.Si dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB dan ahli di bidang praktik kedokteran hewan yaitu Dr drh Setyo Widodo (Vet).
Selain menghadirkan dua ahli di persidangan, tergugat juga menyerahkan alat bukti, antara lain pendapat tertulis dari drh Tatang Cahyono, CVA.
Menurut Cecep Muhammad Wahyudin, atas hasil itu PDHI menyampaikan rasa terima kasih kepada OPPI atas keadilan yang diberikan kepada anggotanya yaitu drh Indhira.
Selama ini, katanya, PDHI juga selalu mengikuti jalannya persidangan perkara tersebut guna memberikan dukungan kepada drh Indhira, baik berupa bantuan hukum dalam hal menunjuk kuasa hukum serta bantuan moril.
Sementara, Widad Thalib juga menyampaikan rasa terima kasih kepada PDHI atas kepercayaannya menunjuk OPPI sebagai kuasa hukum drh Indhira.
"Harapan kami ke depan semoga ini menjadi pembelajaran bersama bagi dokter hewan dan kliennya, agar dokter hewan dan juga klien (pemilik hewan) dapat memahami dengan baik terkait hal-hal yang menjadi hak dan tanggung jawabnya agar peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang," katanya.
Gugatan terhadap Indhira memicu aksi solidaritas koleganya. Asosisasi Dokter Bedah Veteriner Indonesia (ADBVI) yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), melakukan aksi di PN Tangerang, saat persidangan berlangsung.
Aksi solidaritas yang mereka sebut "Client Awareness" ini digelar pada 17 September 2018 untuk memperjuangkan penegakan keadilan dan membela hak profesi dokter hewan di Indonesia, diikuti Ketua Umum Pengurus Besar PDHI, Dr drh Heru Setijanto, PAVet, bersama 50 dokter hewan perwakilan dari beberapa cabang di PN Tangerang.
Kronologis kejadian sehingga drh Indhira akhirnya tersandung kasus hukum bermula pada peristiwa pada tanggal 28 Mei 2018, ada seorang warga yang anak anjingnya mati karena cacingan parah.
"Malam hari, tanggal 28 Mei, anak anjing yang baru lahir dibawa periksa ke dokter hewan yang hampir tutup jadwal praktiknya. Pemilik memaksa untuk diperiksa. Padahal sang dokter sudah lelah dan pada waktu itu sakit flu," kata PDHI.
Meski lelah, dengan penuh tanggung jawab, drh Indhira yang membuka praktik di kawasan Cinere, Depok ini memberikan penanganan pertama.
Indhira juga menyarankan agar anjing tersebut dilanjutkan terapi pada keesokan hari di rumah pemilik anjing, kawasan Pamulang, Kota Tangerang Selatan.
Namun, esoknya dengan alasan drh Indhira sulit dihubungi, pemilik membawa anak anjing tersebut ke dokter hewan praktik yang lain. Tragisnya, anak anjing itu mati di sana.
Karena kematian anak anjing itu, Indhira sudah meminta maaf dan minta untuk dimaklumi karena kondisinya pada waktu itu sedang sakit.
PDHI menyebutkan hubungan "client-dokter" sempat membaik, tetapi belakangan pemilik menuntut ganti rugi. Awalnya Rp500 juta, berkembang menjadi gugatan Rp250 juta untuk ganti rugi kematian anjing, dan Rp1,5 miliar untuk kerugian imaterial dan penyitaan
seluruh aset milik dokter hewan.
Meskipun peristiwa kematian anak anjing tersebut terjadi di luar penanganannya, namun pada tanggal 17 September 2018, drh Indhira ini harus menjalani persidangan di PN Tangerang, Banten.*
Baca juga: PDHI: Jabar belum terbebas dari penyakit rabies
Baca juga: Zulkifli Hasan dorong PDHI gelar seminar untuk bahas masalah kesehatan hewan
Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: