Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Drs Budi Setiawan mengingatkan penyebaran informasi bohong atau hoaks dapat menyebabkan keamanan tidak stabil sehingga semua elemen masyarakat harus sadar untuk tidak memproduksi maupun menyebarkan hoaks.

"Penyebaran hoaks menyebabkan keamanan tidak stabil, dulu Polri hanya punya patroli di darat, namun saat ini monitoring dilakukan di media sosial," kata Budi Setiawan dalam diskusi bertajuk "Implikasi dan Konsekuensi Kampanye Menggunakan Hoaks dalam Pemilu 2019," di Jakarta, Sabtu.

Dia mengatakan pemanfaatan medsos saat ini disalahgunakan untuk penyebaran hoaks, ujaran kebencian dan politisasi suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

Menurut dia, yang memprihatinkan hoaks digunakan untuk merebut dukungan rakyat di Pemilu 2019 dengan membuat dan menebarkan hoaks.

"Ini tanggung jawab kita untuk menjaga dan mengawasi media sosial agar tidak terpapar hoaks. Selama ini Polri dan Kemenkominfo banyak melakukan pemantauan terkait konten hoaks di medsos," ujarnya.

Budi mengatakan data Polri menunjukkan sejak 2016-2018, pihaknya telah menangani sebanyak 2.821 kasus hoaks dari seluruh Indonesia, dan 1.310 di antaranya sudah masuk ke pengadilan.

Menurut dia, Polri dalam posisi sebagai sistem pendingin dalam maraknya kasus hoaks yaitu menangani dengan cara edukasi kepada masyarakat agar tidak memproduksi dan menyebarkan hoaks.

"Kami lakukan edukasi dan langkah terakhir adalah penegakan hukum. Polri melakukan cooling system dalam iklim demokrasi Indonesia," tuturnya.

Dalam diskusi tersebut, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai perlu pendekatan holistik dan komprehensif dalam mengatasi maraknya hoaks di masyarakat.

Dia menawarkan beberapa pendekatan, yaitu hukum dan persuasif, karena tidak bisa hanya menggunakan hukum saja ketika kasus hoaks sudah semakin marak seperti sekarang ini.

"Pendekatan persuasif diperlukan kalau hoaks sudah menjamur karena Polri akan kewalahan menindaknya. Tidak cukup menggunakan pendekatan hukum dalam memberantas hoaks," ucapnya.

Selain itu, menurut dia diperlukan pendekatan edukatif, sehingga dibutuhkan peran Kementerian Komunikasi dan Informatika mengedukasi masyarakat untuk mencegah hoaks.

Pendekatan edukatif menurut Karyono sangat penting karena di dalamnya bisa dibangun kesadaran hukum sehingga ketika ada kesadaran itu maka masyarakat tidak akan menyebarkan dan memproduksi hoaks.

"Saya menyarankan dibuat UU Anti-hoaks, di Jerman sudah ada regulasi khusus tentang hoaks. Karena hoaks saat ini sudah menjadi kejahatan luar biasa, tidak kalah berbahayanya dengan terorisme," ujarnya.