Jakarta (ANTARA) - Pemerintah perlu memaksimalkan perlindungan untuk perempuan pekerja migran dengan cara membuat kebijakan yang mengedepankan sensitivitas gender serta berbasis Hak Asasi Manusia (HAM).

Media Relations Manager Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Vera Ismainy, di Jakarta, Jumat, mengatakan, perlindungan untuk perempuan pekerja migran masih belum maksimal.

"Padahal remitansi yang mereka hasilkan mampu menggerakkan perekonomian dan membawa manfaat untuk anggota keluarganya," kata Vera Ismainy.

Menurut Vera, tidak sedikit pekerja migran yang mengambil alih tanggung jawab ekonomi keluarga dengan memilih bekerja di luar negeri.

Oleh karena itu, ujar dia, sudah sebaiknya pemerintah memberikan fasilitas pendampingan dan perlindungan kepada mereka.

Dengan adanya kebijakan yang jelas dan berpihak pada mereka, lanjutnya, diharapkan tidak akan ada lagi pekerja migran yang menempuh jalan ilegal.

"Kebijakan yang mengedepankan sensitivitas gender dan berbasis HAM juga merupakan bentuk perlindungan. Kebijakan seperti ini harus dimulai dari pendaftaran, perekrutan, pelatihan, pemberangkatan hingga penempatan," papar Vera.

Vera mengemukakan, kebijakan itu idealnya memberikan kemudahan sekaligus perlindungan terhadap pekerja migran perempuan.

Sedangkan yang terjadi saat ini, lanjutnya, calon pekerja migran sangat rentan terhadap berbagai tindak kriminal dan kekerasan serta minim edukasi mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai pekerja.

Selain itu, regulasi yang dibuat pun harus mempromosikan kesetaraan gender, agar para pekerja migran perempuan tidak mengalami diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan karena identitasnya sebagai perempuan.

Perlindungan lainnya yang dapat diberikan kepada para pekerja migran perempuan di luar negeri adalah dibentuknya program konseling atau mentoring di setiap negara tempat para pekerja migran ditempatkan.

Dengan adanya program ini, diharapkan para pekerja migran perempuan bisa mendapatkan solusi atas masalah yang dialaminya sedini mungkin. Dengan begitu, pihak Kedutaan Besar juga bisa melakukan pemetaan dan mendapatkan informasi mengenai para pekerja migran perempuan.

ketenagakerjaan merupakan salah satu isu yang bakal dibahas dalam debat calon wakil presiden yang akan berlangsung di Jakarta pada 17 Maret 2019.