Sebagian warga masih buang tinja ke Sungai Ciliwung
14 Maret 2019 23:10 WIB
Ilustrasi - Pemerintah Kota Jakarta Selatan mendeklarasikan Kelurahan Setiabudi dan Kelurahan Guntur sebagai wilayah bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS), Rabu (17/10). (Humas Pemerintah Kota Jakarta Selatan)
Jakarta (ANTARA) - Sebagian warga Kampung Kali Pasir di Kelurahan Cikini, Jakarta Pusat, masih membuang tinja ke Sungai Ciliwung karena tidak punya tangki septik untuk menampung limbah jamban mereka.
Warga Kampung Kali Pasir sebagian membuat saluran untuk mengalirkan tinja dari jamban mereka ke Sungai Ciliwung karena tidak punya cukup uang untuk membangun tangki septik.
"Saya buat saluran dari jamban, terus dicor. Buangannya dialirin ke sungai, toh sungai tempat sampah terbesar," kata Andi saat ditemui di halaman rumahnya di Kali Pasir, Kamis.
Andi memilih mengalirkan langsung buangan jambannya ke sungai karena tidak punya biaya untuk membangun tangki septik.
"Ongkosnya bisa Rp2 juta sampai Rp3 juta. Uang segitu dari mana," kata Andi, yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung.
Badriyah (56), warga Kampung Kali Pasir, juga tidak membangun tangki septik karena tidak punya cukup uang untuk keperluan itu. Hasil jualannya selama ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
"Saya buang hajat di MCK (WC umum) depan rumah, tapi katanya mau dibongkar," kata Badriyah saat ditemui di warungnya di RT03 RW08 Kali Pasir.
WC umum yang dimaksud Badriyah juga mengalirkan limbahnya langsung ke Sungai Ciliwung.
Sementara Ratih (40), warga Kali Pasir RT03 RW08, mengaku telah membuat tangki septik di dalam rumah untuk jambannya.
"Waktu itu saya gali sampai dua meter," kata Ratih, yang mengaku belum pernah menguras isi tangki septiknya sejak selesai dibangun pada 2013.
"Septic tank-nya tidak luber (ke dalam rumah), mungkin langsung merembes ke sungai," ia menambahkan.
Kampung Kali Pasir dihuni sekitar 150 keluarga. Sebagian besar warga kampung itu sudah memiliki jamban. Jamban komunal juga ada di kawasan bantaran kali tersebut.
Namun sebagian pemilik jamban tidak membangun tangki septik, hanya membangun saluran untuk mengalirkan limbah ke Sungai Ciliwung.
Selain Kampung Kali Pasir di Kelurahan Cikini, masih banyak daerah di Provinsi DKI Jakarta yang belum bebas dari perilaku buang air besar sembarangan (BABS).
Per Februari 2019, hanya Kelurahan Duri Pulo dan Kelurahan Gondangdia yang telah dinyatakan sebagai kawasan yang sudah bebas dari BABS.
Sementara di wilayah DKI Jakarta ada 20 kelurahan yang ditetapkan sudah bebas dari BABS, termasuk di antaranya Kelurahan Semper Barat, Selong, Melawai, Setiabudi, Guntur, Halim Perdanakusumah, Duri Utara, Pekojan, dan Sukabumi Utara.
Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Oswar Muadzin Mungkasa, saat menghadari acara di Kelurahan Duri Pulo, Jakarta pada 22 Februari 2019, memperkirakan 500 ribu warga Ibu Kota masih buang hajat sembarangan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan wilayah Ibu Kota bebas dari BABS pada 2022.(*)
Warga Kampung Kali Pasir sebagian membuat saluran untuk mengalirkan tinja dari jamban mereka ke Sungai Ciliwung karena tidak punya cukup uang untuk membangun tangki septik.
"Saya buat saluran dari jamban, terus dicor. Buangannya dialirin ke sungai, toh sungai tempat sampah terbesar," kata Andi saat ditemui di halaman rumahnya di Kali Pasir, Kamis.
Andi memilih mengalirkan langsung buangan jambannya ke sungai karena tidak punya biaya untuk membangun tangki septik.
"Ongkosnya bisa Rp2 juta sampai Rp3 juta. Uang segitu dari mana," kata Andi, yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung.
Badriyah (56), warga Kampung Kali Pasir, juga tidak membangun tangki septik karena tidak punya cukup uang untuk keperluan itu. Hasil jualannya selama ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
"Saya buang hajat di MCK (WC umum) depan rumah, tapi katanya mau dibongkar," kata Badriyah saat ditemui di warungnya di RT03 RW08 Kali Pasir.
WC umum yang dimaksud Badriyah juga mengalirkan limbahnya langsung ke Sungai Ciliwung.
Sementara Ratih (40), warga Kali Pasir RT03 RW08, mengaku telah membuat tangki septik di dalam rumah untuk jambannya.
"Waktu itu saya gali sampai dua meter," kata Ratih, yang mengaku belum pernah menguras isi tangki septiknya sejak selesai dibangun pada 2013.
"Septic tank-nya tidak luber (ke dalam rumah), mungkin langsung merembes ke sungai," ia menambahkan.
Kampung Kali Pasir dihuni sekitar 150 keluarga. Sebagian besar warga kampung itu sudah memiliki jamban. Jamban komunal juga ada di kawasan bantaran kali tersebut.
Namun sebagian pemilik jamban tidak membangun tangki septik, hanya membangun saluran untuk mengalirkan limbah ke Sungai Ciliwung.
Selain Kampung Kali Pasir di Kelurahan Cikini, masih banyak daerah di Provinsi DKI Jakarta yang belum bebas dari perilaku buang air besar sembarangan (BABS).
Per Februari 2019, hanya Kelurahan Duri Pulo dan Kelurahan Gondangdia yang telah dinyatakan sebagai kawasan yang sudah bebas dari BABS.
Sementara di wilayah DKI Jakarta ada 20 kelurahan yang ditetapkan sudah bebas dari BABS, termasuk di antaranya Kelurahan Semper Barat, Selong, Melawai, Setiabudi, Guntur, Halim Perdanakusumah, Duri Utara, Pekojan, dan Sukabumi Utara.
Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Oswar Muadzin Mungkasa, saat menghadari acara di Kelurahan Duri Pulo, Jakarta pada 22 Februari 2019, memperkirakan 500 ribu warga Ibu Kota masih buang hajat sembarangan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan wilayah Ibu Kota bebas dari BABS pada 2022.(*)
Pewarta: Virna P Setyorini/Genta Tanri Mawangi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: