Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim akan memanggil para pihak terkait gugatan perdata senilai Rp1,7 trilliun terhadap lima petugas kebersihan Jakarta Intercultural School (JIS) oleh seorang ibu dari korban berinisial MAK, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas kasus dugaan kekerasan seksual di JIS beberapa tahun lalu.

Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan, Lenny Wati Mulasimadhi, di PN Jaksel, Kamis, mengatakan pihaknya akan memanggil pihak-pihak terkait dalam kasus ini, baik penggugat maupun tergugat lainnya. “Sidang akan kita lanjutkan tiga minggu lagi dengan agenda eksepsi,” kata Lenny.

Kasus ini dilaporkan pada April 2014. Bermula dari laporan korban berinisial MAK kepada ibunya atas dugaan tindakan pelecehan seksual yang kemudian dilanjutkan dengan laporan ke kepolisian.

Awalnya hanya lima tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini, yaitu petugas kebersihan alih daya dari PT ISS bernama Afrischa Setyani, Agun Iskandar, Virgiawan Amin, Syahrial, dan Zainal Abidin.

Kemudian Azwar, salah satu petugas kebersihan lainnya, yang ditangkap kemudian meninggal dunia selama masa pemeriksaan di Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Kasus ini pun berkembang sehingga melibatkan dua guru yakni Neil Bantleman, seorang warga negara Kanada, dan Ferdinant Tjong. Keduanya menjadi terdakwa dan dihukum 11 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan.

Pada akhir 2018 atau tepatnya September 2018, orang tua korban kembali mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 1,7 triliun.

Selain kepada lima petugas kebersihan, tuntutan ganti rugi juga dialamatkan kepada dua guru yang menjadi terdakwa, JIS, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Total, sang ibu menggugat 10 pihak untuk mengganti kerugian materil maupun nonmateril yang diduga telah dialami anaknya.

Kuasa hukum tujuh orang petugas kebersihan, Richard Riwoe, dalam keterangan resminya memberikan bantahan terhadap gugatan orang tua korban kasus dugaan kekerasan seksual di JIS.

Menurut Richard, gugatan yang diajukan oleh penggugat memiliki banyak kekeliruan, terutama mengenai tuduhan menularkan penyakit kelamin kepada anak penggugat.

“Dan apabila anak penggugat mengalami salah satu penyakit kelamin, lalu apa kaitannnya dengan tergugat I sampai VII, karena tergugat I sampai VII tidak pernah mengalami penyakit kelamin sebagaimana dikaitkan oleh penggugat,” kata Richard.

Tak hanya itu, dalam gugatannya sang ibu tidak menjelaskan penyakit kelamin yang dimaksud. Keganjilan lainnya, tergugat III adalah seorang wanita bernama Afrischa. Ia tidak pernah mengalami penyakit dan tidak pernah berhubungan intim dengan korban.

"Ganti rugi sebesar Rp1,7 trilliun disebutkan untuk mengganti rugi pengobatan penyakit kelamin menular dan terapi psikologis yang diakibatkan oleh tindakan pelecehan seksual. Jika memang benar ada pelecehan, kenapa kok kelaminnya tidak tertular penyakit? Ini jelas kontradiktif," kata Richard lagi.

Richard melanjutkan, bukti satu-satunya yang diklaim pihak penggugat adalah penyakit kelamin menular. Namun sejak kasus pidana bergulir pada 2014 hingga perdata saat ini, pihak penggugat tidak pernah merinci apa penyakit kelamin menular yang diderita si anak.

"Siapa yang mereka tuduh menularkan pun tidak pernah terbukti dengan jelas. Jadi saya malah tidak habis pikir bagaimana para petugas kebersihan ini sampai bisa dipenjara berdasarkan bukti yang sudah jelas kontradiktif dari berbagai aspek. Semoga tuntuntan perdata ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan keadilan,” ujar Richard.

Putusan perkara pidana sebelumnya, tergugat I sampai VII sejatinya telah dijatuhi hukuman komulatif, yakni pidana penjara dan denda. Dengan demikian tergugat I sampai VII telah memenuhi hukuman ganti kerugian yang digabung menjadi satu dengan perkara pidana.

Afrischa, salah satu mantan petugas kebersihan JIS yang menjadi tergugat, mengungkapkan kesedihannya akibat tuntutan ini. Dia dan lima petugas kebersihan lainnya (satu diantaranya meninggal dunia di penjara yakni Azwar) telah dipenjara selama empat tahun terkait kasus ini. Padahal mereka menegaskan tidak pernah melakukan apa yang telah dituduhkan kepada mereka.

Baca juga: Lima petugas kebersihan digugat Rp1,7 triliun di PN Jaksel
Baca juga: Guru JIS terlibat pelecehan divonis 10 tahun