Panitera pengganti PN Medan dituntut 8 tahun penjara
14 Maret 2019 16:18 WIB
Panitera pengganti Pengadilan Negeri Medan Helpandi dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp320 juta subsider 5 bulan kurungan karena terbukti menjadi perantara suap untuk hakim pengadilan Medan Merry Purba di pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (14/3). (Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA) - Panitera pengganti Pengadilan Negeri Medan Helpandi dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp320 juta subsider 5 bulan kurungan karena terbukti menjadi perantara suap untuk hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pengadilan Medan Merry Purba.
"Menyatakan terdakwa Helpandi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helpandi berupa pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp320 juta subsider 5 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Haerudin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan alternatif pertama pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai hakim yang menerima janji atau hadiah.
"Hal yang memberatkan, terdakwa merupakan peserta aktif dan dominan dalam pelaksanaan penyerahan uang, terdakwa adalah perantara penerima yang telah ikut serta dalam proses persidangan dengan menghubungi majelis hakim dan menerima uang, terdakwa menyalahgunakan wewenangnya sebagai panitera," tambah jaksa
Jaksa juga menolak permintaan Helpandi untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator).
"Kami berpendapat permohonan sebagai 'justice collaborator' Helpandi tidak dapat dikabulkan karena termasuk kategori pelaku utama dan tidak memenuhi syarat dalam SEMA 2011," ungkap jaksa.
Namun jaksa menilai bahwa keterangan yang disampaikan Helpandi membantu mengungkap perbuatan pidana yang dilakukan hakim sehingga menjadikannya sebagai faktor yang meringankan dalam tuntutan hukum.
Dalam perkara ini Helpandi terbukti menerima 280 ribu dolar Singapura (sekira Rp2,96 miliar) dari Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi dimana sebanyak 150 ribu dolar Singapura diberikan untuk kepentingan Merry Purba sedangkan sisanya 130 ribu dolar Singapura rencananya akan diberikan kepada Sontan Merauke Sinaga selaku hakim anggota I.
Tujuan pemberian itu adalah agar Tamin mendapat putusan bebas dalam putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn mengenai pengalihan tanah negara/milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa di Pasa IV Desa Helvetia, Deli Serdang atas nama Tamin Sukardi.
Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan menunjuk Wahyu Prasetyo Wibowo sebagai hakim ketua, Sontan Merauke Sinaga sebagai hakim anggota I dan Merry Purba sebagai hakim anggota II Ad hoc, serta Helpandi sebagai panitera pengganti. Wahyu lalu menerbitkan surat penetapan penahan terhadap Tamin di rutan Tanjung Gusta Medan selama 30 hari sejak 10 April 2018.
Tamin mengajukan permohonan pengalihan status menjadi tahanan rumah dengan alasan medis pada 9 Juli 2018. Saat Helpandi mengajukan draf pengalihan status Tamin, masing-masing hakim menanyakan kepada Helpandi dengan kalimat "kok hanya tanda tangan saja?"
Dalam beberapa kali permintaan tanda tangan untuk penetapan izin berobat Tamin terlontar pertanyaan baik dari Merry Purba, Sontan Merauke maupun Wahyu Prasetyo dengan kalimat seperti 'kok gini-gini aja?' atau 'kerja baktinya aja kita dek?', atau 'teken aja kita ini?'. Atas kalimat tersebut Helpandi memahaminya sebagai permintaan uang atau barang dari majelis hakim.
Staf administrasi perusahaan Tamin, Sudarni Samosir lalu melaporkan hasil pertemuan dengan Helpandi kepada Tamin dan ia pun meminta agar mengkomunikasikan dengan majelis hakim agar hakim tidak kecewa dan agar putusan perkaranya bebas pada 27 Agustus 2018.
Helpandi lalu menyebut untuk menyiapkan sebesar Rp3 miliar untuk tiga orang hakim dan Tamin menyanggupinya. Ia kemudian menghubungi rekannya Hadi Setiawan yang sudah berkomitmen untuk membantu dirinya. Tamin memberikan uang sejumlah 280 ribu dolar Singapura dalam amplop ke Hadi untuk diserahkan ke majelis hakim.
Pada 24 Agustus 2018, Helpandi bertemu dengan Merry Purba di lorong kerja dan mengatakan bahwa Tamin minta dibantu untuk putusan dan akan ada pemberian sejumlah uang dari Tamin.
Uang untuk Merry Purba diserahkan pada 25 Agustus 2018 di show room mobil Honda di Jalan Adam Malik, Helpandi lalu memberikan 150 ribu dolar Singapura kepada seorang pira yang mengendarai mobil Toyota Rush milik Merry Purba sedangkan uang untuk Sontan akan diserahkan sesaat putusan dibacakan yaitu 27 Agustus 2018.
Pada 27 Agustus 2018, majelis hakim memutuskan Tamin Sukardi terbukti secarasah dan meyakinkan melakukan tipikor secara bersama-sama dan dijatuhi pidana 6 tahun, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp132,468 miliar sedangkan hakim Merry Purba menyatakan "dissenting opinion" yaitu dakwaan tidak terbukti dengan adalan sudah ada putusan perdata berkekuatan hukum tetap.
Pada 28 Agustus 2018 petugas KPK lalu menangkap Helpandi, Tamin Sukardi, Merry Purba dan selanjutnya pada 4 September 2018 Hadi Setiawan meneyrahkan diri kepada petugas KPK di hotel Suncity Surabaya.
Atas tuntutan itu, Helpandi akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 21 Maret 2019.
"Menyatakan terdakwa Helpandi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helpandi berupa pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp320 juta subsider 5 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Haerudin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan alternatif pertama pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai hakim yang menerima janji atau hadiah.
"Hal yang memberatkan, terdakwa merupakan peserta aktif dan dominan dalam pelaksanaan penyerahan uang, terdakwa adalah perantara penerima yang telah ikut serta dalam proses persidangan dengan menghubungi majelis hakim dan menerima uang, terdakwa menyalahgunakan wewenangnya sebagai panitera," tambah jaksa
Jaksa juga menolak permintaan Helpandi untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator).
"Kami berpendapat permohonan sebagai 'justice collaborator' Helpandi tidak dapat dikabulkan karena termasuk kategori pelaku utama dan tidak memenuhi syarat dalam SEMA 2011," ungkap jaksa.
Namun jaksa menilai bahwa keterangan yang disampaikan Helpandi membantu mengungkap perbuatan pidana yang dilakukan hakim sehingga menjadikannya sebagai faktor yang meringankan dalam tuntutan hukum.
Dalam perkara ini Helpandi terbukti menerima 280 ribu dolar Singapura (sekira Rp2,96 miliar) dari Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi dimana sebanyak 150 ribu dolar Singapura diberikan untuk kepentingan Merry Purba sedangkan sisanya 130 ribu dolar Singapura rencananya akan diberikan kepada Sontan Merauke Sinaga selaku hakim anggota I.
Tujuan pemberian itu adalah agar Tamin mendapat putusan bebas dalam putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn mengenai pengalihan tanah negara/milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa di Pasa IV Desa Helvetia, Deli Serdang atas nama Tamin Sukardi.
Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan menunjuk Wahyu Prasetyo Wibowo sebagai hakim ketua, Sontan Merauke Sinaga sebagai hakim anggota I dan Merry Purba sebagai hakim anggota II Ad hoc, serta Helpandi sebagai panitera pengganti. Wahyu lalu menerbitkan surat penetapan penahan terhadap Tamin di rutan Tanjung Gusta Medan selama 30 hari sejak 10 April 2018.
Tamin mengajukan permohonan pengalihan status menjadi tahanan rumah dengan alasan medis pada 9 Juli 2018. Saat Helpandi mengajukan draf pengalihan status Tamin, masing-masing hakim menanyakan kepada Helpandi dengan kalimat "kok hanya tanda tangan saja?"
Dalam beberapa kali permintaan tanda tangan untuk penetapan izin berobat Tamin terlontar pertanyaan baik dari Merry Purba, Sontan Merauke maupun Wahyu Prasetyo dengan kalimat seperti 'kok gini-gini aja?' atau 'kerja baktinya aja kita dek?', atau 'teken aja kita ini?'. Atas kalimat tersebut Helpandi memahaminya sebagai permintaan uang atau barang dari majelis hakim.
Staf administrasi perusahaan Tamin, Sudarni Samosir lalu melaporkan hasil pertemuan dengan Helpandi kepada Tamin dan ia pun meminta agar mengkomunikasikan dengan majelis hakim agar hakim tidak kecewa dan agar putusan perkaranya bebas pada 27 Agustus 2018.
Helpandi lalu menyebut untuk menyiapkan sebesar Rp3 miliar untuk tiga orang hakim dan Tamin menyanggupinya. Ia kemudian menghubungi rekannya Hadi Setiawan yang sudah berkomitmen untuk membantu dirinya. Tamin memberikan uang sejumlah 280 ribu dolar Singapura dalam amplop ke Hadi untuk diserahkan ke majelis hakim.
Pada 24 Agustus 2018, Helpandi bertemu dengan Merry Purba di lorong kerja dan mengatakan bahwa Tamin minta dibantu untuk putusan dan akan ada pemberian sejumlah uang dari Tamin.
Uang untuk Merry Purba diserahkan pada 25 Agustus 2018 di show room mobil Honda di Jalan Adam Malik, Helpandi lalu memberikan 150 ribu dolar Singapura kepada seorang pira yang mengendarai mobil Toyota Rush milik Merry Purba sedangkan uang untuk Sontan akan diserahkan sesaat putusan dibacakan yaitu 27 Agustus 2018.
Pada 27 Agustus 2018, majelis hakim memutuskan Tamin Sukardi terbukti secarasah dan meyakinkan melakukan tipikor secara bersama-sama dan dijatuhi pidana 6 tahun, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp132,468 miliar sedangkan hakim Merry Purba menyatakan "dissenting opinion" yaitu dakwaan tidak terbukti dengan adalan sudah ada putusan perdata berkekuatan hukum tetap.
Pada 28 Agustus 2018 petugas KPK lalu menangkap Helpandi, Tamin Sukardi, Merry Purba dan selanjutnya pada 4 September 2018 Hadi Setiawan meneyrahkan diri kepada petugas KPK di hotel Suncity Surabaya.
Atas tuntutan itu, Helpandi akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 21 Maret 2019.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: