Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah mengkaji kembali besaran Bea Masuk (BM) impor teh berkualitas rendah sebagai upaya mendorong industri teh nasional.

"Kebijakan bea masuk bagi teh yang saat ini 20 persen mungkin perlu ditinjau kembali, dan kalau masih memungkinkan bisa ditingkatkan bea masuknya," kata Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Kadin juga meminta pemerintah mempertimbangkan penerapan persyaratan non tariff barriers seperti halal dan wajib SNI untuk mengurangi teh impor berkualitas rendah.

Rosan mengatakan teh impor berkualitas rendah banyak digunakan sebagai bahan campuran dengan teh Indonesia untuk kemudian dipasarkan baik di dalam maupun luar negeri.

Menurut dia, hal tersebut dapat menurunkan kualitas teh Indonesia yang selama ini merupakan teh terbaik dunia. Selain menurunkan kualitas, teh impor juga berdampak pada perkembangan industri teh Indonesia.

"Kami akan kaji betul, karena maraknya impor ini dampaknya akan terasa kepada para pelaku agribisnis perkebunan teh. Bukan hanya perkebunan rakyat, tapi juga perkebunan milik negara dan swasta," katanya.

Secara ekonomi, komoditas hasil perkebunan ini merupakan salah satu unggulan. Perkebunan teh rakyat di Indonesia bahkan disebut mencapai 46 persen dari total perkebunan teh yang ada sehingga produktivitasnya terus digenjot.

Di sisi lain, ekspor teh Indonesia ke Eropa masih terkendala dengan ketatnya persyaratan, misalnya dengan pengenaan MRL (batas maksimum residu) tertentu mengenai kandungan anthraquinon yang harus 0,02 persen. "Perlu diperkuat lobi dengan Eropa," katanya.

Kadin juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mengalokasikan kredit murah dengan prosedur yang mudah, terutama untuk perbaikan kebun dan pemeliharaan tanaman; penggantian tanaman tua dengan klon-klon teh unggul yang produktivitasnya bisa mencapai 2,5-5 ton/hektare/tahun, serta modernisasi atau penggantian mesin-mesin tua.