London (ANTARA) - Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf menegaskan sektor ekonomi kreatif dari subsektor penerbitan akan menjadi sumber kekuatan Indonesia di masa depan seiring dengan semakin dikenalnya karya-karya kreatif Indonesia oleh dunia internasional. “Ekonomi kreatif dari subsektor penerbitan selama ini menyumbang sebagai satu dari sektor ekonomi kreatif Indonesia,” kata Triawan di London, Senin malam waktu setempat saat berbicara dalam paparan tiga penulis karya kreatif bertajuk 17.000 Islands of Imagination: Indonesian Literature Today.

Dalam acara yang diselenggarakan di Knowledge Centre, British Library yang dihadiri ratusan hadirin dari komunitas internasional itu, Triawan mengatakan dengan makin dikenalnya karya-karya kreatif penulis Indonesia oleh pembaca dunia, sumbangan subsektor penerbitan akan semakin besar.

Dalam acara yang diselenggarakan sebagai bagian dari London Book Fair 2019 itu, di mana Indonesia diundang sebagai Market Focus Country, Triawan menegaskan pemerintah memiliki komitmen untuk mengembangkan ekonomi kreatif, dalam hal ini subsektor penerbitan, dengan kolaborasi bersama institusi lain seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam kesempatan itu, Dewi Lestari, satu dari tiga penulis buku yang tampil di British Library mengatakan, sejak kehadiran Indonesia sebagai tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015, buku-buku karya penulis Indonesia semakin dibaca oleh publik dunia.

Penerjemahan karya-karya kreatif seperti novel ke bahasa asing telah diperbanyak dan hal itu makin membuat penulis Indonesia mendunia, kata penulis Filosofi Kopi itu.

Dewi yakin bahwa dalam empat atau lima tahun ke depan, perkembangan yang positif dalam dunia perbukuan akan terjadi dengan semakin banyaknya buku-buku yang diterjemahkan.

Selain Dewi, yang tampil berbicara juga malam itu adalah penulis buku perjalanan Agustinus Wibowo dan pengarang yang juga esais Seno Gumira Ajidarma. Ketiga penulis itu memaparkan kredo kepenulisan dan perspektif mereka tentang identitas dan kemajemukan Indonesia yang membingkai mereka sebagai pencipta karya-karya kreatif.

Dalam acara yang dipandu Louise Doughty, penulis fiksi dan nonfiksi berbahasa Inggris itu, Seno mengatakan bahwa bahasa Indonesia telah membebaskannya dari situasi yang mengkungkungnya. “Sebagai Muslim, saya tak bisa berbahasa Arab,” ujarnya.

Agustinus Wibowo menceritakan pengalaman hidupnya yang menimbulkan pertanyaan eksistensial tentang makna identitas diri dan arti rumah yang sejati. Baginya, rumah yang menjadi tempat tinggal identitas adalah keadaan dalam pikiran. Agustinus yang beretnis Tionghoa itu merasa menemukan identitasnya lewat berbagai perjalanan yang ditempuhnya, di berbagai kawasan Asia seperti Afghanistan, India dan Nepal.

Dalam LBF 2019, ketiga penulis karya-karya kreatif itu menjadi bagian dari 12 penulis yang diundang untuk berbicara dan memamerkan karya-karya mereka.

Bekraf berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Komite Buku Nasional didukung British Council dan pelaku ekonomi kreatif mengemas LBF 2019 dalam berbagai ajang pameran tak cuma buku-buku tapi juga karya kreatif dalam bentuk kreasi permainan, karya grafis, arsitektur, bahkan mode busana dan kuliner.

Baca juga: Panitia : penjualan hak cipta diharapkan meningkat dalam LBF 2019

Baca juga: Kepala Bekraf ingin literatur Indonesia digemari dunia