Nairobi (ANTARA) - Sidang Umum Lingkungan Hidup (UNEA) Keempat dimulai pada Senin (11/3) di Kenya dengan diliputi suasana suram setelah kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines sehari sebelumnya.

Para pemimpin dunia dan pegiat lingkungan hidup berkumpul di Nairobi, Kenya, di Markas Lingkungan Hidup PBB. Sidang dimulai pada hari itu dengan pengheningan cipta selama beberapa menit untuk mengenang 157 orang di pesawat Ethiopian Airlines yang meninggal pada Ahad (10/3). Sebanyak 22 di antara mereka adalah delegasi yang akan menghadiri konferensi tersebut.

"Saya dengan tulus berterima kasih kepada Kelompok Eropa Timur karena mencalonkan saya sebagai presiden dan memberi kepercayaan dan mendukung saya sepanjang kepresidenan saya. Saya ingin menyampaikan belasungkawa saya buat mereka yang telah kehilangan orang yang mereka cintai dalam kecelakaan itu," kata Siim Kiisler, Presiden UNEA dan Menteri Lingkungan Hidup Estonia, dalam pidato pembukaan konferensi.

Perasaan yang sama dikumandangkan oleh pembicara lain termasuk Menteri Lingkungan Hidup Kenya Kenako Tobiko dan Penjabat Direktur Pelaksana Program Lingkungan Hidup PBB Joyce Msuya.

Di antara 157 korban adalah staf PBB, penerjemah dan delegasi yang berangkat dengan pesawat itu menuju Nairobi.

Baca juga: WFP berduka atas kepergian 7 staf, termasuk WNI, korban Ethiopian Airlines

Sekretaris Jenderal Aliansi Kehakiman Cuaca Pan Afrika (PCJA) Mithika Mwenda termasuk di antara lebih dari 4.700 peserta yang menghadiri pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi tersebut, kata Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa.

"Suasana di sini sangat buruk. Suasanya suram sebab sejumlah nyawa telah hilang --mereka yang akan datang dari PBB dan juga mereka yang datang sebagai peserta dari berbagai belahan dunia. Suasanya menyedihkan, dan kami benar-benar bersimpati buat mereka dan menyampaikan belasungkawa kami kepada keluarga mereka yang meninggal," katanya.

Dalam KTT itu, satu laporan dikeluarkan untuk memperingatkan bahwa tindakan mendesak diperlukan guna menanggulangi polusi kimia, dan ukuran industri kimia global, yang diperkirakan berlipat pada 2030.

Salah seorang penulis laporan tersebut, David Kapindula dari Lembaga Lingkungan Hidup Zambia, memperingatkan bahwa negara Afrika dan negara berkembang mesti berminat untuk menanggulangi banyak masalah pencemaran kimia di negara mereka.

"Temuan mengenai Kondisi Kimiawi Global Kedua sangat penting buat negara berkembang. Laporan itu menyoroti pelaksanaan yang tak seimbang mengenai penanganan limbah dan bahan kimia dan merujuk pada kesempatan bagi peningkatan pembagian pengetahuan, kemampuan pembangunan dan pendanaan yang inovatif," kata Kapindula.

Baca juga: Maskapai Meksiko tangguhkan Boeing 737 MAX 8
Baca juga: Pesawat Ethiopian Airlines menuju Nairobi jatuh, 157 orang tewas