Ratusan korban bencana Sulteng kongres Tuntut hak
11 Maret 2019 10:48 WIB
Ratusan korban bencana gempa dan likuefaksi serta tsunami dari Palu, Sigi dan Donggala menuntut hak, dalam kongres korban bencana Pasigala, Senin 11/3 (Antaranews Sulteng/Muhammad Hajiji)
Palu (ANTARA) - Ratusan korban gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), Senin, berkumpul dan menggelar kongres menuntut hak korban setelah lima bulan bencana menghatam wilayah tersebut, di Lapangan Vatulemo Palu.
"Hari ini kita menyatukan tuntutan - keinginan - pendapat, " kata salah satu orator Kongres Korban Bencana Pasigala.
Terdapat lima poin tuntutan korban bencana Pasigala, yang berkumpul di depan Kantor Wali Kota Palu. Pertama,mentolak mekanisme dana stimulan yang berbelit. Kedua, ganti rugi lahan dan menolak direlokasi. Ketiga, bayarkan segera santunan duka. Keempat, ganti rugi harta korban jarahan. Kelima, talangi utang korban.
Para korban bencana alam tersebut meminta agar negara hadir untuk bertanggung jawab terhadap korban di Sulteng. Mereka mendesak agar tuntutan tersebut harus disetujui oleh negara untuk pemulihan kedepan.
Mewakili korban bencana gempa dan likuefaksi Sigi, Imran Latjedi mengemukakan, pemerintah dalam melakukan penanganan pascabencana dan pemulihan tidak berkoordinasi serta berdialog dengan korban.
"Korban tidak pernah diajak berdialog dalam penanganan korban," ujarnya.
Padahal mestinya, menurut dia, pemerintah perlu berdialog dengan korban, agar langkah penanganan dan pemulihan pascabencana tepat sasaran.
Hunian sementara(Huntara), kata Imran, yang di bangun oleh pemerintah tidak representatif, hal itu merupakan akibat dari tidak adanya dialog dalam pembangunan Huntara oleh pemerintah dengan masyarakat.
"Proses pemulihan harus melibatkan korban. Huntara yang di bangun tidak melibatkan korban,"ujarnya.
Korban mengakui tidak pernah diajak berdialog dalam penanganan pascabencana, pembangunan Huntara maupun relokasi untuk pembangunan hunian tetap(Huntap).
Karena itu,Imran menilai, pemerintah tidak melakukan dialog dengan korban, sama halnya pemerintah melalaikan tugasnya dalam penanganan pascabencana.
"Pemerintah tidak menempatkan diri sebagai orang tua, sebagai orang yang dituakan dalam penanganan korban pascabencana. Padahal, korban mengharapkan pemerintah bertindak sebagai orang yang dituakan, agar dapat berdialog," tandasnya. Imran.
Korban dari 127 shelter pengungsian di Palu, Donggala dan Sigi berkumpul menuntut hak dalam kongres bencana pasigala.
"Hari ini kita menyatukan tuntutan - keinginan - pendapat, " kata salah satu orator Kongres Korban Bencana Pasigala.
Terdapat lima poin tuntutan korban bencana Pasigala, yang berkumpul di depan Kantor Wali Kota Palu. Pertama,mentolak mekanisme dana stimulan yang berbelit. Kedua, ganti rugi lahan dan menolak direlokasi. Ketiga, bayarkan segera santunan duka. Keempat, ganti rugi harta korban jarahan. Kelima, talangi utang korban.
Para korban bencana alam tersebut meminta agar negara hadir untuk bertanggung jawab terhadap korban di Sulteng. Mereka mendesak agar tuntutan tersebut harus disetujui oleh negara untuk pemulihan kedepan.
Mewakili korban bencana gempa dan likuefaksi Sigi, Imran Latjedi mengemukakan, pemerintah dalam melakukan penanganan pascabencana dan pemulihan tidak berkoordinasi serta berdialog dengan korban.
"Korban tidak pernah diajak berdialog dalam penanganan korban," ujarnya.
Padahal mestinya, menurut dia, pemerintah perlu berdialog dengan korban, agar langkah penanganan dan pemulihan pascabencana tepat sasaran.
Hunian sementara(Huntara), kata Imran, yang di bangun oleh pemerintah tidak representatif, hal itu merupakan akibat dari tidak adanya dialog dalam pembangunan Huntara oleh pemerintah dengan masyarakat.
"Proses pemulihan harus melibatkan korban. Huntara yang di bangun tidak melibatkan korban,"ujarnya.
Korban mengakui tidak pernah diajak berdialog dalam penanganan pascabencana, pembangunan Huntara maupun relokasi untuk pembangunan hunian tetap(Huntap).
Karena itu,Imran menilai, pemerintah tidak melakukan dialog dengan korban, sama halnya pemerintah melalaikan tugasnya dalam penanganan pascabencana.
"Pemerintah tidak menempatkan diri sebagai orang tua, sebagai orang yang dituakan dalam penanganan korban pascabencana. Padahal, korban mengharapkan pemerintah bertindak sebagai orang yang dituakan, agar dapat berdialog," tandasnya. Imran.
Korban dari 127 shelter pengungsian di Palu, Donggala dan Sigi berkumpul menuntut hak dalam kongres bencana pasigala.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Alex Sariwating
Copyright © ANTARA 2019
Tags: