Polisi panggil peserta aksi Kamisan
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (tengah) didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kanan) bersiap memberikan keterangan pers usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/3/2019). Pihak kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap Robertus Robet pascapenetapan statusnya sebagai tersangka atas dugaan penghinaan terhadap institusi TNI saat mengikuti Aksi Kamisan pada Kamis (28/2) di depan Istana Negara terkait kritik terhadap Dwi Fungsi TNI (Indrianto Eko Suwarso)
"Saksi yang terkait peristiwa itu, misalnya yang ada di demo saat Kamisan. Kan ada beberapa saksi, saksi yang terlibat langsung dalam suatu peristiwa, yang mendengar, melihat, yang berada di lokasi, akan dimintai keterangan," tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Bareskrim belum akan memanggil Robertus Robet lagi dan saksi ahli pidana serta ahli bahasa karena keterangannya dinilai sudah cukup.
Selain membuat rencana tindak lanjut pemanggilan saksi-saksi, penyidik Bareskrim Polri masuh melakukan verifikasi alat bukti yang dimiliki untuk penyempurnaan berkas perkara.
Alat bukti yang dimiliki adalah video pertama sampai viral yang sudah diidentifikasi penyidik sebagai petunjuk serta hasil pemeriksaan saksi ahli pidana dan bahasa tersebut.
"Dari dua alat bukti itu, penyidik melakukan upaya paksa kemudian dalam proses riksa Saudara R mengaku perbuatan. Tambah pengakuan menjadi tiga alat bukti, cukup untuk menetapkan tersangka," ucap Dedi Prasetyo.
Robertus Robet telah diperbolehkan pulang setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum pada Kamis (7/3) sore.
Ia ditangkap karena memplesetkan Mars TNI saat berorasi dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Jakarta, 28 Februari 2019 lalu. Rekaman videonya kemudian beredar di media sosial.
Atas perbuatannya, ia diancam dengan pasal penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHP.
Baca juga: Polisi: Kebebasan berpendapat ada batasnya
Baca juga: Moeldoko: Kebebasan berekspresi jangan singgung psikologi prajurit
Baca juga: Politikus PDI Perjuangan sebut penangkapan Robertus Robet berlebihan
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019