Jakarta (ANTARA) - Aktivis HAM Robertus Robet (47 tahun) diperbolehkan pulang setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum.

"Hari ini saudara R setelah diperiksa, kemudian menjalani proses administrasi, menandatangani beberapa berita acara, saudara R dipulangkan oleh penyidik," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo saat dihubungi, Kamis.

Dalam kasus ini, sebelum menangkap Robertus, penyidik telah melakukan gelar perkara dan memeriksa beberapa ahli terlebih dulu.

"(Diperiksa) saksi ahli, baik ahli pidana, kemudian ahli bahasa. Kemudian membuat konstruksi hukumnya dulu untuk Pasal 207 KUHP," katanya.

Dalam kasusnya, Robert tidak ditahan karena ancaman hukuman dalam pasal yang menjeratnya, dibawah lima tahun penjara.

"Ancaman hukumannya cuma satu tahun enam bulan, jadi penyidik tidak menahannya dan hari ini dibolehkan pulang," katanya.

Dalam kasusnya, Robertus pun tidak dikenakan wajib lapor.

Meski demikian, penyidik dapat memanggil Robertus kembali bila masih memerlukan keterangan tambahan.

Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Robertus Robet di kediamannya di Depok, Jawa Barat, pada Rabu (6/3) malam.

Ia ditangkap karena memplesetkan Mars TNI saat berorasi dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Jakarta, 28 Februari 2019 lalu.

Rekaman videonya kemudian beredar di media sosial.

Atas perbuatannya, ia diancam dengan pasal penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHP.

Pasal 207 KUHP menyatakan barang siapa dengan sengaja di muka umum menghina suatu penguasa atau badan hukum akan diancam pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan.