Jakarta (ANTARA) - Partai NasDem menduga menjelang pelaksanaan Pemilu 17 April 2019 ada upaya sistematis untuk mendelegitimasi pemilu dengan menyebarkan hoaks kepada KPU.
"Sekarang KPU diteror dengan hoaks. Sepertinya ada upaya sistematis untuk mendelegitimasi pemilu melalui opini agar publik tidak mempercayai KPU dan hasil kerja KPU mengenai Pemilu Serentak 2019 khususnya pemilihan presiden," kata Ketua Bappilu Partai NasDem, Effendy Choirie, di Jakarta, Kamis.
Belakangan ini KPU disudutkan dengan berita-berita hoaks, dimana beredar video yang menyebutkan ada surat suara di Sumatera Utara sudah tercoblos pasangan calon nomor 01, Jokowi-KH Ma'ruf Amin. KPU Sumatera Utara sigap langsung melaporkan akun Facebook itu ke Polda Sumatera Utara.
Sebelumnya, ada pula isu yang menyebutkan ada surat suara sebanyak 7 kontainer dari Cina tiba di Tanjung Priok, Jakarta dan surat suara tersebut sudah tercoblos nomor 01. KPU Pusat bergegas memeriksa kontainer tersebut dan hasilnya nihil alias hoaks.
Selain itu digoreng pula isu KTP elektronik untuk orang asing seolah-olah KPU yang membolehkan pemberian KTP elektronik untuk orang asing.
Padahal KTP elektronik untuk orang asing merupakan perintah UU Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 63 UU Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan berbunyi: Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP elektronik.
"Jadi apa yang salah kalau orang asing punya KTP elektronik. Inilah kalau elite pikirannya hanya memutarbalikkan fakta. Tidak membaca undang-undang, tetapi sekadar berbunyi. Padahal itu mempertontonkan ketidaktahuannya," kata dia.
Dikatakan, orang asing pemegang KTP elektronik tentunya tidak mempunyai hak pilih di Indonesia. Dengan demikian, orang asing pemegang KTP elektronik juga tidak boleh terdaftar di dalam DPT.
Selain sejumlah berita hoaks di atas, KPU juga terus diserang seolah tidak netral ketika membolehkan Aparatur Sipil Negara (ASN) menyosialisasikan program pemerintah. Alasannya ASN harus netral.
Menurut Gus Choi, netralitas ASN adalah di tempat pemungutan suara, ketika menggunakan hak pilihnya, bukan di ruang kerja. Di ruang kerja, seorang ASN adalah abdi negara, abdi masyarakat yang melaksanakan program pemerintah yang dikepalai Presiden. Jadi, di ruang kerja ASN adalah anak buah Presiden.
Menurutnya, penyebaran hoaks yang diarahkan ke KPU bukan tidak mungkin merupakan sebuah skenario besar dan sistematis untuk menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu sehingga terjadi delegitimasi hasil pemilu.
Dikhawatirkan dalam dua bulan ke depan isu-isu akan muncul lagi lebih marak di daerah lain menyangkut KPU setempat, untuk menimbulkan kesan KPU secara keseluruhan bermasalah.
"Kecurigaan ini beralasan. Sekarang KPU dibidik. Apalagi ada tekanan-tekanan ke KPU Pusat agar melakukan audit IT. Jika tidak bersih, Prabowo akan mundur. Kelihatan sekali ada agenda setting, entah oleh siapa," ucapnya.
Dengan alasan itu, katanya, polisi harus segera memproses laporan yang disampaikan KPU Sumut dan diharapkan Polda Sumut segera mengungkap pemilik akun FB tersebut. Termasuk kemungkinan adanya aktor intelektual yang menjadi dirigen serta jaringannya.
Dalam kesempatan itu, Gus Choi pun mengajak semua pihak kembali menggunakan akal sehat dan tidak secara serampangan membuat pernyataan yang mendiskreditkan atau melemahkan KPU.
"Jangan pamer kebiasaan suka tuding sana sini, menyalahkan orang lain. Ingat ya, di saat satu jari menuding orang lain, tiga jari sedang mengarah ke diri sendiri," kata Gus Choi.
NasDem duga ada upaya delegitimasi Pemilu secara sistematis
7 Maret 2019 15:11 WIB
Ketua Bappilu Partai NasDem, Effendy Choirie (tengah). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: