Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan awal musim kemarau akan dimulai pada April, Mei dan Juni 2019 yang terjadi di 80 persen wilayah Indonesia.

"Musim kemarau ditandai adanya peralihan angin Monsun Baratan (Monsun Asia) ke angin Monsun Timuran (Monsun Australia)," kata Deputi Klimatologi BMKG Herizal di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, peredaran angin Monsun tersebut dimulai dari wilayah Nusa Tenggara pada Maret, lalu di wilayah Bali, dan Jawa pada April, kemudian sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi pada Mei.

Monsun Australia sepenuhnya akan dominan di wilayah Indonesia pada Juni hingga Agustus.

Dari 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 79 ZOM atau 23,1 persen diprediksi akan mengawali musim kemarau pada April yaitu di sebagian wilayah Nusa Tenggara, Bali dan Jawa.

Sementara sebanyak 99 ZOM atau 28,9 persen memasuki musim kemarau pada Mei meliputi sebagian Bali, Jawa, Sumatera dan sebagian Sulawesi.

Sedangkan 96 ZOM atau 28,1 persen memulai musim kemarau pada Juni yaitu di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Namun sejumlah wilayah mengalami musim kemarau lebih awal yaitu sebagian wilayah NTT, NTB, Jawa Timur bagian timur, Jawa Tengah, Jawa Barat bagian tengah dan selatan, sebagian Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Riau serta Kalimantan Timur dan Selatan.

Kewaspadaan dan antisipasi dini juga diperlukan untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya yaitu di wilayah NTT, NTB, Bali, Jawa bagian selatan dan utara, sebagian Sumatera, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Merauke.

Lebih lanjut Herizal mengatakan, puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada Agustus dan September 2019.

"Maka daerah-daerah yang mengalami musim kemarau lebih kering diminta untuk meningkatkan kewaspadaan dan perhatian ekstra terutama yang rawan kebakaran hutan dan lahan," kata Herizal.