Aktivis dan pengamat gugat UU Pemilu
5 Maret 2019 18:28 WIB
Sejumlah aktivis dan pengamat hukum tata negara mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Pasal 348 ayat (9), Pasal 348 ayat (4), Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), dan Pasal 383 ayat (2) UU 7/2017 (UU Pemilu) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (5/3). Para pemohon menilai pasal-pasal tersebut telah menghambat atau menghilangkan hak pemilih warga Negara yang harusnya justru dilindungi dan difasilitasi negara. (ANTARA / Integrity)
Jakarta, 5/3 (Antara) - Sejumlah aktivis dan pengamat hukum tata negara mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Pasal 348 ayat (9), Pasal 348 ayat (4), Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), dan Pasal 383 ayat (2) UU 7/2017 (UU Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK)
"Pasal-pasal tersebut dimohonkan karena menghambat atau menghilangkan hak pemilih warga negara yang harusnya dilindungi dan difasilitasi. Permohonan ini tujuan utamanya adalah menyelamatkan suara rakyat," ujar kuasa hukum para pemohon Denny Indrayana di Gedung MK Jakarta, Selasa.
Pasal-pasal tersebut, kata Denny, menyebabkan pemilih yang tidak memiliki KTP- e kehilangan hak memilih.
"Saya konfirmasi ke Dirjen Dukcapil, meskipun beliau sudah berusaha keras bekerja, tetapi ternyata masih ada sekitar empat juta penduduk yang belum punya KTP-e," jelas Denny.
Hal ini menjadikan sekitar empat juta penduduk yang merupakan kelompok rentan seperti masyarakat adat, kaum miskin kota, penyandang disabilitas, panti sosial, warga binaan di Lapas dan Rutan, dan beberapa pemilih lain yang tidak mempunyai akses yang cukup untuk memenuhi syarat pembuatan KTP elektronik.
Denny menambahkan ketentuan tersebut juga menyebabkan pemilih yang pindah lokasi tempat tinggal memilih berpotensi kehilangan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif.
"Misalnya, kalau pindah provinsi memilih, maka yang bersangkutan hanya akan mendapatkan kertas suara Pemilu Presiden, dan tidak akan dapat memilih seluruh calon anggota legislatif pada semua tingkatan," jelas Denny.
Selain itu, pemohon juga mengajukan pengujian untuk Pasal 350 ayat (2) UU Pemilu supaya dinyatakan konstitusional bersyarat, dengan tujuan untuk memungkinkan dibuatnya TPS khusus agar para pemilih dengan kebutuhan khusus, tidak kehilangan hak pilihnya.
"Jangankan jutaan, satu suara pun sebenarnya secara konstitusi tidak boleh hilang hanya karena alasan prosedural, dan itu ada dalam putusan MK tahun 2009," pungkas Denny.
Adapun para pemohon dari uji materi ini adalah Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari, mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, serta empat orang warga negara Indonesia yang dua diantaranya adalah warga binaan di Lapas Tangerang.
Baca juga: UU Pemilu paling banyak diuji di MK
Baca juga: UU Pemilu telah 21 kali diuji di MK
"Pasal-pasal tersebut dimohonkan karena menghambat atau menghilangkan hak pemilih warga negara yang harusnya dilindungi dan difasilitasi. Permohonan ini tujuan utamanya adalah menyelamatkan suara rakyat," ujar kuasa hukum para pemohon Denny Indrayana di Gedung MK Jakarta, Selasa.
Pasal-pasal tersebut, kata Denny, menyebabkan pemilih yang tidak memiliki KTP- e kehilangan hak memilih.
"Saya konfirmasi ke Dirjen Dukcapil, meskipun beliau sudah berusaha keras bekerja, tetapi ternyata masih ada sekitar empat juta penduduk yang belum punya KTP-e," jelas Denny.
Hal ini menjadikan sekitar empat juta penduduk yang merupakan kelompok rentan seperti masyarakat adat, kaum miskin kota, penyandang disabilitas, panti sosial, warga binaan di Lapas dan Rutan, dan beberapa pemilih lain yang tidak mempunyai akses yang cukup untuk memenuhi syarat pembuatan KTP elektronik.
Denny menambahkan ketentuan tersebut juga menyebabkan pemilih yang pindah lokasi tempat tinggal memilih berpotensi kehilangan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif.
"Misalnya, kalau pindah provinsi memilih, maka yang bersangkutan hanya akan mendapatkan kertas suara Pemilu Presiden, dan tidak akan dapat memilih seluruh calon anggota legislatif pada semua tingkatan," jelas Denny.
Selain itu, pemohon juga mengajukan pengujian untuk Pasal 350 ayat (2) UU Pemilu supaya dinyatakan konstitusional bersyarat, dengan tujuan untuk memungkinkan dibuatnya TPS khusus agar para pemilih dengan kebutuhan khusus, tidak kehilangan hak pilihnya.
"Jangankan jutaan, satu suara pun sebenarnya secara konstitusi tidak boleh hilang hanya karena alasan prosedural, dan itu ada dalam putusan MK tahun 2009," pungkas Denny.
Adapun para pemohon dari uji materi ini adalah Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari, mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, serta empat orang warga negara Indonesia yang dua diantaranya adalah warga binaan di Lapas Tangerang.
Baca juga: UU Pemilu paling banyak diuji di MK
Baca juga: UU Pemilu telah 21 kali diuji di MK
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: