Kekerdilan anak di Aceh ditargetkan di bawah angka nasional
Kuliah Umum Menkes Di Kupang Sejumlah mahasiswa dari Politeknik Kesehatan Negeri Kupang menyalami Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek (tengah) yang usai memberikan kuliah umum di Kupang, NTT, Selasa (2/5/2017). Pada kuliah umum dengan tema "Kebijakan Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Kekeluargaan" yang dihadiri ratusan mahasiswa serta dosen dari Poltekes Negeri Kupang itu, Menkes memaparkan mengenail masalah kekerdilan terhadap anak (stunting), Gizi Buruk, serta menjelaskan tentang masalah pentingnya kehidupan keluarga yang sehat. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
"Angka kekerdilan di Aceh memang relatif tinggi dan saat ini kita juga sedang mengecek kembali terhadap data itu. Penanganan yang dilakukan sesuai dengan data faktual yang ada di lapangan," kata Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah di Blang Padang, Banda Aceh, Minggu.
Pernyataan itu disampaikannya di sela-sela deklarasi gerakan kekerdilan di Provinsi Aceh yang diikuti oleh seluruh pemangku kepentingan dan pemerintah kabupaten/kota di seluruh Aceh.
Ia menjelaskan sebagai komitmen Pemprov Aceh untuk mengatasi gangguan pertumbuhan tinggi badan anak disebabkan kurangnya asupan gizi di provinsi ujung paling barat Indonesia itu adalah dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 14 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerdilan Terintegrasi di Aceh.
Regulasi yang dikeluarkan tersebut merupakan bagian dari landasan menggalang komitmen para pihak untuk mengakomodasi kebutuhan pelayanan bagi setiap anak di daerah, sehingga penanganan kekerdilan dapat dilakukan secara bersama-sama.
"Pelayanan yang dimaksud ini bersifat komprehensif, mulai dari masalah kesehatan, sosialisasi, peningkatan gizi, pemantauan, evaluasi dan sebagainya. Intinya, kita harus meningkatkan perhatian bagi tumbuh kembang anak di daerah ini," katanya.
Ia mengajak semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama memberikan perhatian dan juga memiliki komitmen yang sama untuk melahirkan generasi muda sehat sehingga menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
"Jika ingin menjadi bangsa yang maju, pembinaan generasi muda harus kita utamakan. Pembinaan itu tidak hanya soal pendidikan, tetapi harus dimulai dari kesehatan fisik sejak usia dini," katanya.
Dinas Kesehatan Aceh menyatakan, prevalensi kekerdilan di Aceh saat ini mencapai 37,9 persen dari angka nasional 30,8 persen.
Ia mengemukakan, dalam menurunkan angka kekerdilan di Aceh tersebut nantinya juga akan diikuti oleh peraturan dari pemerintah kabupaten dan kota sehingga upaya menekan angka kekerdilan di provinsi berpenduduk sekitar 5 juta jiwa itu dapat terwujud.
Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati mengatakan penyebab utama kekerdilan ini adalah kurangnya perhatian bagi tumbuh kembang anak, terutama asupan gizi yang berakibat tubuh si anak menjadi pendek dan daya tahannya tidak terlalu kuat.
"Aceh masuk daerah dengan prevalensi gizi buruk cukup tinggi di Indonesia. Ada banyak faktor penyebab terjadi kasus ini, antara lain, minimnya kesadaran keluarga dalam menjaga kesehatan, kurangnya memahami pentingnya ASI bagi bayi dan rendahnya kepedulian pada makanan suplemen bagi anak," katanya.
Karena itu, dia mengajak semua pihak untuk meningkatakan kampanye "sadar gizi" dan juga Gerakan Pencegahan dan Penanganan Kekerdilan Terintegrasi di Aceh dalam upaya mengatasi persoalan tersebut.
"Tim Penggerak PKK di seluruh Aceh siap berada garis di depan dalam mengampanyekan gerakan ini dan untuk memaksimalkan kegiatan ini kami juga membutuhkan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, elemen masyarakat, akademisi, pegiat medis, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, LSM dan lembaga non pemerintah lainnya," kata Dyah.
Dalam kegiatan tersebut Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Wakil TP PKK Aceh Dyah Erti Idawati, para unsur Forkopimda Aceh serta Bupati dan Wakil Bupati Aceh ikut membaca deklarasi pencegahan dan penanganan kekerdlan terintegrasi di Aceh.
Baca juga: Jusuf Kalla: Kekerdilan anak harus dicegah sejak dini
Baca juga: Perlu intervensi gizi cegah gagal tumbuh menjadi kerdil
Baca juga: Kasus stunting bukan hanya karena kemiskinan
Pewarta: M Ifdhal
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019