Kebanggan pada sarung harus dikembalikan
1 Maret 2019 17:35 WIB
Penenun membuat sarung sutra Kaili di salah satu industri rumahan di Desa Tampaure, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, Kamis (28/2/2019). Tenun kain sutra Kaili dijual dengan harga Rp500 ribu hingga Rp900 ribu, tergantung dari motif dan ukurannya dan dipasarkan ke berbagai wilayah Indonesia hingga mancanegara. (ANTARA FOTO/AKBAR TADO)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Sri Adiningsih berharap penyelenggaran Festival Sarung Indonesia 2019 bisa menjadi mometum mengembalikan kembali kebanggaan masyarakat pada sarung.
Sri yang menjadi pembicara kunci sekaligus membuka diskusi terbuka sarung Indonesia di Kemendikbud RI, Jumat menyebut saat ini popularitas sarung memang mulai terpinggirkan dan nasibnya tak sebaik batik.
"Padahal sarung sudah menjadi budaya nasional dan bagian hidup kita tapi pamornya kalah sama batik," kata Sri.
Sri menyebut, sarung sebenarnya sangat istimewa karena banyak pengusaha kecil mikro dan menengah hampir di seluruh Indonesia yang bergerak di bidang produksi sarung.
Pengusaha-pengusaha kecil ini, kata Sri, selain punya motif-motif menarik yang beragam juga menjadi kerja kegiatan ekonomi yang potensial.
"Sarung jadi identitas bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Saking besarnya aset bangsa yang tentunya harus kita kembangkan bukan hanya kemudian kita pamerkan tapi bagiamana agar bisa mengembangkan ekonomi rakyat," ucap dia.
Saat ini, sarung Indonesia memang kerap jadi acuan model sarung di dunia, tak heran kalau kemudian sarung Indonesia sering diekspor ke luar negeri.
Beberapa di antaranya negara-negara di Timur Tengah seperti Dubai atau Yaman, Afrika seperti Afrika Selatan, Somalia, dan Djibouti, dan tentunya negara tetangga Indonesia seperti Brunei Darussalam dan Thailand,
"Sarung kita tumbuh dan berkembang bukan hanya nasional, tetapi juga global. Oleh karena itu saya bangga sama sarung Indonesia. Momentum ini harus bangkitkan kebanggan kita dan bisnis UMKM yang menciptakan banyak lapangan kerja, dan ekonomi daerah," ucap dia.*
Baca juga: Festival Sarung NTT akan diramaikan 10.000 peserta
Baca juga: Kemenkop dukung Festival Sarung Indonesia untuk dongkrak promosi UKM sarung
Sri yang menjadi pembicara kunci sekaligus membuka diskusi terbuka sarung Indonesia di Kemendikbud RI, Jumat menyebut saat ini popularitas sarung memang mulai terpinggirkan dan nasibnya tak sebaik batik.
"Padahal sarung sudah menjadi budaya nasional dan bagian hidup kita tapi pamornya kalah sama batik," kata Sri.
Sri menyebut, sarung sebenarnya sangat istimewa karena banyak pengusaha kecil mikro dan menengah hampir di seluruh Indonesia yang bergerak di bidang produksi sarung.
Pengusaha-pengusaha kecil ini, kata Sri, selain punya motif-motif menarik yang beragam juga menjadi kerja kegiatan ekonomi yang potensial.
"Sarung jadi identitas bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Saking besarnya aset bangsa yang tentunya harus kita kembangkan bukan hanya kemudian kita pamerkan tapi bagiamana agar bisa mengembangkan ekonomi rakyat," ucap dia.
Saat ini, sarung Indonesia memang kerap jadi acuan model sarung di dunia, tak heran kalau kemudian sarung Indonesia sering diekspor ke luar negeri.
Beberapa di antaranya negara-negara di Timur Tengah seperti Dubai atau Yaman, Afrika seperti Afrika Selatan, Somalia, dan Djibouti, dan tentunya negara tetangga Indonesia seperti Brunei Darussalam dan Thailand,
"Sarung kita tumbuh dan berkembang bukan hanya nasional, tetapi juga global. Oleh karena itu saya bangga sama sarung Indonesia. Momentum ini harus bangkitkan kebanggan kita dan bisnis UMKM yang menciptakan banyak lapangan kerja, dan ekonomi daerah," ucap dia.*
Baca juga: Festival Sarung NTT akan diramaikan 10.000 peserta
Baca juga: Kemenkop dukung Festival Sarung Indonesia untuk dongkrak promosi UKM sarung
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: