Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun penjara
1 Maret 2019 16:13 WIB
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih sebelum menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3/2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Golkar nonaktif Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua," kata Ketua Majelis Hakim Yanto saat pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat.
Vonis itu diberikan karena Eni terbukti menerima suap sejumlah Rp4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo
Eni membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Selain itu, Eni juga terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura diperoleh dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas.
Para pengusaha yang memberikan gratifikasi ke Eni adalah Prihadi Santoso selaku direktur PT Smelting sejumlah Rp250 juta, Herwin Tanuwidjaja selaku direktur PT One Connect Indonesia (OCI) sejumlah Rp100 juta dan 40 ribu dolar Singapura; Samin Tan selaku PT Borneo Lubung Energi dan Metal sejumlah Rp5 miliar dan Iswan Ibrahim selaku Presiden Direktur PT Isargas sejumlah Rp250 juta.
Adapun hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi karena tindak pidana korupsi meurpakan kejahatan luar biasa atau "extra ordinary crime".
Sementara keadaan yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan di persidangan, mengakui kesalahan dengan terus terang, telah menyerahkan sebagian uang yang telah diterimanya, dan belum pernah dihukum.
Selain, Hakim juga menghukum terdakwa Eni untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
"Dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan maka harta benda terdakwa Eni Maulani Saragih akan disita dan akan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," ucap Hakim Yanto.
Sementara itu, apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Selain itu, Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Eni.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Eni Maulani Saragih, yaitu pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," kata Hakim Yanto.
Eni terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua," kata Ketua Majelis Hakim Yanto saat pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat.
Vonis itu diberikan karena Eni terbukti menerima suap sejumlah Rp4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo
Eni membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Selain itu, Eni juga terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura diperoleh dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas.
Para pengusaha yang memberikan gratifikasi ke Eni adalah Prihadi Santoso selaku direktur PT Smelting sejumlah Rp250 juta, Herwin Tanuwidjaja selaku direktur PT One Connect Indonesia (OCI) sejumlah Rp100 juta dan 40 ribu dolar Singapura; Samin Tan selaku PT Borneo Lubung Energi dan Metal sejumlah Rp5 miliar dan Iswan Ibrahim selaku Presiden Direktur PT Isargas sejumlah Rp250 juta.
Adapun hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi karena tindak pidana korupsi meurpakan kejahatan luar biasa atau "extra ordinary crime".
Sementara keadaan yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan di persidangan, mengakui kesalahan dengan terus terang, telah menyerahkan sebagian uang yang telah diterimanya, dan belum pernah dihukum.
Selain, Hakim juga menghukum terdakwa Eni untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
"Dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan maka harta benda terdakwa Eni Maulani Saragih akan disita dan akan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," ucap Hakim Yanto.
Sementara itu, apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Selain itu, Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Eni.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Eni Maulani Saragih, yaitu pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," kata Hakim Yanto.
Eni terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: