Washington (ANTARA News) - Bayi yang menghirup udara tercemar jauh lebih mungkin untuk terserang bronchitis saat didiagnosis dibandingkan dengan anak kecil yang hidup di lingkungan yang lebih bersih, kata peneliti Amerika Serikat (AS) dan Ceko. Mereka mendapati komponen polusi yang dikenal sebagai "polycyclic aromatic hydrocarbon", atau PAH, sangat berhubungan dengan kasus bronchitis di kalangan anak-anak yang berusia 2 hingga 4,5 tahun. Studi tersebut adalah salah satu yang pertama meneliti PAH, yang dihasilkan diketika bahan bakar yang berisi karbon seperti kayu, batu-bara, diesel dan tembakau terbakar. Kebanyakan peraturan lingkungan hidup di Amerika Serikat dan Eropa memusatkan perhatian pada pemantauan buangan tertentu --partikel kecil di udara-- serta sulfur dioksida dan ozon. "Pekerjaan kami dengan kuat menunjukkan bahwa pembuat peraturan mempertimbangkan berbagai upaya guna mengekang PAH juga," kata Irva Hertz-Picciotto dari University of California, Davis, yang memimpin studi itu, dalam suatu pernyataan. Hertz-Picciotto dan rekannya mengkaji catatan medis 1.133 anak yang berusia hingga 4,5 tahun di dua wilayah Republik Ceko antara 1994 dan 1998. Satu tempat, Teplice, memiliki tingkat polusi udara yang tinggi sedangkan wilayah lain, Prachatice, memiliki tingkat polusi lebih rendah. Sebagaimana di banyak daerah lain Eropa dan di Amerika Serikat, kasus bronchitis meningkat pada musim dingin dan seringkali lebih umum terjadi saat orang membakar kayu di tungku atau api unggun. Para peneliti tersebut mengumpulkan data terperinci mengenai kualitas udara, dengan contoh langka PAH, yang sulit diperoleh dan pengukurannya memerlukan biaya mahal. Pemerintah Ceko dan Lembaga Perlindungan Lingkungan Hidup AS membantu membiayai studi tersebut. "Itu adalah jumlah data yang sangat lengkap dan mengesankan, dan memberi kami kesempatan langka untuk meneliti dampak polusi udara pada kesehatan anak kecil dan komponen sesungguhnya yang berisi penyebab polusi itu," kata Hertz-Piocciotto. "Kami dapat memperbaiki apa saja mulai dari lamanya pemberian air susu ibu sampai pada merokok di dalam rumah pada temperatur rata-rata setiap hari," katanya. Para peneliti tersebut, yang menulis di jurnal "Environmental Health Perspectives", mengatakan mereka mendapati kasus bronchitis adalah 56 persen lebih tinggi pada bayi ketika tingkat PAH tinggi. Mereka mendapati peningkatan 29 persen pada anak-anak yang berusia di bawah 2 tahun. "Kami mendapati bahwa `polycyclic aromatic hydrocarbon` memiliki dampak penting pada kesehatan paru-paru anak-anak dalam studi itu, terutama peningkatan dalam diagnosis bronchitis akut pada bayi dan anak pra-sekolah. Kami melihat dampat terbesar pada anak yang cukup tua untuk bermain di luar rumah, sedangkan bayi terkena dampak, tapi tak cukup banyak," kata Hertz-Piocciotto. Timnya tak mengetahui mengapa PAH dapat menimbulkan dampak atau memperburuk bronchitis, tapi mengatakan komponen itu mungkin mengakibatkan peradangan, demikian laporan Reuters Health. (*)