Akademisi: Perlu strategi dalam penanganan bencana alam
28 Februari 2019 05:38 WIB
Sejumlah peserta mempraktikkan tata cara penanganan jenazah pada pelatihan menajemen korban bencana di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (27/2/2019). Pelatihan yang digelar oleh International Committee Red Cross (ICRC) dan diikuti sejumlah pihak terkait itu dimaksudkan untuk mengembangkan dan merumuskan kembali beberapa panduan tanggap bencana berskala besar di bidang manajemen jenazah. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki/hp.)
Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Indra Permanajati mengingatkan perlunya strategi penanganan bencana alam bagi daerah yang masuk ke dalam zona rawan.
"Sudah menjadi tugas pemerintah untuk memasukan parameter bencana alam dalam perencanaan wilayahnya," katanya di Purwokerto, Rabu.
Indra yang merupakan Dosen Mitigasi Bencana Geologi, Jurusan Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman tersebut menambahkan, strategi penanganan bencana alam juga berlaku untuk daerah-daerah yang sudah terlanjur berkembang pada lokasi yang rawan bencana.
"Misalkan, daerah yang sudah padat penduduknya yang sebenarnya mereka tinggal di wilayah yang rawan gempa dan tanah longsor," katanya.
Dengan mengetahui kondisi tersebut, kata dia, maka menjadi tugas pemerintah dan masyarakat untuk sadar akan wilayahnya dan selalu waspada akan kemungkinan bencana yang mungkin bisa terjadi.
"Bencana alam adalah masalah yang tidak mudah karena kejadiannya tidak ada yang mampu mengetahuinya secara tepat, yang bisa dilakukan manusia hanya memperkirakan tempat kejadian dan masih sulit untuk memperkirakan waktu kejadiannya," katanya.
Untuk itu, menjadi kewajiban pemerintah dan para ahli bencana untuk selalu berusaha melakukan langkah strategis dalam mengurangi dampak risiko bencana dengan sedapat mungkin menekan jumlah korban bencana dan dampak- dampak bencana yang ditimbulkan.
"Seperti dalam penanganan kejahatan di kepolisian dengan slogan turn back crime maka dalam penanganan bencanapun harus mempunyai slogan turn back disaster artinya kita bisa menekan dampak bencana itu dan siap ketika bencana terjadi," katanya.
Sementara itu dia juga mengatakan, upaya mitigasi diperlukan mengingat Indonesia termasuk dalam wilayah rawan bencana alam. "Terkait dengan kondisi Indonesia yang di apit oleh tiga lempeng samudera menjadikan Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana alam, seperti bencana gempa bumi, tsunami, gunung api, tanah longsor, dan banjir," katanya.
Karena itu, kata dia, perlu upaya intensif untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana.*
Baca juga: Model penanganan bencana Indonesia jadi "Best Practice"
Baca juga: 30 ribu warga menjadi target sosialisasi-simulasi penanganan bencana alam di Agam-Sumbar
"Sudah menjadi tugas pemerintah untuk memasukan parameter bencana alam dalam perencanaan wilayahnya," katanya di Purwokerto, Rabu.
Indra yang merupakan Dosen Mitigasi Bencana Geologi, Jurusan Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman tersebut menambahkan, strategi penanganan bencana alam juga berlaku untuk daerah-daerah yang sudah terlanjur berkembang pada lokasi yang rawan bencana.
"Misalkan, daerah yang sudah padat penduduknya yang sebenarnya mereka tinggal di wilayah yang rawan gempa dan tanah longsor," katanya.
Dengan mengetahui kondisi tersebut, kata dia, maka menjadi tugas pemerintah dan masyarakat untuk sadar akan wilayahnya dan selalu waspada akan kemungkinan bencana yang mungkin bisa terjadi.
"Bencana alam adalah masalah yang tidak mudah karena kejadiannya tidak ada yang mampu mengetahuinya secara tepat, yang bisa dilakukan manusia hanya memperkirakan tempat kejadian dan masih sulit untuk memperkirakan waktu kejadiannya," katanya.
Untuk itu, menjadi kewajiban pemerintah dan para ahli bencana untuk selalu berusaha melakukan langkah strategis dalam mengurangi dampak risiko bencana dengan sedapat mungkin menekan jumlah korban bencana dan dampak- dampak bencana yang ditimbulkan.
"Seperti dalam penanganan kejahatan di kepolisian dengan slogan turn back crime maka dalam penanganan bencanapun harus mempunyai slogan turn back disaster artinya kita bisa menekan dampak bencana itu dan siap ketika bencana terjadi," katanya.
Sementara itu dia juga mengatakan, upaya mitigasi diperlukan mengingat Indonesia termasuk dalam wilayah rawan bencana alam. "Terkait dengan kondisi Indonesia yang di apit oleh tiga lempeng samudera menjadikan Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana alam, seperti bencana gempa bumi, tsunami, gunung api, tanah longsor, dan banjir," katanya.
Karena itu, kata dia, perlu upaya intensif untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana.*
Baca juga: Model penanganan bencana Indonesia jadi "Best Practice"
Baca juga: 30 ribu warga menjadi target sosialisasi-simulasi penanganan bencana alam di Agam-Sumbar
Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: