Artikel
Ketika layangan Pontianak mulai membahayakan
27 Februari 2019 17:37 WIB
Ilustrasi - Anak-anak belajar membuat layangan saat Gerakan Indonesia Bermain di Taman Heulang, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (28/10/2018). Persatuan Terapi Bermain Indonesia menggelar Gerakan Indonesia Bermain dengan mengenalkan dan melestarikan berbagai permainan tradisional yang bertujuan untuk memenuhi hak anak bermain dan tumbuh kembang optimal serta terciptanya generasi emas 2045. (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.)
Pontianak, (ANTARA News) - Pemerintah Kota Pontianak mulai gencar melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi dampak buruk permainan layang-layang (layangan) yang masih mudah ditemukan di langit Kota Khatulistiwa tersebut.
Upaya yang ada sebagai respon atas sejumlah kejadian yang menimpa warga Kota Pontianak seperti empat warga yang kesetrum listrik pada 25 Januari 2019 lalu?di mana 3 orang harus dilarikan ke rumah sakit dan satu menininggal dunia.
Kejadian tersebut langsung ditindak lanjuti oleh? Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono dengan Polresta Pontianak dengan mengeluarkan maklumat larangan bermain layangan di kota tersebut. Maklumat yang ada tersebut juga bagian untuk mempertegas Perda Nomor 3 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum yang di dalamnya juga sudah ada mengatur larangan permainan layangan.
Larangan itu disebutkan di dalam pasal 22, dilarang bermain layangan di Kota Pontianak kecuali ada izin. Adapun izin itu dikhususkan untuk layangan hias.
Dilarang juga menggunakan benang yang mengandung metal, benang yang mengandung gelasan. Sanksi pidana tiga bulan dan denda setinggi-tinggi Rp50 juta.
Pertajam Regulasi
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menyatakan akan mempertajam regulasi itu tidak hanya menjerat permainan layangan dengan sanksi tapi juga menyimpan, membuat hingga menjual layangan.
"Jadi perda diperluas. Artinya tidak hanya yang bermain tapi juga yang membuat, menjual dan menyimpan. Ini akan kami bahas bersama teman-teman di dewan," kata Edi saat "Focus Group Discussion dengan tema Stop Bahaya Layang-layang yang digelar Komunitas Peduli Listrik di Aula Rumah Dinas Wakil Wali Kota Pontianak Jalan KS Tubun, Rabu.
Wacana tentang kampung bebas dari layangan dan memberikan penghargaan bagi siapa saja yang tahu dan kemudian melaporkan adanya permaintan layangan segera akan tercetus.
Pemerintah Kota Pontianak mulai dan menyatakan perang terhadap layangan dan sudah harus dilakukan. Sebab dampak yang ditimbulkan sangat besar. Tidak hanya kerugian material, tapi juga menelan korban jiwa. Perang terhadap layangan harus dilakukan karena sudah tidak layak lagi di Kota Pontianak karena kota ini sudah pada pemukiman dan lainnya.
Pemerintah Kota Pontianak sudah berkomitmen kuat memberantas permainan layangan. Satpol PP sudah kerap menggelar razia dan ribuan layangan sudah dimusnahkan. Termasuk sanksi tipiring juga diberikan ke pemain layangan.
Hanya saja adanya tipiring yang diserahkan ke pengadilan negeri dendanya hanya Rp100 ribu dan angka itu sangat kecil. Meskipun ada juga denda yang hingga Rp1 juta. Hal itu harus menjadi perhatian para hakim agar memberi efek jera karena denda maksimumnya Rp50 juta.
Penanganan Serius
Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak Firdaus Zarin meminta keseriusan semua pihak untuk menyelesaikan masalah layangan di Kota Pontianak.
Menurutnya regulasi sudah jelas mengatur tentang larangan permainan layangan. Di tingkat Pemerintah Kota Pontianak ada Peraturan Daerah Nomor Nomor 3 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum.
Regulasi lainnya yakni di UU Nomor 30 tahun 2009 tentang kelistrikan. Ini berkaitan dengan aliran listrik harus sampai ke masyarakat dengan lancar dan baik. Hal ini berkaitan layangan yang mengganggu aliran listrik ke masyarakat. Dalam sistem jaringan khatulistiwa di Kalimantan Barat, 99 persen gangguan karena layangan.
Firdaus menyebutkan regulasi yang sudah ada itu justru tidak membuat pemain layangan takut meskipun sanksi yang diberikan terbilang berat. Tidak hanya hukuman pidana tapi juga denda.
"Saya melihatnya masih kurang serius. Saya misalnya menginformasikan tentang kegiatan ini di media sosial. Banyak yang komentar dan kemudian ada warga menginformasikan belakang rumahnya banyak pemain layangan. Itu saja yang dekat, luput jauh dari pantauan kita," kata dia.
Menurutnya regulasi yang dibuat harus berdampak sinergis. Semua pihak pun harus mendukung pemerintah termasuk mendukung penerapan regulasi yang dibuat masyarakat.
"Jadi seharusnya mendukung pemerintah bukannya malah tidak mendukung karena regulasi dibuat harus berdampak sinergis," kata Firdaus.
Efek Jera
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Barat Agus Priyadi meminta agar hakim dalam memberikan putusan maksimal kepada pemain layangan harus benar-benar berdampak efek jera agar tidak lagi bermain layangan.
Menurut Agus pertimbangannya adalah para korban yang tidak hanya mengalami luka karena layangan tapi juga kehilangan nyawanya.
"Ketika menjadi tipiring dari pengadilan, maka harus melihat bahwa sudah ada korban jiwa," kata dia
Agus sendiri menyatakan akan berkoordinasi dengan Komisi Yudisial terkait dengan putusan hakim kepada pemain layangan yang terjerat tindak pidana ringan.
"Kami akan dorong dengan KY agar ini menjadi perhatian,` ujar Agus.
Agus mencontohkan pada penerapan penggunaan helm, beberapa tahun silam. Di mana denda yang diberikan lebih besar dari harga helm.
"Harga helmnya Rp35 ribu, dendanya Rp50 ribu. Secara tidak langsung itu memaksa orang memakai helm. Saya kira layangan bisa seperti itu sehingga sanksi ataupun denda tidak hanya memakai perasaan sendiri tapi juga berempati melihat korban layangan," jelas Agus.
Agus menilai cara seperti itu untuk menumbuhkan budaya malu bagi masyarakat. Sama seperti di Kalimantan Timur. Di mana hanya anak-anak sekolah dasar yang bermain layang-layang.
"Di sana orang dewasa tidak main layangan karena budaya malunya. Disini, kita bersama-sama menciptakan budaya malu," ujar Agus.
Menurutnya penyelesaian masalah ini tidak hanya satu pihak saja. Semua pihak harus bekerjasama. Misalnya, dukungan dari Majelis Ulama Indonesia dengan mengeluarkan fatwa haram bermain layangan.
"Regulasi sudah ada, jadi fatwa juga ada. Jika semua penjuru melawan, bahaya dan dampak layangan bisa diminimalisir," papar dia.
Perbup KKR
Perosalan layangan bukan hanya dialami Kota Pontinak, namun daerah tetangganya, Kabupaten Kubu Raya (KKR) juga. Pemerintah KKR akan mengeluarkan peraturan bupati tentang layangan.
Aturan itu akan mempertegas larangan permainan layangan karena dianggap berdampak besar. Tidak hanya kerugian materil tapi juga mengancam keselamatan jiwa.
"Butuh waktu untuk membuat Perda. Sehingga yang saat ini bisa dipersiapkan adalah peraturan bupati. Paling tidak regulasi sudah disusun dan kemudian disosialisasikan," kata Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan.
Muda berharap peraturan itu sebagai upaya mencegah permainan layangan. Melalui peraturan itu masyarakat diberikan pemahamam bahwa permainan layangan dinilai merugikan.
"Termasuk kesulitan pengembangan jaringan listrik karena PLN juga mengalami kerugian akibat layangan. Penegakan hukum juga harus memberikan efek jera ke pemain layangan," kata dia.
Meski demikian Muda tidak menyebutkan secara detail kapan peraturan bupati itu akan keluar. "Secepatnya dan mudah-mudahan selesai dalam satu hingga dua minggu ini," kata dia.
Selain peraturan, Pemkab Kubu Raya juga mengajak RT dan RW untuk ikut mensosialisasikan peraturan ini.*
Baca juga: Empat warga tersengat listrik akibat tali layangan
Upaya yang ada sebagai respon atas sejumlah kejadian yang menimpa warga Kota Pontianak seperti empat warga yang kesetrum listrik pada 25 Januari 2019 lalu?di mana 3 orang harus dilarikan ke rumah sakit dan satu menininggal dunia.
Kejadian tersebut langsung ditindak lanjuti oleh? Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono dengan Polresta Pontianak dengan mengeluarkan maklumat larangan bermain layangan di kota tersebut. Maklumat yang ada tersebut juga bagian untuk mempertegas Perda Nomor 3 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum yang di dalamnya juga sudah ada mengatur larangan permainan layangan.
Larangan itu disebutkan di dalam pasal 22, dilarang bermain layangan di Kota Pontianak kecuali ada izin. Adapun izin itu dikhususkan untuk layangan hias.
Dilarang juga menggunakan benang yang mengandung metal, benang yang mengandung gelasan. Sanksi pidana tiga bulan dan denda setinggi-tinggi Rp50 juta.
Pertajam Regulasi
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menyatakan akan mempertajam regulasi itu tidak hanya menjerat permainan layangan dengan sanksi tapi juga menyimpan, membuat hingga menjual layangan.
"Jadi perda diperluas. Artinya tidak hanya yang bermain tapi juga yang membuat, menjual dan menyimpan. Ini akan kami bahas bersama teman-teman di dewan," kata Edi saat "Focus Group Discussion dengan tema Stop Bahaya Layang-layang yang digelar Komunitas Peduli Listrik di Aula Rumah Dinas Wakil Wali Kota Pontianak Jalan KS Tubun, Rabu.
Wacana tentang kampung bebas dari layangan dan memberikan penghargaan bagi siapa saja yang tahu dan kemudian melaporkan adanya permaintan layangan segera akan tercetus.
Pemerintah Kota Pontianak mulai dan menyatakan perang terhadap layangan dan sudah harus dilakukan. Sebab dampak yang ditimbulkan sangat besar. Tidak hanya kerugian material, tapi juga menelan korban jiwa. Perang terhadap layangan harus dilakukan karena sudah tidak layak lagi di Kota Pontianak karena kota ini sudah pada pemukiman dan lainnya.
Pemerintah Kota Pontianak sudah berkomitmen kuat memberantas permainan layangan. Satpol PP sudah kerap menggelar razia dan ribuan layangan sudah dimusnahkan. Termasuk sanksi tipiring juga diberikan ke pemain layangan.
Hanya saja adanya tipiring yang diserahkan ke pengadilan negeri dendanya hanya Rp100 ribu dan angka itu sangat kecil. Meskipun ada juga denda yang hingga Rp1 juta. Hal itu harus menjadi perhatian para hakim agar memberi efek jera karena denda maksimumnya Rp50 juta.
Penanganan Serius
Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak Firdaus Zarin meminta keseriusan semua pihak untuk menyelesaikan masalah layangan di Kota Pontianak.
Menurutnya regulasi sudah jelas mengatur tentang larangan permainan layangan. Di tingkat Pemerintah Kota Pontianak ada Peraturan Daerah Nomor Nomor 3 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum.
Regulasi lainnya yakni di UU Nomor 30 tahun 2009 tentang kelistrikan. Ini berkaitan dengan aliran listrik harus sampai ke masyarakat dengan lancar dan baik. Hal ini berkaitan layangan yang mengganggu aliran listrik ke masyarakat. Dalam sistem jaringan khatulistiwa di Kalimantan Barat, 99 persen gangguan karena layangan.
Firdaus menyebutkan regulasi yang sudah ada itu justru tidak membuat pemain layangan takut meskipun sanksi yang diberikan terbilang berat. Tidak hanya hukuman pidana tapi juga denda.
"Saya melihatnya masih kurang serius. Saya misalnya menginformasikan tentang kegiatan ini di media sosial. Banyak yang komentar dan kemudian ada warga menginformasikan belakang rumahnya banyak pemain layangan. Itu saja yang dekat, luput jauh dari pantauan kita," kata dia.
Menurutnya regulasi yang dibuat harus berdampak sinergis. Semua pihak pun harus mendukung pemerintah termasuk mendukung penerapan regulasi yang dibuat masyarakat.
"Jadi seharusnya mendukung pemerintah bukannya malah tidak mendukung karena regulasi dibuat harus berdampak sinergis," kata Firdaus.
Efek Jera
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Barat Agus Priyadi meminta agar hakim dalam memberikan putusan maksimal kepada pemain layangan harus benar-benar berdampak efek jera agar tidak lagi bermain layangan.
Menurut Agus pertimbangannya adalah para korban yang tidak hanya mengalami luka karena layangan tapi juga kehilangan nyawanya.
"Ketika menjadi tipiring dari pengadilan, maka harus melihat bahwa sudah ada korban jiwa," kata dia
Agus sendiri menyatakan akan berkoordinasi dengan Komisi Yudisial terkait dengan putusan hakim kepada pemain layangan yang terjerat tindak pidana ringan.
"Kami akan dorong dengan KY agar ini menjadi perhatian,` ujar Agus.
Agus mencontohkan pada penerapan penggunaan helm, beberapa tahun silam. Di mana denda yang diberikan lebih besar dari harga helm.
"Harga helmnya Rp35 ribu, dendanya Rp50 ribu. Secara tidak langsung itu memaksa orang memakai helm. Saya kira layangan bisa seperti itu sehingga sanksi ataupun denda tidak hanya memakai perasaan sendiri tapi juga berempati melihat korban layangan," jelas Agus.
Agus menilai cara seperti itu untuk menumbuhkan budaya malu bagi masyarakat. Sama seperti di Kalimantan Timur. Di mana hanya anak-anak sekolah dasar yang bermain layang-layang.
"Di sana orang dewasa tidak main layangan karena budaya malunya. Disini, kita bersama-sama menciptakan budaya malu," ujar Agus.
Menurutnya penyelesaian masalah ini tidak hanya satu pihak saja. Semua pihak harus bekerjasama. Misalnya, dukungan dari Majelis Ulama Indonesia dengan mengeluarkan fatwa haram bermain layangan.
"Regulasi sudah ada, jadi fatwa juga ada. Jika semua penjuru melawan, bahaya dan dampak layangan bisa diminimalisir," papar dia.
Perbup KKR
Perosalan layangan bukan hanya dialami Kota Pontinak, namun daerah tetangganya, Kabupaten Kubu Raya (KKR) juga. Pemerintah KKR akan mengeluarkan peraturan bupati tentang layangan.
Aturan itu akan mempertegas larangan permainan layangan karena dianggap berdampak besar. Tidak hanya kerugian materil tapi juga mengancam keselamatan jiwa.
"Butuh waktu untuk membuat Perda. Sehingga yang saat ini bisa dipersiapkan adalah peraturan bupati. Paling tidak regulasi sudah disusun dan kemudian disosialisasikan," kata Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan.
Muda berharap peraturan itu sebagai upaya mencegah permainan layangan. Melalui peraturan itu masyarakat diberikan pemahamam bahwa permainan layangan dinilai merugikan.
"Termasuk kesulitan pengembangan jaringan listrik karena PLN juga mengalami kerugian akibat layangan. Penegakan hukum juga harus memberikan efek jera ke pemain layangan," kata dia.
Meski demikian Muda tidak menyebutkan secara detail kapan peraturan bupati itu akan keluar. "Secepatnya dan mudah-mudahan selesai dalam satu hingga dua minggu ini," kata dia.
Selain peraturan, Pemkab Kubu Raya juga mengajak RT dan RW untuk ikut mensosialisasikan peraturan ini.*
Baca juga: Empat warga tersengat listrik akibat tali layangan
Pewarta: Dedi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: