Peneliti LPEM UI tanggapi positif rencana kartu prakerja Jokowi
27 Februari 2019 08:51 WIB
Capres Joko Widodo menyampaikan pidato berisi visi misi pada acara Konvensi Rakyat di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor, Minggu (24/2/2019). (Istimewa)
Jakarta (ANTARA News) - Rencana Presiden Joko Widodo akan menerapkan program kartu prakerja mendapat tangggapan positif dari berbagai pihak, termasuk dari Universitas Indonesia.
Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Mohammad Dian Revindo, melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu, mengatakan, rencana program kartu prakerja itu, secara konsep adalah baik. "Hal ini adalah wujud pemahaman bahwa masih ada gap antara kompetensi yang dihasilkan lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja," katanya.
Revindo melihat, Presiden Jokowi telah mengidentifikasi bahwa dunia pendidikan di Indonesia saat ini, masih terlalu dominan pada pengembangan pengetahuan, tapi kurang dalam keterampilan yang aplikatif, sehingga perlu didorong kapasitasnya dengan memberikan pelatihan.
Menyikapi rencana program kartu prakerja dari Presiden Joko Widodo agar dapat diimplementasikan secara baik, Revindo memberikan beberapa catatan. Pertama, perlu fokus target yang disasar karena pemerintah memiliki keterbatasan fiskal.
Untuk diketahui, kata dia, setiap tahun minimal ada dua juta angkatan kerja baru yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan dan dari jumlah tersebut tidak semuanya "lack of skills". "Program pendidikan vokasi menghasilkan lulusan yang punya skills, tetapi mungkin mereka 'lack of general knowledge dan attitude'," ujarnya.
Pengajar pada Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia ini menambahkan, selain kemampuan teknis, yang banyak dibutuhan lingkungan kerja justru kemampuan umum seperti kerja kelompok, kepemimpinan, pembelajaran cepat, komunikasi, dan lainnya.
Kedua, kata dia, kartu prakerja tampaknya akan bisa digunakan di 3.000 balai latihan kerja yang tersebar di seluruh indonesia, maka fasilitas dan jenis pelatihan yang disediakan di BLK juga perlu diperbanyak dan disesuaikan kebutuhan setempat. "Tidak ada salahnya BLK juga menyediakan pelatihan manajerial tingkat dasar (perencanaan, team work, komunikasi) dan dasar-dasar IT untuk menyikapi industri 4.0," katanya.
Ketiga, perlu diperhatikan juga angkatan kerja yang menganggur tetapi bukan fresh graduate. Mereka adalah yang berhenti bekerja untuk mencari kerja lain yang lebih layak. "Mereka bagian dari pengangguran struktural. Apakah mereka juga akan mendapat hak kartu prakerja? Mereka juga perlu untuk mendapat upgrading kompetensi," tegasnya.
Keempat, penerima kartu prakerja juga perlu bijak atau setidaknya mendapatkan arahan jenis pelatihan apa yang sesuai. Ini perlu agar anggaran yang digunakan efisien dan efektif.
"Jika setiap kartu misalnya hanya bisa digunakan untuk 3-4 jenis pelatihan, maka mereka harus mendapatkan jenis pelatihan yang paling memperbesar kemungkinannya mendapat pekerjaan yang layak," katanya.
Menurut Revindo, dari sisi gagasan kartu pra-kerja ini sangat baik, dari sisi administrasi juga baik karena sistem kartu akan mempermudah pengawasan penggunaan dana. "Penggunaan kartu jauh lebih baik dibanding pembagian uang tunai bagi mereka yang berstatus pencari kerja di negara-negara "welfare state" seperti Eropa Barat," katanya.
Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Mohammad Dian Revindo, melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu, mengatakan, rencana program kartu prakerja itu, secara konsep adalah baik. "Hal ini adalah wujud pemahaman bahwa masih ada gap antara kompetensi yang dihasilkan lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja," katanya.
Revindo melihat, Presiden Jokowi telah mengidentifikasi bahwa dunia pendidikan di Indonesia saat ini, masih terlalu dominan pada pengembangan pengetahuan, tapi kurang dalam keterampilan yang aplikatif, sehingga perlu didorong kapasitasnya dengan memberikan pelatihan.
Menyikapi rencana program kartu prakerja dari Presiden Joko Widodo agar dapat diimplementasikan secara baik, Revindo memberikan beberapa catatan. Pertama, perlu fokus target yang disasar karena pemerintah memiliki keterbatasan fiskal.
Untuk diketahui, kata dia, setiap tahun minimal ada dua juta angkatan kerja baru yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan dan dari jumlah tersebut tidak semuanya "lack of skills". "Program pendidikan vokasi menghasilkan lulusan yang punya skills, tetapi mungkin mereka 'lack of general knowledge dan attitude'," ujarnya.
Pengajar pada Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia ini menambahkan, selain kemampuan teknis, yang banyak dibutuhan lingkungan kerja justru kemampuan umum seperti kerja kelompok, kepemimpinan, pembelajaran cepat, komunikasi, dan lainnya.
Kedua, kata dia, kartu prakerja tampaknya akan bisa digunakan di 3.000 balai latihan kerja yang tersebar di seluruh indonesia, maka fasilitas dan jenis pelatihan yang disediakan di BLK juga perlu diperbanyak dan disesuaikan kebutuhan setempat. "Tidak ada salahnya BLK juga menyediakan pelatihan manajerial tingkat dasar (perencanaan, team work, komunikasi) dan dasar-dasar IT untuk menyikapi industri 4.0," katanya.
Ketiga, perlu diperhatikan juga angkatan kerja yang menganggur tetapi bukan fresh graduate. Mereka adalah yang berhenti bekerja untuk mencari kerja lain yang lebih layak. "Mereka bagian dari pengangguran struktural. Apakah mereka juga akan mendapat hak kartu prakerja? Mereka juga perlu untuk mendapat upgrading kompetensi," tegasnya.
Keempat, penerima kartu prakerja juga perlu bijak atau setidaknya mendapatkan arahan jenis pelatihan apa yang sesuai. Ini perlu agar anggaran yang digunakan efisien dan efektif.
"Jika setiap kartu misalnya hanya bisa digunakan untuk 3-4 jenis pelatihan, maka mereka harus mendapatkan jenis pelatihan yang paling memperbesar kemungkinannya mendapat pekerjaan yang layak," katanya.
Menurut Revindo, dari sisi gagasan kartu pra-kerja ini sangat baik, dari sisi administrasi juga baik karena sistem kartu akan mempermudah pengawasan penggunaan dana. "Penggunaan kartu jauh lebih baik dibanding pembagian uang tunai bagi mereka yang berstatus pencari kerja di negara-negara "welfare state" seperti Eropa Barat," katanya.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: