Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi bergerak menguat di tengah data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan adanya potensi perlambatan Negeri Paman Sam tersebut.

"Leading Economic Indicators (LEI) AS mulai tumbuh melambat menjadi 3,5 persen pada Januari 2019 dari 4,2 persen pada Desember 2018, yang merupakan indikasi ada potensi perlambatan ekonomi AS dalam enam bulan mendatang," kata Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih di Jakarta, Selasa.

Dalam jangka pendek, lanjut dia, sebenarnya ekonomi AS masih menunjukkan penguatan yang diindikasikan dengan data ekonomi yang meningkat. Data ekonomi AS yang diumumkan kemarin yaitu inventori dari pedagang besar meningkat 1,1 persen secara bulanan pada Januari 2019, naik dari 0,4 persen pada Desember 2018. Kenaikan ini merupakan yang terbesar sejak Oktober 2013.

"Naiknya inventori atau stok ini menjadi indikasi ekspektasi meningkatnya permintaan," ujarnya.

Data lainnya adalah bank sentral AS, Federal Reserve (Fed) Dallas mencatat indeks aktivitas usaha untuk manufaktur di Texas menjadi 13,1 pada Februari 2019, naik dibandingkan 1 pada Januari 2019, dan di atas ekspektasi pasar sebesar 4,8.

"Hari ini rupiah kemungkinan menguat ke level Rp14.000 per dolar AS hingga Rp.14.010 per dolar AS," kata Lana.

Hingga pukul 10.09 WIB, nilai tukar rupiah masih bergerak menguat 29 poin menjadi Rp13.989 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.018 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa menunjukkan, kurs rupiah menguat menjadi Rp13.990 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.007 per dolar AS.

Baca juga: Dolar AS melemah, selera risiko investor meningkat

Baca juga: Harga emas turun, tertekan penguatan ekuitas akibat kemajuan perundingan dagang

Baca juga: Analis: IHSG berpeluang lanjutkan tren positif, dipicu perundingan dagang AS-China