Kemenperin akselerasi pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia timur
25 Februari 2019 07:27 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) berbincang dengan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di sela Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kupang, Nusa Tenggara, Timur, beberapa waktu lalu. (ANTARA/Humas Kemensos)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian mendorong pertumbuhan sektor industri manufaktur di wilayah Indonesia bagian timur, guna memacu pemerataan pembangunan dan perekonomian yang inklusif.
"Kami mengakselerasi pembangunan kawasan industri di luar Jawa, yang hingga saat ini progres dan kontribusinya mengalami peningkatan signifikan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Senin.
Menperin menjelaskan, pengembangan kawasan industri baru di luar Jawa diarahkan pada sektor manufaktur berbasis sumber daya alam.
Upaya ini sebagai wujud konkret dari penerapan kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku di dalam negeri.
"Ini sesuai amanat Presiden Joko Widodo. Kami memproyeksi akan terjadi peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas di luar Jawa sebesar 60 persen dibanding di Jawa," tandasnya.
Khusus wilayah Indonesia timur, pada periode 2015-2017, kawasan industri yang telah beroperasi di Provinsi Sulawesi Tengah di antaranya kawasan industri Morowali dan Palu.
Selanjutnya, kawasan industri Bantaeng, Sulawesi Selatan dan Konawe, Sulawesi Tenggara.
"Untuk kawasan industri di Morowali, Bantaeng, dan Konawe, kami fokuskan pada industri berbasis pengolahan nikel. Sedangkan, di Palu sebagai klaster industri yang berbasis olahan rotan dan agro," ujar Airlangga.
Semua kawasan industri tersebut, masuk dalam proyek strategis nasional (PSN).
Kementerian Perindustrian mencatat, di kawasan industri Palu sudah ada 14 penyewa, kemudian di Bantaeng terdapat 11 penyewa, Morowali telah ditempati 10 penyewa, dan Konawe ada 6 penyewa.
Adapun kawasan industri yang sedang tahap konstruksi dan dikebut pembangunannya, yakni Bitung, Sulawesi Utara.
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung yang ditargetkan bisa beroperasi pada 2019 ini, akan difokuskan untuk pengembangan industri pengolahan perikanan dan kelapa beserta produk turunannya yang diminati pasar domestik dan ekspor.
"Kami mencontohkan, di Morowali, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel. Kalau nickel ore dijual sekitar 40-60 dolar AS, sedangkan ketika menjadi stainless steel harganya di atas 2.000 dolar AS," kata Airlangga.
Selain itu, Indonesia sudah mampu ekspor dari Morowali senilai empat miliar dolar AS, baik itu hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerka Serikat dan China.
Melalui kawasan industri Morowali, investasi pun terus menunjukkan peningkatan, dari 2017 sebesar 3,4 miliar dolar menjadi 5 miliar dolar AS pada 2018.
"Jumlah penyerapan tenaga kerja di sana terbilang sangat besar hingga 30 ribu orang, dengan komposisi 27 ribu tenaga kerja lokal dan 3 ribu tenaga kerja China. Jadi, tidak benar kalau banyak tenaga kerja asing," imbuh Menperin.
Baca juga: Menperin genjot investasi dan ekspor lima industri
Baca juga: Berkontribusi terbesar, pemerintah makin fokus genjot ekspor produk manufaktur
"Kami mengakselerasi pembangunan kawasan industri di luar Jawa, yang hingga saat ini progres dan kontribusinya mengalami peningkatan signifikan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Senin.
Menperin menjelaskan, pengembangan kawasan industri baru di luar Jawa diarahkan pada sektor manufaktur berbasis sumber daya alam.
Upaya ini sebagai wujud konkret dari penerapan kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku di dalam negeri.
"Ini sesuai amanat Presiden Joko Widodo. Kami memproyeksi akan terjadi peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas di luar Jawa sebesar 60 persen dibanding di Jawa," tandasnya.
Khusus wilayah Indonesia timur, pada periode 2015-2017, kawasan industri yang telah beroperasi di Provinsi Sulawesi Tengah di antaranya kawasan industri Morowali dan Palu.
Selanjutnya, kawasan industri Bantaeng, Sulawesi Selatan dan Konawe, Sulawesi Tenggara.
"Untuk kawasan industri di Morowali, Bantaeng, dan Konawe, kami fokuskan pada industri berbasis pengolahan nikel. Sedangkan, di Palu sebagai klaster industri yang berbasis olahan rotan dan agro," ujar Airlangga.
Semua kawasan industri tersebut, masuk dalam proyek strategis nasional (PSN).
Kementerian Perindustrian mencatat, di kawasan industri Palu sudah ada 14 penyewa, kemudian di Bantaeng terdapat 11 penyewa, Morowali telah ditempati 10 penyewa, dan Konawe ada 6 penyewa.
Adapun kawasan industri yang sedang tahap konstruksi dan dikebut pembangunannya, yakni Bitung, Sulawesi Utara.
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung yang ditargetkan bisa beroperasi pada 2019 ini, akan difokuskan untuk pengembangan industri pengolahan perikanan dan kelapa beserta produk turunannya yang diminati pasar domestik dan ekspor.
"Kami mencontohkan, di Morowali, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel. Kalau nickel ore dijual sekitar 40-60 dolar AS, sedangkan ketika menjadi stainless steel harganya di atas 2.000 dolar AS," kata Airlangga.
Selain itu, Indonesia sudah mampu ekspor dari Morowali senilai empat miliar dolar AS, baik itu hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerka Serikat dan China.
Melalui kawasan industri Morowali, investasi pun terus menunjukkan peningkatan, dari 2017 sebesar 3,4 miliar dolar menjadi 5 miliar dolar AS pada 2018.
"Jumlah penyerapan tenaga kerja di sana terbilang sangat besar hingga 30 ribu orang, dengan komposisi 27 ribu tenaga kerja lokal dan 3 ribu tenaga kerja China. Jadi, tidak benar kalau banyak tenaga kerja asing," imbuh Menperin.
Baca juga: Menperin genjot investasi dan ekspor lima industri
Baca juga: Berkontribusi terbesar, pemerintah makin fokus genjot ekspor produk manufaktur
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: