Gandeng Swedia, Yogyakarta siapkan sistem dengan akses terbuka prediksi demam berdarah
22 Februari 2019 10:03 WIB
Seorang petugas dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, melakukan pengasapan (fogging) di kampung Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta, Senin (3/12). Pengasapan tersebut bertujuan untuk membasmi dan mencegah penyebaran nyamuk penyebar penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang banyak berkembang biak ketika musim penghujan. (FOTO ANTARA/Sigid Kurniawan)
Yogyakarta, 21/2 (ANTARA News) - Yogyakarta bekerja sama dengan International Centre for Local Democracy Swedia tengah menyiapkan sistem informasi prediksi kejadian demam berdarah yang bisa diakses secara terbuka oleh warga.
"Ada beberapa tahap kerja sama yang terjalin antara Yogyakarta dan International Centre for Local Democracy (ICLD) Swedia. Saat ini sudah masuk tahap ketiga, yaitu penyiapan sistem informasi yang bisa mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap potensi penularan demam berdarah (DB)," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Fita Yulia Kisworini, di Yogyakarta, Kamis.
Dalam penyiapan sistem informasi tersebut, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta perlu bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, di antaranya Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk penyediaan data prakiraan cuaca.
Fita menyebut data mengenai prakiraan cuaca tersebut penting karena merebaknya penyakit demam berdarah dipengaruhi cuaca. Penyakit tersebut biasanya mengalami peningkatan cukup tajam saat musim hujan.
"Dengan data cuaca yang dipadukan dengan data kelembaban utara, maka kami bisa memberikan prediksi apakah penyakit DB akan merebak atau tidak. Kira-kira gambarannya seperti itu. Tentunya, data yang dikompilasikan akan cukup beragam," katanya.
Pada tahap pertama, kerja sama yang terjalin antara kedua belah pihak lebih ditekankan pada upaya menguatkan perilaku masyarakat untuk mengantisipasi demam berdarah, sedangkan pada tahap kedua menyiapkan sistem peringatan dini demam berdarah.
Pada penyiapan sistem peringatan dini demam berdarah tersebut, lebih banyak untuk pengambil kebijakan sehingga pada tahap ketiga akan dikembangkan sistem informasi peringatan dini yang bisa diakses secara terbuka oleh masyarakat.
"Nantinya, kami akan saring informasi apa saja yang bisa diakses oleh masyarakat mengenai kesiap-siagaan untuk mengantisipasi penularan DB. Misalnya, informasi mengenai `fogging`, penyuluhan, angka jentik nyamuk, dan informasi lainnya. Informasi akan kami upayakan dibagi per kelurahan," kata Kepala Seksi Surveilans dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Wiliyamto.
Pemberian informasi kesiap-siagaan DB tersebut juga akan diintegrasikan dengan layanan Jogja Smart Service (JSS) untuk semakin memudahkan masyarakat memperoleh informasi.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan sistem informasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai panduan masyarakat untuk mengantisipasi penularan DB sehingga kasus demam berdarah di Yogyakarta bisa ditekan.
Hingga saat ini, jumlah kasus DB di Kota Yogyakarta tercatat 76 kasus, tanpa disertai kasus kematian.
Perwakilan ICLD Swedia yang berkunjung ke Yogyakarta mengatakan terkesan dengan berbagai upaya penanganan DBD yang sudah dilakukan Pemerintah Kota Yogyakarta dan masyarakatnya.
ICLD pun berharap mitigasi DBD tersebut dapat disinergikan dengan upaya mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai kota inklusi.
"Kami berharap, melalui kerja sama ini kedua belah pihak bisa saling memberikan inspirasi dan bisa saling belajar. Kami rasa, kerja sama ini saling menguntungkan kedua belah pihak," kata anggota Dewan ICLD, Thomas Bergstrom.
Baca juga: Yogyakarta tetap waspadai penularan DBD meski kasus turun
Baca juga: Yogyakarta uji metode wolbachia untuk kendalikan DBD
"Ada beberapa tahap kerja sama yang terjalin antara Yogyakarta dan International Centre for Local Democracy (ICLD) Swedia. Saat ini sudah masuk tahap ketiga, yaitu penyiapan sistem informasi yang bisa mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap potensi penularan demam berdarah (DB)," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Fita Yulia Kisworini, di Yogyakarta, Kamis.
Dalam penyiapan sistem informasi tersebut, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta perlu bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, di antaranya Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk penyediaan data prakiraan cuaca.
Fita menyebut data mengenai prakiraan cuaca tersebut penting karena merebaknya penyakit demam berdarah dipengaruhi cuaca. Penyakit tersebut biasanya mengalami peningkatan cukup tajam saat musim hujan.
"Dengan data cuaca yang dipadukan dengan data kelembaban utara, maka kami bisa memberikan prediksi apakah penyakit DB akan merebak atau tidak. Kira-kira gambarannya seperti itu. Tentunya, data yang dikompilasikan akan cukup beragam," katanya.
Pada tahap pertama, kerja sama yang terjalin antara kedua belah pihak lebih ditekankan pada upaya menguatkan perilaku masyarakat untuk mengantisipasi demam berdarah, sedangkan pada tahap kedua menyiapkan sistem peringatan dini demam berdarah.
Pada penyiapan sistem peringatan dini demam berdarah tersebut, lebih banyak untuk pengambil kebijakan sehingga pada tahap ketiga akan dikembangkan sistem informasi peringatan dini yang bisa diakses secara terbuka oleh masyarakat.
"Nantinya, kami akan saring informasi apa saja yang bisa diakses oleh masyarakat mengenai kesiap-siagaan untuk mengantisipasi penularan DB. Misalnya, informasi mengenai `fogging`, penyuluhan, angka jentik nyamuk, dan informasi lainnya. Informasi akan kami upayakan dibagi per kelurahan," kata Kepala Seksi Surveilans dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Wiliyamto.
Pemberian informasi kesiap-siagaan DB tersebut juga akan diintegrasikan dengan layanan Jogja Smart Service (JSS) untuk semakin memudahkan masyarakat memperoleh informasi.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan sistem informasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai panduan masyarakat untuk mengantisipasi penularan DB sehingga kasus demam berdarah di Yogyakarta bisa ditekan.
Hingga saat ini, jumlah kasus DB di Kota Yogyakarta tercatat 76 kasus, tanpa disertai kasus kematian.
Perwakilan ICLD Swedia yang berkunjung ke Yogyakarta mengatakan terkesan dengan berbagai upaya penanganan DBD yang sudah dilakukan Pemerintah Kota Yogyakarta dan masyarakatnya.
ICLD pun berharap mitigasi DBD tersebut dapat disinergikan dengan upaya mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai kota inklusi.
"Kami berharap, melalui kerja sama ini kedua belah pihak bisa saling memberikan inspirasi dan bisa saling belajar. Kami rasa, kerja sama ini saling menguntungkan kedua belah pihak," kata anggota Dewan ICLD, Thomas Bergstrom.
Baca juga: Yogyakarta tetap waspadai penularan DBD meski kasus turun
Baca juga: Yogyakarta uji metode wolbachia untuk kendalikan DBD
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019
Tags: