Harga minyak jatuh, stok AS meningkat
22 Februari 2019 06:06 WIB
Illustrasi: Dua pekerja memeriksa proses pengolahan Crude Palm Oil (CPO) menjadi Green Gasoline (bahan bakar bensin ramah lingkungan) dan Green LPG secara co-processing di kilang PT Pertamina (persero) Refinery Unit (RU) III Sungai Gerong, Banyuasin, Sumatera Selatan (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
New York (ANTARA News) - Harga minyak turun di bawah tertinggi 2019 pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah data pemerintah AS menunjukkan peningkatan mingguan kelima dalam persediaan minyak mentah dan rekor produksi, sementara kekhawatiran tentang melambatnya pertumbuhan ekonomi global membebani pasar.
Namun demikian penurunan lebih lanjut dibatasi oleh pemangkasan pasokan yang dipimpin OPEC serta sanksi-sanksi AS terhadap Venezuela dan Iran. Kemajuan dalam diskusi kesepakatan perdagangan Washington-Beijing juga mendukung harga minyak.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April turun 0,20 dolar AS menjadi menetap pada 56,96 dolar AS per barel, setelah menyentuh tertinggi 2019 di 57,55 dolar AS pada hari sebelumnya.
Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April turun 0,09 dolar AS menjadi 66,99 dolar AS per barel, setelah menyentuh tertinggi 2019 pada Rabu (20/2) di 67,38 dolar AS.
Stok minyak mentah AS naik selama lima minggu berturut-turut ke level tertinggi dalam lebih dari satu tahun, karena produksi mencapai rekor tertinggi dan pemeliharaan musiman mempertahankan tingkat pemurnian rendah minggu lalu, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan.
Stok minyak mentah AS naik 3,7 juta barel dalam sepekan yang berakhir 15 Februari menjadi 454,5 juta barel, tertinggi sejak Oktober 2017, sekalipun ketika ekspor minyak mentah melonjak 1,2 juta barel per hari ke rekor 3,6 juta barel per hari.
"Secara keseluruhan laporan ini bearish, khususnya kenaikan kuat dalam stok minyak mentah," kata Analis Commerzbank, Cartsen Fritsch, di Frankfurt, seperti dikutip Reuters.
Produksi di Amerika Serikat, yang tahun lalu menjadi produsen minyak mentah utama dunia, naik ke rekor tertinggi di 12 juta barel per hari, yang juga dapat meredam sentimen, kata Fritsch.
Namun, pengetatan pasokan secara global membantu mengurangi kerugian lebih lanjut.
Harga minyak telah naik tahun ini setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu produsen seperti Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) untuk mencegah peningkatan pasokan.
Anggota OPEC Nigeria memberi isyarat pada Rabu (20/2) bahwa mereka akan membatasi produksi setelah produksinya naik pada Januari.
"Kesediaan kelompok OPEC+ untuk mematuhi perjanjian pemangkasan produksi akan tetap mendukung harga minyak menjelang pertemuan mereka yang dijadwalkan April," kata Analis Energi Senior Interfax Energy, Abhishek Kumar, di London.
"Penurunan tajam produksi minyak dari Iran dan Venezuela akan semakin memicu sentimen bullish di pasar."
Sanksi-sanksi AS telah memukul ekspor minyak mentah Iran dan Venezuela, sementara kerusuhan telah membatasi produksi Libya.
Pembicaraan antara Amerika Serikat dan China untuk menyelesaikan sengketa perdagangan yang telah menghambat pertumbuhan global, mungkin mengalami kemajuan, membantu mengangkat harga minyak mentah.
Kedua belah pihak telah mulai menguraikan komitmen-komitmen dasar pada poin-poin utama pertikaian, sumber-sumber yang akrab dengan negosiasi mengatakan kepada Reuters.
Namun, para analis mengatakan bahwa perlambatan ekonomi global - tanda-tanda yang muncul akhir tahun lalu - akan mencegah harga minyak melonjak melampaui level tertinggi yang dicapai minggu ini.
Baca juga: Harga emas turun tajam pasca-rilis risalah Bank Sentral AS
Baca juga: Bursa Prancis ditutup hampir datar, Indeks CAC 40 naik 0,16 poin
Baca juga: Bursa Inggris melemah, Indeks FTSE 100 ditutup turun 61,23 poin
Namun demikian penurunan lebih lanjut dibatasi oleh pemangkasan pasokan yang dipimpin OPEC serta sanksi-sanksi AS terhadap Venezuela dan Iran. Kemajuan dalam diskusi kesepakatan perdagangan Washington-Beijing juga mendukung harga minyak.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April turun 0,20 dolar AS menjadi menetap pada 56,96 dolar AS per barel, setelah menyentuh tertinggi 2019 di 57,55 dolar AS pada hari sebelumnya.
Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April turun 0,09 dolar AS menjadi 66,99 dolar AS per barel, setelah menyentuh tertinggi 2019 pada Rabu (20/2) di 67,38 dolar AS.
Stok minyak mentah AS naik selama lima minggu berturut-turut ke level tertinggi dalam lebih dari satu tahun, karena produksi mencapai rekor tertinggi dan pemeliharaan musiman mempertahankan tingkat pemurnian rendah minggu lalu, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan.
Stok minyak mentah AS naik 3,7 juta barel dalam sepekan yang berakhir 15 Februari menjadi 454,5 juta barel, tertinggi sejak Oktober 2017, sekalipun ketika ekspor minyak mentah melonjak 1,2 juta barel per hari ke rekor 3,6 juta barel per hari.
"Secara keseluruhan laporan ini bearish, khususnya kenaikan kuat dalam stok minyak mentah," kata Analis Commerzbank, Cartsen Fritsch, di Frankfurt, seperti dikutip Reuters.
Produksi di Amerika Serikat, yang tahun lalu menjadi produsen minyak mentah utama dunia, naik ke rekor tertinggi di 12 juta barel per hari, yang juga dapat meredam sentimen, kata Fritsch.
Namun, pengetatan pasokan secara global membantu mengurangi kerugian lebih lanjut.
Harga minyak telah naik tahun ini setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu produsen seperti Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) untuk mencegah peningkatan pasokan.
Anggota OPEC Nigeria memberi isyarat pada Rabu (20/2) bahwa mereka akan membatasi produksi setelah produksinya naik pada Januari.
"Kesediaan kelompok OPEC+ untuk mematuhi perjanjian pemangkasan produksi akan tetap mendukung harga minyak menjelang pertemuan mereka yang dijadwalkan April," kata Analis Energi Senior Interfax Energy, Abhishek Kumar, di London.
"Penurunan tajam produksi minyak dari Iran dan Venezuela akan semakin memicu sentimen bullish di pasar."
Sanksi-sanksi AS telah memukul ekspor minyak mentah Iran dan Venezuela, sementara kerusuhan telah membatasi produksi Libya.
Pembicaraan antara Amerika Serikat dan China untuk menyelesaikan sengketa perdagangan yang telah menghambat pertumbuhan global, mungkin mengalami kemajuan, membantu mengangkat harga minyak mentah.
Kedua belah pihak telah mulai menguraikan komitmen-komitmen dasar pada poin-poin utama pertikaian, sumber-sumber yang akrab dengan negosiasi mengatakan kepada Reuters.
Namun, para analis mengatakan bahwa perlambatan ekonomi global - tanda-tanda yang muncul akhir tahun lalu - akan mencegah harga minyak melonjak melampaui level tertinggi yang dicapai minggu ini.
Baca juga: Harga emas turun tajam pasca-rilis risalah Bank Sentral AS
Baca juga: Bursa Prancis ditutup hampir datar, Indeks CAC 40 naik 0,16 poin
Baca juga: Bursa Inggris melemah, Indeks FTSE 100 ditutup turun 61,23 poin
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: