Indonesia sebenarnya sudah biasa melakukan ekspor jagung
21 Februari 2019 12:40 WIB
Ketua Pataka Yeka Hendra Fatika (duduk di depan, kedua kiri), Presidium Agri Watch Dean Novel (kedua kanan), dan Peneliti Visi Teliti Saksama Nanug Pratomo (paling kanan) dalam diskusi yang digelar di Jakarta, Kamis (21/2/2019).(ANTARA/M Razi Rahman)
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia sebenarnya sudah biasa melakukan ekspor jagung sejak beberapa tahun yang lalu, kata Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika dalam sebuah diskusi pangan.
"Saat ini terbangun opini bahwa di tahun inilah Indonesia baru pertama kali melakukan ekspor jagung. Berdasarkan data BPS dari 2013, ekspor jagung itu adalah hal yang biasa-biasa saja," kata Yeka Hendra Fatika dalam diskusi "Data Jagung yang Bikin Bingung" yang diselenggarakan di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis.
Yeka memaparkan, beberapa negara sasaran ekpsor jagung antara lain adalah Filipina, Jepang, Vietnam, Malaysia, UEA, dan Singapura.
Dengan kata lain, lanjutnya, pemerintah Indonesia sudah lama melakukan ekspor jagung, dengan kecederungan ekspor yang sangat berfluktuasi.
Ia juga mengemukakan bahwa ekspor jagung Indonesia sepenuhnya didorong oleh aktivitas bisnis biasa, terutama perdagangan di wlayah perbatasan antarnegara.
Yeka juga menyoroti bahwa dengan adanya kebijakan pengendalian impor, maka memang benar impor jagung menurun, tetapi di lain pihak, impor gandum ternyata mengalami peningkatkan.
"Karena jagungnya dikurangi, produsen pakan mencari sumber pakan lainnya sehingga ditemukan gandum," ucapnya.
Ketua Pataka menuturkan, kebijakan importasi itu berpotensi menjadi polemik bila sejumlah faktor tidak dipertimbangkan dengan baik seperti berdasarkan pengalaman, importasi yang dilakukan secara mendadak selalu disertai dengan peningkatan harga jagung di pasar internasional, sehingga harga jagung yang diterima peternak melebihi harga patokan jagung sebesar Rp4.000 per kilogram sesuai dengan Permendag No 58/2018.
Sebagaimana diwartakan, pengusaha makanan ternak mengingatkan harga jagung untuk pakan saat ini masih tinggi meski tidak ada kendala suplai dan sudah mulai memasuki masa panen.
"Kalau di Jawa Timur, masih sekitar Rp4.800 per kilogram. Belum sampai kata Pak (Menteri Pertanian) Amran itu Rp3.000-an," kata Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, Sudirman, dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sudirman menjelaskan harga kisaran jagung pakan Rp4.800 per kilogram masih termasuk tinggi, karena dalam kondisi normal jelang masa panen, harga jagung yang sampai ke tingkat pabrik pakan bisa Rp3.500 per kilogram.
Mengenai komoditas jagung yang mulai memasuki masa panen, Sudirman menganggap bukan hal yang luar biasa, karena secara musiman panen terjadi pada Maret-Mei.
Ia justru mengharapkan adanya pasokan jagung yang terjaga hingga akhir tahun, agar tidak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pada periode November-Januari, yang dapat dipenuhi melalui peran Bulog.
Sudirman juga mengingatkan kebutuhan jagung untuk pakan ternak meningkat pada 2019 dengan proyeksi mencapai 20 juta ton.
Baca juga: Mentan berencana ekspor jagung saat musim panen
Baca juga: Peternak minta jagung diprioritaskan untuk dalam negeri
Baca juga: Anggota DPR pertanyakan validitas data kebijakan ekspor jagung
"Saat ini terbangun opini bahwa di tahun inilah Indonesia baru pertama kali melakukan ekspor jagung. Berdasarkan data BPS dari 2013, ekspor jagung itu adalah hal yang biasa-biasa saja," kata Yeka Hendra Fatika dalam diskusi "Data Jagung yang Bikin Bingung" yang diselenggarakan di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis.
Yeka memaparkan, beberapa negara sasaran ekpsor jagung antara lain adalah Filipina, Jepang, Vietnam, Malaysia, UEA, dan Singapura.
Dengan kata lain, lanjutnya, pemerintah Indonesia sudah lama melakukan ekspor jagung, dengan kecederungan ekspor yang sangat berfluktuasi.
Ia juga mengemukakan bahwa ekspor jagung Indonesia sepenuhnya didorong oleh aktivitas bisnis biasa, terutama perdagangan di wlayah perbatasan antarnegara.
Yeka juga menyoroti bahwa dengan adanya kebijakan pengendalian impor, maka memang benar impor jagung menurun, tetapi di lain pihak, impor gandum ternyata mengalami peningkatkan.
"Karena jagungnya dikurangi, produsen pakan mencari sumber pakan lainnya sehingga ditemukan gandum," ucapnya.
Ketua Pataka menuturkan, kebijakan importasi itu berpotensi menjadi polemik bila sejumlah faktor tidak dipertimbangkan dengan baik seperti berdasarkan pengalaman, importasi yang dilakukan secara mendadak selalu disertai dengan peningkatan harga jagung di pasar internasional, sehingga harga jagung yang diterima peternak melebihi harga patokan jagung sebesar Rp4.000 per kilogram sesuai dengan Permendag No 58/2018.
Sebagaimana diwartakan, pengusaha makanan ternak mengingatkan harga jagung untuk pakan saat ini masih tinggi meski tidak ada kendala suplai dan sudah mulai memasuki masa panen.
"Kalau di Jawa Timur, masih sekitar Rp4.800 per kilogram. Belum sampai kata Pak (Menteri Pertanian) Amran itu Rp3.000-an," kata Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, Sudirman, dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sudirman menjelaskan harga kisaran jagung pakan Rp4.800 per kilogram masih termasuk tinggi, karena dalam kondisi normal jelang masa panen, harga jagung yang sampai ke tingkat pabrik pakan bisa Rp3.500 per kilogram.
Mengenai komoditas jagung yang mulai memasuki masa panen, Sudirman menganggap bukan hal yang luar biasa, karena secara musiman panen terjadi pada Maret-Mei.
Ia justru mengharapkan adanya pasokan jagung yang terjaga hingga akhir tahun, agar tidak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pada periode November-Januari, yang dapat dipenuhi melalui peran Bulog.
Sudirman juga mengingatkan kebutuhan jagung untuk pakan ternak meningkat pada 2019 dengan proyeksi mencapai 20 juta ton.
Baca juga: Mentan berencana ekspor jagung saat musim panen
Baca juga: Peternak minta jagung diprioritaskan untuk dalam negeri
Baca juga: Anggota DPR pertanyakan validitas data kebijakan ekspor jagung
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: