Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat Indonesia, khususnya warga Jakarta, akan segera memiliki moda transportasi baru yang akan menunjang mobilitas sehari-hari.

Konstruksi Moda Raya Terpadu atau mass rapid transit (MRT) Jakarta dengan rute Bundaran Hotel Indonesia-Lebak Bulus telah rampung dan sudah beberapa kali diujicobakan kepada publik, tidak terkecuali media.

Sementara Jakarta masih menanti hingga MRT resmi dioperasikan Maret mendatang, bagaimana dengan Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur, yang sudah lebih dahulu menikmati keberadaan angkutan massal ini?

MRT di Kuala Lumpur adalah salah satu moda yang terintegrasi dengan angkutan massal lainnya seperti light rapid transit (LRT), monorel, dan kereta cepat bandara.

Beberapa waktu lalu, Antara berkesempatan mengunjungi Malaysia khusus untuk menjajal moda transportasi massal yang sudah melayani mobilitas masyarakat negara tersebut sejak 2016.

Untuk dapat mencoba MRT di Negeri Jiran, Antara menggunakan kereta cepat dari Bandara Internasional Kuala Lumpur menuju KL Sentral yang merupakan stasiun kereta api utama di Kuala Lumpur di mana berbagai moda transportasi terintegrasi untuk menghubungkan area permukiman, komersial, serta industri di perkotaan dan pinggiran kota.

Dengan menggunakan kereta cepat, hanya dibutuhkan waktu 30 menit untuk mencapai KL Sentral. Selanjutnya, Antara menuju ke Stasiun Muzium Negara yang merupakan stasiun MRT bawah tanah di KL Sentral.
Suasana Stasiun MRT Muzium Negara di Kuala Lumpur, Minggu (10/2/2019). (ANTARA News/Rafiuddin bin Abdul Rahman)


Akses menuju stasiun MRT terbilang mudah, bahkan bagi wisatawan yang membawa banyak barang bawaan, karena dilengkapi fasilitas eskalator dan travelator, juga elevator khusus untuk orang dengan disabilitas.

Stasiun Muzium Negara, seperti halnya stasiun MRT lain di Kuala Lumpur, juga memiliki fasilitas penunjang seperti papan petunjuk arah, CCTV, toilet, tempat sampah, tempat duduk, dan papan keterangan waktu datangnya kereta.

Untuk pembelian tiket, seluruh stasiun MRT di Malaysia sudah menggunakan anjungan tiket mandiri di mana calon penumpang bisa memilih sendiri tujuan mereka, dan membayar tarif perjalanan dengan memasukkan uang kertas maupun koin.
Calon penumpang membeli tiket MRT di anjungan tiket mandiri di salah satu stasiun di Kuala Lumpur, Minggu (10/2/2019). (ANTARA News/Rafiuddin bin Abdul Rahman)


Harga tiket untuk setiap tujuan berbeda-beda, tergantung jarak yang ditempuh. Dari KL Sentral menuju Bukit Bintang yang hanya berjarak tiga stasiun dikenai harga tiket 1,8 RM atau sekitar Rp6 ribu dengan waktu tempuh 7 menit.

Sementara dari Stasiun Merdeka di kawasan Pudu menuju ke Stasiun Sungai Buloh yang merupakan salah satu ujung stasiun yang terletak di Selangor berjarak 22 kilometer, tiket MRT dipatok dengan harga 3,8 RM atau sekitar Rp13 ribu ditempuh dengan waktu 40 menit.

Antara mencoba menggunakan MRT menuju Bukit Bintang, salah satu pusat perbelanjaan dan hiburan di Kuala Lumpur. Setelah membayar di anjungan tiket mandiri, Antara mendapat token berwarna biru yang tinggal diketukkan di gate masuk.

Selanjutnya, tinggal menunggu datangnya kereta yang bisa dipantau dari papan petunjuk. Interval waktu kedatangan kereta di setiap stasiun cukup beragam, berkisar 3-5 menit sekali.

Setelah kereta tiba, calon penumpang harus menunggu penumpang yang ingin turun dahulu, sebelum memasuki kereta.

Fasilitas di dalam kereta memadai. Selain bangku untuk penumpang prioritas, juga disediakan pegangan tangan untuk penumpang yang berdiri, pendingin ruangan, serta informasi status keberangkatan dan tujuan kereta yang disampaikan dalam bentuk audio dan visual.
Suasana di dalam gerbong MRT di Kuala Lumpur, Minggu (10/2/2019). (ANTARA News/Rafiuddin bin Abdul Rahman)


MRT di Malaysia dijalankan dengan teknologi serba otomatis. Tidak ada ruang untuk masinis, dan pintu kereta yang bisa membuka-menutup secara otomatis.

Setelah tiba di tujuan, penumpang bisa keluar dengan memasukkan token di gate keluar stasiun. Jadi pastikan anda menjaga baik-baik token tersebut selama perjalanan.

Jika terdapat masalah seperti token hilang atau berhenti bukan di stasiun awal yang dituju, penumpang dapat menghubungi petugas di loket layanan pelanggan yang letaknya di dekat gate masuk dan gate keluar.

Berbagai fasilitas, akses, dan kecanggihan teknologi terbukti memberi kemudahan untuk mobilitas warga setempat maupun wisatawan yang berkunjung di Malaysia.

Lalu, apa warga lokal maupun wisatawan mengenai MRT Malaysia?

Lukas Jung, seorang wisatawan asal Jerman, mengkritisi masih kurangnya papan petunjuk arah dan informasi, yang menyebabkan dia salah memilih platform beberapa kali.

Ia juga berpendapat jika MRT Malaysia menggunakan sistem kartu yang dapat digunakan berkali-kali atau dalam jangka waktu tertentu misalnya tiga hari atau satu minggu, akan lebih memudahkan wisatawan asing sehingga mereka tidak perlu membeli tiket setiap akan menuju suatu tempat.

“Tetapi MRT ini sangat berguna untuk saya bepergian ke manapun, karena harganya yang cukup murah dan sangat ramah lingkungan,” kata Lukas.

Sementara bagi warga Malaysia, keberadaan MRT sangat bermanfaat sebagai alternatif untuk melengkapi KTM komuter yang jalannya tidak begitu cepat.

Warga setempat juga diuntungkan dengan kebijakan tambahan yang ditetapkan Pemerintah Malaysia mengenai kartu pass My100 dan My50.

Dengan membeli kartu seharga 100 RM, penumpang dapat bepergian berkali-kali dengan kereta yang terintegrasi dalam jaringan Rapid KL atau jaringan bus selama 30 hari untuk perjalanan tanpa batas menggunakan LRT, MRT, monorel, BRT, bus Rapid MR, serta bus pengumpan.

Sementara kartu seharga 50 RM hanya dapat digunakan untuk bepergian menggunakan bus Rapid KL dan bus pengumpan, tidak termasuk BRT.

“Sayangnya layanan MRT hanya tersedia di sekeliling Lembah Kilang (Kuala Lumpur) dan Selangor, belum mencakup negara bagian yang lain seperti Kelantan atau Negeri Sembilan,” kata Nur Asilah Soraya binti Lokman, mahasiswi Universiti Islam Antarbangsa Malaysia.

Sedangkan bagi Abdul Bari, menjajal MRT di Malaysia menjadi pengalaman baru baginya. Selain harga tiket yang terjangkau, Abdul juga memuji integrasi MRT di Malaysia dengan moda transportasi lain yang memudahkan mobilitasnya.

Ia berharap keberadaan MRT di Jakarta nantinya akan dapat menyamai atau bahkan menandingi MRT yang telah lebih dahulu dioperasikan di Negeri Jiran.

“Harapan saya jujur saya semoga (MRT Jakarta) tidak sebobrok komuternya,” ujar Abdul.



Jaringan MRT Sungai Buloh-Kajang mulai beroperasi pada Desember 2016 dengan pembukaan fase pertama sepanjang 21 kilometer mencakup Sungai Buloh-Semantan, yang terdiri dari 12 stasiun.

Pambangunan fase kedua dilanjutkan dan pada Juli 2017 jalur MRT Sungai Buloh-Kajang sepanjang 51 kilometer beroperasi penuh dengan total 31 stasiun.

Proyek senilai 23 miliar RM atau sekitar Rp79,40 triliun berfungsi sebagai koridor untuk populasi 1,2 juta orang, yang menghubungkan rumah-rumah dengan tujuan mereka di kota.

Setiap set MRT yang melayani jalur Sungai Buloh-Kajang terdiri dari empat gerbong dengan kapasitas total 1.200 penumpang per perjalanan. Setiap harinya, MRT jalur Sungai Buloh-Kajang melayani 170 ribu penumpang.

Saat ini otoritas Malaysia sedang meneruskan konstruksi jalur ketiga MRT Sungai Buloh-Serdang-Putrajaya, yang diharapkan beroperasi penuh pada 2022.

Baca juga: Menjajal BTS Skytrain dan MRT Bangkok di Thailand

Baca juga: MRT si saudara muda, peluru baru transportasi Jakarta