Program percepatan pencegahan "stunting" diluncurkan Pemkab Lamongan-Jatim
20 Februari 2019 05:47 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan pengarahan dalam acara Rembug Desa Pencegahan Anak Kerdil di Praya Tengah, Lombok Tengah, NTB, Kamis. (Fransiska Ninditya)
Lamongan, Jatim (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur meluncurkan program percepatan pencegahan "stunting" atau sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya.
Bupati Lamongan, Fadeli di Lamongan, Selasa mengatakan, pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK), kemudian menuntaskan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 5 pilar, dan ditambah Gerakan Masyarakat Sehat (Germas).
"Komitmen dalam program ini akan dituangkan dalam peraturan bupati, sehingga pada 2020 program sudah harus tuntas, tidak perlu menunggu 2024, seperti program nasional," katanya.
Fadeli mengatakan, angka prevalensi bayi stunting di Lamongan terus turun secara drastis, dari sebesar 25,2 persen pada 2016, menjadi 23 persen pada 2017, dan kembali turun menjadi 14,4 persen pada 2018.
"Turunnya angka prevalensi di antaranya karena gencarnya sosialisasi Germas serta masifnya upaya mewujudkan STBM. Dan Lamongan juga memiliki Program Pedulu Gizi Balita (Pelita LA) yang membantu pemberian makanan tambahan untuk pemenuhan gizi balita maupun ibu hamil," katanya.
Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes, Imran Agus Nurali mengapresiasi upaya Pemkab Lamongan, dan menganggap telah mendahului pemerintah pusat.
Sebab, kata Imran, program pemerintah pusat baru direncanakan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
"Sementara Pemkab Lamongan sudah mencanangkan penuntasan STBM 5 pilar di 2019, dengan target tuntas di 2020, dan kami apresiasi," katanya.
Imran mengatakan, penuntasan STBM sangat penting dalam rangka percepatan pencegahan stunting, meski sebenarnya pemerintah sudah sukses menurunkan angka stunting dari 37,5 persen pada 2013, menjadi 30,7 persen pada 2018.
"Stunting ini terjadi karena faktor gangguan gizi sejak dalam kandungan hingga usia anak 2 tahun. InsyAllah dengan kontribusi dari Lamongan bisa mencapai target angka stunting dibawah 20 persen," katanya.
Imran menyebut, saat ini baru ada 42 kabupaten/kota di Indonesia yang berstatus Open Defecation Free (ODF), atau bebas dari buang air besar sembarangan.
Dia berharap prestasi Lamongan tersebut bisa menjadi semacam provokasi bagi kabupaten/kota lain di Jawa Timur.
Baca juga: Optimalisasi dana desa bisa untuk mencegah "stunting", sebut Kemendes PDTT
Baca juga: Pakar: stunting bukan karena gen tapi faktor lingkungan
Bupati Lamongan, Fadeli di Lamongan, Selasa mengatakan, pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK), kemudian menuntaskan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 5 pilar, dan ditambah Gerakan Masyarakat Sehat (Germas).
"Komitmen dalam program ini akan dituangkan dalam peraturan bupati, sehingga pada 2020 program sudah harus tuntas, tidak perlu menunggu 2024, seperti program nasional," katanya.
Fadeli mengatakan, angka prevalensi bayi stunting di Lamongan terus turun secara drastis, dari sebesar 25,2 persen pada 2016, menjadi 23 persen pada 2017, dan kembali turun menjadi 14,4 persen pada 2018.
"Turunnya angka prevalensi di antaranya karena gencarnya sosialisasi Germas serta masifnya upaya mewujudkan STBM. Dan Lamongan juga memiliki Program Pedulu Gizi Balita (Pelita LA) yang membantu pemberian makanan tambahan untuk pemenuhan gizi balita maupun ibu hamil," katanya.
Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes, Imran Agus Nurali mengapresiasi upaya Pemkab Lamongan, dan menganggap telah mendahului pemerintah pusat.
Sebab, kata Imran, program pemerintah pusat baru direncanakan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
"Sementara Pemkab Lamongan sudah mencanangkan penuntasan STBM 5 pilar di 2019, dengan target tuntas di 2020, dan kami apresiasi," katanya.
Imran mengatakan, penuntasan STBM sangat penting dalam rangka percepatan pencegahan stunting, meski sebenarnya pemerintah sudah sukses menurunkan angka stunting dari 37,5 persen pada 2013, menjadi 30,7 persen pada 2018.
"Stunting ini terjadi karena faktor gangguan gizi sejak dalam kandungan hingga usia anak 2 tahun. InsyAllah dengan kontribusi dari Lamongan bisa mencapai target angka stunting dibawah 20 persen," katanya.
Imran menyebut, saat ini baru ada 42 kabupaten/kota di Indonesia yang berstatus Open Defecation Free (ODF), atau bebas dari buang air besar sembarangan.
Dia berharap prestasi Lamongan tersebut bisa menjadi semacam provokasi bagi kabupaten/kota lain di Jawa Timur.
Baca juga: Optimalisasi dana desa bisa untuk mencegah "stunting", sebut Kemendes PDTT
Baca juga: Pakar: stunting bukan karena gen tapi faktor lingkungan
Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019
Tags: