Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan beberapa pendapatnya yang bertolak belakang dengan kebijakan Presiden Joko Widodo merupakan ungkapan jujur untuk kebaikan pembangunan Indonesia.

"Untuk kebaikan, saya bicara apa yang menurut pikiran saya itu benar. Saya itu kalau menganggap sesuatu tidak sesuai, saya ngomong, tapi tetap dalam konteksnya," kata JK kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa.

Pendapat JK yang tidak sejalan dengan kebijakan Jokowi antara lain terkait pembangunan "light rail transit" (LRT) Jabodebek, TranSulawesi, serta bergabungnya Basuki Tjahaja Purnama di partai pendukung capres petahana tersebut.

Terkait pembangunan LRT Jabodebek, yang menurut Wapres terlampau mahal dan tidak efisien karena dibangun melayang, JK mengatakan pembangunan itu justru 'overinvestment'.

Sehingga, ketika LRT dibangun "elevated" maka anggaran yang dikeluarkan lebih mahal, serta tidak dapat dilakukan perluasan jalan tol di bawahnya.

"Waktu saya bicara tentang LRT itu di muka para konsultan. Saya sampaikan semua konsultan harus berpikir jernih, jangan membiarkan terjadinya 'overinvestment' yang tidak seharusnya. Jadi bukan konteksnya investasi, tapi para konsultan itu harus obyektif," jelasnya.

Sementara itu terkait pembangunan jalur kereta Trans-Sulawesi, JK juga mempertanyakan manfaat infrastruktur tersebut belum terlalu bisa dirasakan.

Menurut Wapres, pembangunan jalur kereta api Trans-Sulawesi tidak akan efisien seperti di Pulau Jawa yang memiliki penduduk 160 juta orang. Sehingga JK mengatakan sebaiknya jalur kereta api di Sulawesi digunakan untuk mengangkut batu bara dan komoditas lain yang menghasilkan keuntungan ekonomi.

"Justru kampung saya juga itu, bahwa Trans-Sulawesi itu diubah dulu untuk mengangkut batu bara dan semen, supaya menghasilkan dulu. Baru nanti di situ dikembangkan. Bukan saya kritik, saya kasih solusi juga, supaya kau jangan rugi," katanya.

Kritikan-kritikan tersebut menurut Wapres JK, yang juga Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, tidak akan menurunkan elektabilitas Jokowi di Pilpres 2019.

"Justru mungkin akan naik, berarti pemerintah memperhatikan harus efisien. Karena kita akan mengubah menjadi efisien, maka akan bisa naik (elektabilitas). Jangan lupa itu," ujarnya.