Pemerintah siap kucurkan dana eksplorasi migas 1,1 miliar dolar
19 Februari 2019 16:56 WIB
Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar menjadi pembicara utama dalam Seminar Migas 2019 di Jakarta, Selasa (19/02/2019). (ANTARA News/Afut Syafril)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah siap mengeluarkan dana 1,1 miliar dolar AS untuk kegiatan eksplorasi migas dari total modal komitmen kerja pasti sebesar 2,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp31,5 triliun.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar di Jakarta, Selasa, mengatakan saat ini ada dana yang cukup besar untuk eksplorasi, baik dalam maupun luar wilayah kerja minyak dan gas. Kegiatan eksplorasi dibutuhkan untuk mengatasi defisit migas yang makin besar mulai 2025 hingga mencapai puncaknya pada 2050.
“Ini dana yang bisa digunakan untuk eksplorasi 5-10 tahun ke depan. Dana ini kami harapkan terus bertambah,” ujar Arcandra saat Seminar Energi Neraca Energi Indonesia, Suatu Tinjauan Kritis Sektor Migas” yang digelar Ikatan Alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung.
Menurut Arcandra, dana eksplorasi saat ini yang berasal dari komitmen kerja pasti dari kontrak-kontrak dengan skema gross split jauh lebih baik dibanding sebelumnya yang hanya sebesar 5 juta dolar AS. Dana tersebut sangat kecil dengan begitu banyak wilayah yang belum dieksplorasi.
Selain dana eksplorasi, pemerintah juga berencana memperbaiki dari sisi penggunaan data untuk kebutuhan seismik. Data-data kebutuhan untuk eksplorasi akan dibuka bagi perusahaan-perusahaan yang berminat.
“Data-data akuisisi akan dibebaskan. Karena selama ini, dana PNBP dari akses data hanya sekitar 1 juta dolar. Jadi kita akan revisi Permen Nomor 27 Tahun 2006,” ungkap Arcandra.
Sementara itu, Syamsu Alam, Ketua Alumni Teknik Geologi ITB, mengatakan hingga 2050 kebutuhan migas khususnya minyak secara persentase belum berkurang secara signifikan dan mencapai 2 juta-3 juta barel per hari (bph).
Di sisi lain, jika melihat cadangan Indonesia 3,5 miliar BOE atau hanya 0,2 persen dari cadangan minyak dunia, sehingga butuh usaha luar biasa agar produksi nasional bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kita harus ingat, produksi minyak saat ini 800 ribu barel per hari itu yang 200 ribu bph berasal dari Banyu Urip. Kalau tidak ada Banyu Urip, produksi hanya 500 ribuan. Kalau tidak menemukan Banyu Urip lainnya, kita akan menghadapi masalah besar nantinya,” ujar Syamsu.
Baca juga: Arcandra: tiga hal utama temukan "Giant Discovery"
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar di Jakarta, Selasa, mengatakan saat ini ada dana yang cukup besar untuk eksplorasi, baik dalam maupun luar wilayah kerja minyak dan gas. Kegiatan eksplorasi dibutuhkan untuk mengatasi defisit migas yang makin besar mulai 2025 hingga mencapai puncaknya pada 2050.
“Ini dana yang bisa digunakan untuk eksplorasi 5-10 tahun ke depan. Dana ini kami harapkan terus bertambah,” ujar Arcandra saat Seminar Energi Neraca Energi Indonesia, Suatu Tinjauan Kritis Sektor Migas” yang digelar Ikatan Alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung.
Menurut Arcandra, dana eksplorasi saat ini yang berasal dari komitmen kerja pasti dari kontrak-kontrak dengan skema gross split jauh lebih baik dibanding sebelumnya yang hanya sebesar 5 juta dolar AS. Dana tersebut sangat kecil dengan begitu banyak wilayah yang belum dieksplorasi.
Selain dana eksplorasi, pemerintah juga berencana memperbaiki dari sisi penggunaan data untuk kebutuhan seismik. Data-data kebutuhan untuk eksplorasi akan dibuka bagi perusahaan-perusahaan yang berminat.
“Data-data akuisisi akan dibebaskan. Karena selama ini, dana PNBP dari akses data hanya sekitar 1 juta dolar. Jadi kita akan revisi Permen Nomor 27 Tahun 2006,” ungkap Arcandra.
Sementara itu, Syamsu Alam, Ketua Alumni Teknik Geologi ITB, mengatakan hingga 2050 kebutuhan migas khususnya minyak secara persentase belum berkurang secara signifikan dan mencapai 2 juta-3 juta barel per hari (bph).
Di sisi lain, jika melihat cadangan Indonesia 3,5 miliar BOE atau hanya 0,2 persen dari cadangan minyak dunia, sehingga butuh usaha luar biasa agar produksi nasional bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kita harus ingat, produksi minyak saat ini 800 ribu barel per hari itu yang 200 ribu bph berasal dari Banyu Urip. Kalau tidak ada Banyu Urip, produksi hanya 500 ribuan. Kalau tidak menemukan Banyu Urip lainnya, kita akan menghadapi masalah besar nantinya,” ujar Syamsu.
Baca juga: Arcandra: tiga hal utama temukan "Giant Discovery"
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: