Debat Capres
Aktivis nilai Jokowi unggul pada isu lingkungan saat debat
18 Februari 2019 20:25 WIB
Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo (kiri), dan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto (kanan), disaksikan Ketua KPU, Arief Budiman (tengah), bersiap mengikuti debat calon presiden putaran kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). Debat kedua mereka itu mengangkat tema energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur. (ANTARA FOTO/Akbar Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Aktivis lingkungan, Agus Sari, menillai beberapa pencapaian dan penanganan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan Presiden Joko Widodo menjadi keunggulannya pada saat Debat Capres kedua.
"Capaian yang dihasilkan Presiden Jokowi menjadikan Indonesia tanpa asp akibat kebakaran hutan dan ladang gambut sejak peristiwa tahun 2015, menjadi keunggulan bagi Pak Jokowi," kata dia, melalui pernyataan tertulisnya yang diterima, di Jakarta, Senin.
Menurut dia, penanganan atas masalah-masalah lingkungan menjadi keunggulan bagi calon presiden, Joko Widodo, dalam debat kedua calon presiden di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu malam (17/2).
Ia menambahkan, keberpihakan Jokowi terhadap rakyat dalam pengelolaan hutan dan lingkungan, melalui perhutanan sosial, membuat rakyat yang tinggal di sekitar hutan tidak terpinggirkan.
Dengan mendapat hak pakai pengelolaan hutan yang ada di sekitar masyarakat selama 35 tahun, kata dia, maka sama dengan hak yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan pengelolaan hutan berskala besar. "ini menunjukkan masyarakat punya hak dan tanggung jawab yang sama untuk ikut menjaga hutan serta lingkungan," katanya.
Dalam pandangan Sari isu lingkungan yang dibahasakan Jokowi pada debat itu, sangat kuat dan sulit dibantah Prabowo. "Soal kabut asap dan kebakaran hutan, praktis sudah turun hingga 90 persen," katanya.
Sebagai orang Sumatera, dia bilang, kebijakan Jokowi soal kebakaran hutan dan penanganan lingkungan berjalan efektif.
Sari mengutip data Citra Satelit Landsat 8 OLI TIRS dan Citra Satelit Sentinel 2, pada 2015, terjadi kebakaran hutan dan lahan di Sumsel mencapai 765.536 Hektare dengan total 27.043 titik panas, kemudian 2016 menurut drastis yakni, luas kebakaran hutan menjadi 978 hektar dengan 973 titik panas. Pada 2017, luas kebakaran sempat meningkat menjadi 9.286 Hektare dengan 1.212 titik panas, tapi pada 2018 menurun lagi menjadi 7.762 Hektare dengan 971 titik panas.
"Capaian yang dihasilkan Presiden Jokowi menjadikan Indonesia tanpa asp akibat kebakaran hutan dan ladang gambut sejak peristiwa tahun 2015, menjadi keunggulan bagi Pak Jokowi," kata dia, melalui pernyataan tertulisnya yang diterima, di Jakarta, Senin.
Menurut dia, penanganan atas masalah-masalah lingkungan menjadi keunggulan bagi calon presiden, Joko Widodo, dalam debat kedua calon presiden di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu malam (17/2).
Ia menambahkan, keberpihakan Jokowi terhadap rakyat dalam pengelolaan hutan dan lingkungan, melalui perhutanan sosial, membuat rakyat yang tinggal di sekitar hutan tidak terpinggirkan.
Dengan mendapat hak pakai pengelolaan hutan yang ada di sekitar masyarakat selama 35 tahun, kata dia, maka sama dengan hak yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan pengelolaan hutan berskala besar. "ini menunjukkan masyarakat punya hak dan tanggung jawab yang sama untuk ikut menjaga hutan serta lingkungan," katanya.
Dalam pandangan Sari isu lingkungan yang dibahasakan Jokowi pada debat itu, sangat kuat dan sulit dibantah Prabowo. "Soal kabut asap dan kebakaran hutan, praktis sudah turun hingga 90 persen," katanya.
Sebagai orang Sumatera, dia bilang, kebijakan Jokowi soal kebakaran hutan dan penanganan lingkungan berjalan efektif.
Sari mengutip data Citra Satelit Landsat 8 OLI TIRS dan Citra Satelit Sentinel 2, pada 2015, terjadi kebakaran hutan dan lahan di Sumsel mencapai 765.536 Hektare dengan total 27.043 titik panas, kemudian 2016 menurut drastis yakni, luas kebakaran hutan menjadi 978 hektar dengan 973 titik panas. Pada 2017, luas kebakaran sempat meningkat menjadi 9.286 Hektare dengan 1.212 titik panas, tapi pada 2018 menurun lagi menjadi 7.762 Hektare dengan 971 titik panas.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: