AZI dan UI kerja sama untuk menangani penderita serangan jantung
18 Februari 2019 19:11 WIB
Rizwan Abudaeri, Direktur Astra Zeneca Indonesia menjelaskan penanganan pasien yang mengalami serangan jantung dalam seminar bertajuk "Penguatan Kolaborasi Untuk Menciptakan Solusi Inovatif Dengan Tujuan Optimalisasi Pelayanan Publik Terhadap Pasien Serangan Jantung atau Sindrom Koroner Akut (SKA) Pada Tahap Pre-Hospital" di JW Luwansa Hotel Kuningan Jakarta Selatan, Senin (18/2)
Jakarta (ANTARA News) - Astra Zeneca Indonesia (AZI) sebagai mitra Kementrian Kesehatan bekerjasama dengan 'Center of Health Economics and Policy Science' (CHEPS) Universitas Indonesia mencanangkan program HeartBeats (HEBAT) Indonesia, untuk mengevaluasi penanganan penyakit serangan jantung atau Sindrom Koroner Akut (SKA).
"Program HeartBeats merupakan sebuah studi yang akan di pimpin oleh Budi Hidayat, Ketua CHEPS Universitas Indonesia, untuk melihat penanganan awal pasien sebelum masuk rumah sakit (pre-hospitalisasi)," kata Rizwan Abudaeri, Direktur Astra Zeneca Indonesia saat menjelaskan tentang program 'HeartBeats' (Hebat) dalam seminar bertempat di Jakarta, Senin.
Rizwan Abudaeri juga menjelaskan bahwa serangan jantung merupakan penyakit peringkat kedua penyebab kematian setelah stroke yang disebabkan oleh lemak berlebih, hipertensi, merokok, dan faktor keturunan.
Dengan adanya program "Hebat" ini diharapkan bisa menggeser peringkat penyakit jantung sebagai penyebab kematian.
Sedangkan menurut Ketua CHEPS, Prof. Budi Hidayat problematika penyakit jantung terletak pada penanganan pre hospital.
"Pre hospital adalah bagaimana memperpendek waktu penanganan saat pasien mulai mengalami serangan jantung. Hal ini bisa mengubah paradigma di dunia kesehatan kalau waktu adalah nyawa," kata Budi hidayat.
Di tempat yang sama, dr. Dafzah A juzar, menjelaskan tentang program yang dilakukan di Rumah Sakit Harapan Kita, bahwa pasien serangan jantung dimulai dari mengetahui keluhan pasien, untuk bisa mendapat pertolongan yang tepat pasien harus memiliki inisiatif untuk mencari pertolongan sampai di fasilitas kesehatan terdekat.
"Untuk penanganan pasien serangan jantung, harus dimulai dari keluhan apa yang dialami pasien, sehingga pasien bisa mendapat penangan yang tepat di fasilitas kesehatan, sayangnya belum semua fasilitas kesehatan mempunyai fasilitas penanganan serangan jantung, jika fasilitas kesehatan tidak memiliki fasilitas serangan jantung pasien harus ditransfer ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas serangan jantung," kata Dafzah.
Rendahnya pemahaman pasien tentang gejala awal serangan jantung seringkali mengalami keterlambatan dalam penanganan. Padahal semakin lama keterlambatan pasien untuk mendapatkan pelayanan, angka kematian pasien semakin tinggi, kata Dafzah. ***3***
Baca juga: Kesehatan jantung melemah, Titiek Puspa tanam alat pacu jantung
"Program HeartBeats merupakan sebuah studi yang akan di pimpin oleh Budi Hidayat, Ketua CHEPS Universitas Indonesia, untuk melihat penanganan awal pasien sebelum masuk rumah sakit (pre-hospitalisasi)," kata Rizwan Abudaeri, Direktur Astra Zeneca Indonesia saat menjelaskan tentang program 'HeartBeats' (Hebat) dalam seminar bertempat di Jakarta, Senin.
Rizwan Abudaeri juga menjelaskan bahwa serangan jantung merupakan penyakit peringkat kedua penyebab kematian setelah stroke yang disebabkan oleh lemak berlebih, hipertensi, merokok, dan faktor keturunan.
Dengan adanya program "Hebat" ini diharapkan bisa menggeser peringkat penyakit jantung sebagai penyebab kematian.
Sedangkan menurut Ketua CHEPS, Prof. Budi Hidayat problematika penyakit jantung terletak pada penanganan pre hospital.
"Pre hospital adalah bagaimana memperpendek waktu penanganan saat pasien mulai mengalami serangan jantung. Hal ini bisa mengubah paradigma di dunia kesehatan kalau waktu adalah nyawa," kata Budi hidayat.
Di tempat yang sama, dr. Dafzah A juzar, menjelaskan tentang program yang dilakukan di Rumah Sakit Harapan Kita, bahwa pasien serangan jantung dimulai dari mengetahui keluhan pasien, untuk bisa mendapat pertolongan yang tepat pasien harus memiliki inisiatif untuk mencari pertolongan sampai di fasilitas kesehatan terdekat.
"Untuk penanganan pasien serangan jantung, harus dimulai dari keluhan apa yang dialami pasien, sehingga pasien bisa mendapat penangan yang tepat di fasilitas kesehatan, sayangnya belum semua fasilitas kesehatan mempunyai fasilitas penanganan serangan jantung, jika fasilitas kesehatan tidak memiliki fasilitas serangan jantung pasien harus ditransfer ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas serangan jantung," kata Dafzah.
Rendahnya pemahaman pasien tentang gejala awal serangan jantung seringkali mengalami keterlambatan dalam penanganan. Padahal semakin lama keterlambatan pasien untuk mendapatkan pelayanan, angka kematian pasien semakin tinggi, kata Dafzah. ***3***
Baca juga: Kesehatan jantung melemah, Titiek Puspa tanam alat pacu jantung
Pewarta: Agus Saeful Iman dan Ganet
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: