Artikel
Mengintip strategi caleg meraup simpati pemilih
18 Februari 2019 17:55 WIB
Anggota Satpol PP Kota Serang menurunkan poster calon anggota legislatif (caleg) yang dipasang di pertokoan di Pasar Rau, Serang, Banten, Jumat (14/2). Bawaslu Banten menyita dan menertibkan berbagai alat peraga kampanye caleg berupa spanduk, poster dan gapura yang dipasang di tempat fasilitan umum seprti tempat ibadah, sekolah, tiang listrik dan pohon. (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
Bandarlampung (ANTARA News) - Pemilihan calon anggota legislatif (caleg) yang berbarengan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden tinggal dua bulan lagi, tepatnya tanggal 17 April 2019.
Beragam cara dan upaya dilakukan caleg untuk mengenalkan diri dan menarik simpati calon pemilih. Mayoritas dari mereka memanfaatkan banner, spanduk, kalender, media sosial, dan iklan di media massa.
Selain itu, ada pula yang menjanjikan sesuatu dan memasang banner-nya di suatu tempat. Seperti di area pemancingan umum. Kepada pemilik kolam, melalui tim sukses yang memasangnya akan mengadakan lomba memancing dengan hadiah dan ikan dari si caleg.
Sejumlah pemancing pun tertarik menanti janji itu. Namun ketika tak kunjung sua janji itu, maka para pemancing pun meminta pemilik kolam untuk menurunkan banner tersebut.
Setidaknya ada dua kolam pemancingan umum di Bandarlampung yang mendapatkan janji itu, namun hingga dua bulan menjelang pemilihan tidak ada atau belum direalisasikan.
Sang pemilik kolam pun merasa kecewa, sebab jika benar janji itu direalisasikan, tempat usahanya akan ramai dan akan menjual ikan untuk dipancing dengan jumlah lebih banyak.
Sementara yang menggunakan kalender, sejak akhir tahun 2018 hingga Januari 2019, masih ada yang membagikannya melalui tim sukses.
Ada yang terang-terangan memberikan langsung ke pemilik rumah yang didatangi, namun ada pula yang tidak langsung dengan cara melemparkan ke teras rumah.
Untuk yang kedua, sebagian warga di Bandarlampung mengaku kecewa lantaran tidak bertemu langsung dengan si pemberi kalender. Alasannya, si pemilik rumah mengaku sudah banyak dan lebih baik dibagikan ke tempat lain.
Pembagian kalender pun dilakukan di area pasar. Seperti di Pasar Perumnas Wayhalim, Bandarlampung beberapa waktu lalu. Seorang caleg memberikan kalender sambil mempromosikan visi-misinya dan meminta dukungan serta pilihannya. Ia pun berucap "pasti amanah".
Sedangkan yang menggunakan banner baik berukuran kecil hingga besar, mereka memasangnya di lokasi strategis. Seperti lahan kosong. Bahkan di Jalan Untung Suropati seolah menjadi "kebun" banner para caleg, karena banyaknya caleg baik untuk DPRD Kota Bandarlampung, DPRD Lampung, DPR dan DPD, ada di sana.
Beragam tulisan yang tertera, namun mayoritas menuliskan "mohon doa dan dukungannya".
Selain menampilkan foto caleg tersebut, ada pula yang memanfaatkan tokoh sentral partai tersebut, termasuk calon presiden yang didukung partainya.
Kemudian, ada pula caleg yang memanfaatkan kendaraan pribadi untuk memasang bannernya. Namun, ada pula yang memanfaatkan kendaraan umum.
Terkait di kendaraan umum, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bandarlampung Candrawansah mengungkapkan ada perjanjian antara sopir angkutan umum dan calon anggota legislatif untuk memasang alat peraga kampanye (APK) di kaca mobilnya.
Terjadi "deal-dealan`"(tawar menawar), kalau harganya cocok ya bisa dipasang, kata dia.
Candrawansah bersama timnya sering menemukan APK yang terpasang di kaca mobil angkutan umum.
Dia secara langsung meminta pengemudi angkutan umum untuk mencopot APK saat ditemui di Terminal Induk Rajabasa, Kemiling, Pasar Tengah, dan sebagainya.
Pihaknya juga menanyakan kenapa memasang, alasan mereka, ya itu karena disuruh dan juga ada caleg yang menawarkan mereka untuk `deal-dealan`. Mereka bilang kadang Rp100 ribu hingga Rp200 ribu berlangganan selama satu bulannya.
Dia menegaskan, pemasangan APK di pepohonan maupun di kaca mobil angkutan umum sudah jelas melanggar peraturan dalam berkampanye.
APK yang dipasang di pepohonan dapat merusak lingkungan serta membuat kotor lingkungan kota.
Dia melanjutkan, pernah ada beberapa sopir angkutan umum yang menolak untuk dicopot APK tersebut.
Mereka beralasan tidak ingin dicopot lantaran sudah ada perjanjian dan baru berjalan beberapa hari.
Sikap Pemilih
Sejumlah pemilih mengaku tidak mempedulikan banner yang berisi "harapan" caleg untuk memilihnya karena mereka selain sudah ada calon yang akan dipilih, juga ada yang mengaku tak akan memilih.
Hartini, warga Bandarlampung, misalnya, dia sudah memiliki caleg yang akan dipilih karena kedekatan emosional--kawan semasa sekolah, meskipun dia dari partai yang tidak mendukung calon presiden yang bakal dipilihnya.
Ia menjelaskan, kalau untuk pilihan caleg tidak masalah, namun untuk presiden tidak bisa diganggu gugat sudah jelas pilihannya.
Calon pemilih lainnya, Herman, mengaku tidak terpengaruh dengan banner yang dilengkapi dengan program kerja dan janji-janji caleg tersebut.
Sebab bagi dia, untuk pilihan caleg jelas yang pertama akan dipilih adalah kerabat terdekat. Sedangkan untuk caleg yang tergolong teman, atau tetangga, harus dari partai pengusung calon presiden yang akan dipilihnya.
Sedangkan bagi calon pemilih yang belum memiliki pilihan mengaku belum memikirkannya. Sebab, menurut mereka siapa pun yang jadi tidak ada korelasi untuk kesejahteraan dirinya.
Dan sebagian mengaku, siapa yang akan memberikan "amplop" berisi lebih besar, tak peduli dari partai apa, akan dipilihnya.
Itu sekilas rangkuman pengamatan dan informasi tergali di masyarakat tentang siapa caleg yang akan dipilih. ?Ada yang sudah punya pilihan, ada yang mengambang dan ada yang menanti datangnya "uang".
Kini, tinggal caleg sendiri yang terus bersosialisasi agar mendapat simpati serta mengedukasi pemilih tentang Pemilu yang adil, jujur, dan bersih.
Baca juga: Spanduk liar Caleg di Jakbar dicopot
Baca juga: Walhi: jangan pilih caleg perusak pohon
Beragam cara dan upaya dilakukan caleg untuk mengenalkan diri dan menarik simpati calon pemilih. Mayoritas dari mereka memanfaatkan banner, spanduk, kalender, media sosial, dan iklan di media massa.
Selain itu, ada pula yang menjanjikan sesuatu dan memasang banner-nya di suatu tempat. Seperti di area pemancingan umum. Kepada pemilik kolam, melalui tim sukses yang memasangnya akan mengadakan lomba memancing dengan hadiah dan ikan dari si caleg.
Sejumlah pemancing pun tertarik menanti janji itu. Namun ketika tak kunjung sua janji itu, maka para pemancing pun meminta pemilik kolam untuk menurunkan banner tersebut.
Setidaknya ada dua kolam pemancingan umum di Bandarlampung yang mendapatkan janji itu, namun hingga dua bulan menjelang pemilihan tidak ada atau belum direalisasikan.
Sang pemilik kolam pun merasa kecewa, sebab jika benar janji itu direalisasikan, tempat usahanya akan ramai dan akan menjual ikan untuk dipancing dengan jumlah lebih banyak.
Sementara yang menggunakan kalender, sejak akhir tahun 2018 hingga Januari 2019, masih ada yang membagikannya melalui tim sukses.
Ada yang terang-terangan memberikan langsung ke pemilik rumah yang didatangi, namun ada pula yang tidak langsung dengan cara melemparkan ke teras rumah.
Untuk yang kedua, sebagian warga di Bandarlampung mengaku kecewa lantaran tidak bertemu langsung dengan si pemberi kalender. Alasannya, si pemilik rumah mengaku sudah banyak dan lebih baik dibagikan ke tempat lain.
Pembagian kalender pun dilakukan di area pasar. Seperti di Pasar Perumnas Wayhalim, Bandarlampung beberapa waktu lalu. Seorang caleg memberikan kalender sambil mempromosikan visi-misinya dan meminta dukungan serta pilihannya. Ia pun berucap "pasti amanah".
Sedangkan yang menggunakan banner baik berukuran kecil hingga besar, mereka memasangnya di lokasi strategis. Seperti lahan kosong. Bahkan di Jalan Untung Suropati seolah menjadi "kebun" banner para caleg, karena banyaknya caleg baik untuk DPRD Kota Bandarlampung, DPRD Lampung, DPR dan DPD, ada di sana.
Beragam tulisan yang tertera, namun mayoritas menuliskan "mohon doa dan dukungannya".
Selain menampilkan foto caleg tersebut, ada pula yang memanfaatkan tokoh sentral partai tersebut, termasuk calon presiden yang didukung partainya.
Kemudian, ada pula caleg yang memanfaatkan kendaraan pribadi untuk memasang bannernya. Namun, ada pula yang memanfaatkan kendaraan umum.
Terkait di kendaraan umum, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bandarlampung Candrawansah mengungkapkan ada perjanjian antara sopir angkutan umum dan calon anggota legislatif untuk memasang alat peraga kampanye (APK) di kaca mobilnya.
Terjadi "deal-dealan`"(tawar menawar), kalau harganya cocok ya bisa dipasang, kata dia.
Candrawansah bersama timnya sering menemukan APK yang terpasang di kaca mobil angkutan umum.
Dia secara langsung meminta pengemudi angkutan umum untuk mencopot APK saat ditemui di Terminal Induk Rajabasa, Kemiling, Pasar Tengah, dan sebagainya.
Pihaknya juga menanyakan kenapa memasang, alasan mereka, ya itu karena disuruh dan juga ada caleg yang menawarkan mereka untuk `deal-dealan`. Mereka bilang kadang Rp100 ribu hingga Rp200 ribu berlangganan selama satu bulannya.
Dia menegaskan, pemasangan APK di pepohonan maupun di kaca mobil angkutan umum sudah jelas melanggar peraturan dalam berkampanye.
APK yang dipasang di pepohonan dapat merusak lingkungan serta membuat kotor lingkungan kota.
Dia melanjutkan, pernah ada beberapa sopir angkutan umum yang menolak untuk dicopot APK tersebut.
Mereka beralasan tidak ingin dicopot lantaran sudah ada perjanjian dan baru berjalan beberapa hari.
Sikap Pemilih
Sejumlah pemilih mengaku tidak mempedulikan banner yang berisi "harapan" caleg untuk memilihnya karena mereka selain sudah ada calon yang akan dipilih, juga ada yang mengaku tak akan memilih.
Hartini, warga Bandarlampung, misalnya, dia sudah memiliki caleg yang akan dipilih karena kedekatan emosional--kawan semasa sekolah, meskipun dia dari partai yang tidak mendukung calon presiden yang bakal dipilihnya.
Ia menjelaskan, kalau untuk pilihan caleg tidak masalah, namun untuk presiden tidak bisa diganggu gugat sudah jelas pilihannya.
Calon pemilih lainnya, Herman, mengaku tidak terpengaruh dengan banner yang dilengkapi dengan program kerja dan janji-janji caleg tersebut.
Sebab bagi dia, untuk pilihan caleg jelas yang pertama akan dipilih adalah kerabat terdekat. Sedangkan untuk caleg yang tergolong teman, atau tetangga, harus dari partai pengusung calon presiden yang akan dipilihnya.
Sedangkan bagi calon pemilih yang belum memiliki pilihan mengaku belum memikirkannya. Sebab, menurut mereka siapa pun yang jadi tidak ada korelasi untuk kesejahteraan dirinya.
Dan sebagian mengaku, siapa yang akan memberikan "amplop" berisi lebih besar, tak peduli dari partai apa, akan dipilihnya.
Itu sekilas rangkuman pengamatan dan informasi tergali di masyarakat tentang siapa caleg yang akan dipilih. ?Ada yang sudah punya pilihan, ada yang mengambang dan ada yang menanti datangnya "uang".
Kini, tinggal caleg sendiri yang terus bersosialisasi agar mendapat simpati serta mengedukasi pemilih tentang Pemilu yang adil, jujur, dan bersih.
Baca juga: Spanduk liar Caleg di Jakbar dicopot
Baca juga: Walhi: jangan pilih caleg perusak pohon
Pewarta: Triono Subagyo
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: