Kemendikbud ingin anugerah seni bangkitkan dimensi spiritual kultural
18 Februari 2019 17:37 WIB
Kepala Museum Basoeki Abdullah, Maeva Salmah (kedua dari kiri) saat konferensi pers kompetisi "Anugerah Seni Basoeki Abdullah" yang ketiga di Jakarta, Selasa (19/2/2019). (Antara/Aubrey Fanani)
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Hilmar Farid menyebutkan anugerah seni Basoeki Abdullah ketiga yang mengambil tema Re-Mitologisasi ditujukan untuk membangkitkan kembali dimensi spiritual kultural di tengah dunia yang semakin modern ini.
Dalam konferensi pers yang digelar di FX Senayan, Jakarta,Senin, Hilmar mengatakan hal ini juga menjadi napak tilas pelukis Basoeki Abdullah yang memang kerap mengangkat tema-tema mitologi dalam karyanya.
"Tema ini tepat waktu di zaman revolusi industri 4.0 menyambut masyarakat 5.0, karena untuk membangun dimensi yang sifatnya spiritual, sebuah naratif sangat penting," kata Hilmar.
Hilmar menyebut, setiap bangsa jelas memerlukan cerita agar menjadi sebuah bangsa yang kokoh dan berkarakter.
Cerita ini juga digunakan untuk mengikat bangsa yang di dalamnya hidup beragam anak bangsa dengan berbagai bahasa daerah dan etnisitas.
"Dan kontribusi kesenian dalam mengankat narasi ini sangat luar biasa. Seringkali yang ditampilkan untuk menguatkan adalah mitologi," ucap dia.
Hilmar lantas mengutip pernyataan sosilog Jerman Max Webber yang menyebut ketika dunia modern berkembang, ikatan manusia dengan macam-macam narasi yang sifatnya mitologis ini cenderung merendah.
Dia tak menampik kalau untuk perkembangan tertentu masyarakat yang semakin rasional tentu menjadi fenomena yang baik, namun justru kering ketika nilai spiritual dan kultural itu hilang sama sekali.
"Kalau kemudian dilihat di zaman modern, segi spiritual ini yang lemah. Peran agama sangat merosot, nilai tradisi juga sama. Orang jadi sangat rasional, masyarakat kering, maju tapi kehilangan dimensi yang sangat penting yang punya narasi cerita sama," ucap dia.
Hilmar pun menghubungkan penguatan kembali nilai mitologis ini dengan peran pelukis Basoeki Abdullah yang dia sebut sangat romantis ketika mengguratkan kuasnya di kanvas dan melukis karya-karya yang bersumber dari mitos bangsa.
"Belia melukis sangat mempesona dan kena dalam membangun narasi tentang bangsa. Untuk apa jadi sebegitu maju kalau dimensi spiritual kultural hilang? Jadi melihat segi spiritual, mitologis yang mengikat kebersamaan kita, dan sekarang menjadi sangat penting," ucap dia.
Dia pun berharap lewat kegiatan ini bisa mengajak para perupa berusia 17 sampai 30 tahun untuk merespons situasi ini.
"Karena mereka yang disebut millenial dan bisa merespons dengan cara pandang yang berbeda. Banyak dimensi lain yang selama ini enggak tergarap dan diharapkan mereka berkontribusi pada menyongsong revolusi 4.0 yang lebih bermakna," ucap dia.
Baca juga: Anugerah Seni Basoeki Abdullah angkat tema Re-mitologisasi
Dalam konferensi pers yang digelar di FX Senayan, Jakarta,Senin, Hilmar mengatakan hal ini juga menjadi napak tilas pelukis Basoeki Abdullah yang memang kerap mengangkat tema-tema mitologi dalam karyanya.
"Tema ini tepat waktu di zaman revolusi industri 4.0 menyambut masyarakat 5.0, karena untuk membangun dimensi yang sifatnya spiritual, sebuah naratif sangat penting," kata Hilmar.
Hilmar menyebut, setiap bangsa jelas memerlukan cerita agar menjadi sebuah bangsa yang kokoh dan berkarakter.
Cerita ini juga digunakan untuk mengikat bangsa yang di dalamnya hidup beragam anak bangsa dengan berbagai bahasa daerah dan etnisitas.
"Dan kontribusi kesenian dalam mengankat narasi ini sangat luar biasa. Seringkali yang ditampilkan untuk menguatkan adalah mitologi," ucap dia.
Hilmar lantas mengutip pernyataan sosilog Jerman Max Webber yang menyebut ketika dunia modern berkembang, ikatan manusia dengan macam-macam narasi yang sifatnya mitologis ini cenderung merendah.
Dia tak menampik kalau untuk perkembangan tertentu masyarakat yang semakin rasional tentu menjadi fenomena yang baik, namun justru kering ketika nilai spiritual dan kultural itu hilang sama sekali.
"Kalau kemudian dilihat di zaman modern, segi spiritual ini yang lemah. Peran agama sangat merosot, nilai tradisi juga sama. Orang jadi sangat rasional, masyarakat kering, maju tapi kehilangan dimensi yang sangat penting yang punya narasi cerita sama," ucap dia.
Hilmar pun menghubungkan penguatan kembali nilai mitologis ini dengan peran pelukis Basoeki Abdullah yang dia sebut sangat romantis ketika mengguratkan kuasnya di kanvas dan melukis karya-karya yang bersumber dari mitos bangsa.
"Belia melukis sangat mempesona dan kena dalam membangun narasi tentang bangsa. Untuk apa jadi sebegitu maju kalau dimensi spiritual kultural hilang? Jadi melihat segi spiritual, mitologis yang mengikat kebersamaan kita, dan sekarang menjadi sangat penting," ucap dia.
Dia pun berharap lewat kegiatan ini bisa mengajak para perupa berusia 17 sampai 30 tahun untuk merespons situasi ini.
"Karena mereka yang disebut millenial dan bisa merespons dengan cara pandang yang berbeda. Banyak dimensi lain yang selama ini enggak tergarap dan diharapkan mereka berkontribusi pada menyongsong revolusi 4.0 yang lebih bermakna," ucap dia.
Baca juga: Anugerah Seni Basoeki Abdullah angkat tema Re-mitologisasi
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Tags: