Jakarta (ANTARA News) - Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Walhi Yuyun Harmono menyebut debat calon presiden putaran kedua untuk pemilihan umum 2019 cukup "menakutkan" dalam konteks perubahan iklim dan pengelolaan hutan.

"Agak nyesek juga, (perubahn iklim) tidak disebut, hutan juga tidak disebut," kata Yuyun di Jakarta, Senin.

"Masih pro-sawit dan pro-batu bara, padahal dua komoditas ini penyumbang terbesar emisi. Pertama, fungsi lahan berbasis hutan, sawit utamanya, dan HTI (Hutan Tanaman Industri) atau kebun kayu. Kedua, sektor energi dari batu bara," ia menambahkan.

Kalau kedua calon presiden yang berkompetisi dalam pemilihan umum 2019 masih berpijak pada dua komoditas tersebut, ia mengatakan, artinya mereka tidak melihat apa yang menjadi persoalan dalam perubahan iklim sehingga tidak menyambungkan kebijakan ekonomi dengan upaya pengendalian perubahan iklim dan dampaknya.

Yuyun mengapresiasi tindakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim mempercepat peninjauan Nationally Determined Contibutions (NDC) dari seharusnya tahun 2020 menjadi 2019 untuk menyesuaikan target menekan peningkatan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius.

Dia menyebut langkah itu menunjukkan kesadaran mengenai pentingnya mitigasi dampak perubahan iklim dan peningkatan upaya penurunan emisi, dan bahwa sumber terbesar emisi berbasis lahan dan energi.

Namun menurut dia dalam debat calon presiden putaran kedua tidak melihat ada yang menganggap persoalan-persoalan itu penting. "Tidak ada yang mengaitkan kebijakan ekonomi mereka dengan isu iklim. Ini mengkhawatirkan," katanya.

Baca juga:
Aktivis: capres tidak menguasai masalah lingkungan hidup
Isu lingkungan yang diprediksi "tenggelam" dalam Debat Capres