Palu (ANTARA News) - Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah di Tanah Air yang sudah banyak melahirkan sejumlah atlet nasional, termasuk di antaranya pada cabang olahraga sepak bola menjadi kebanggaan masyarakat di daerah itu.

Salah satu pesepakbola muda asal Palu, Ibu Kota Provinsi Sulteng, yang kini masuk dalam skuat pasukan Tim Nasional (Timnas) sepak bola Indonesia adalah Witan Sulaeman.

Witan Sulaeman sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Palu telah terpilih mengikuti ajang seleksi nasional usia pelajar beberapa tahun lalu.

Setelah terpilih, mantan siswa kelas olahraga di SMP Negeri 2 Palu itu langsung masuk pelatnas sampai sekarang.

Atas prestasinya, Witan kini sudah menjadi aset sepak bola nasional untuk usia 22 tahun. Iapun masuk Timnas Indonesia yang akan berlaga di Piala AFF di Kamboja pada akhir pekan ini.

"Ini suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat di Kota Palu dan Sulteng umumnya, sebab bisa melahirkan pesepakbola nasional," kata Fredi, seorang guru olahraga di SMP Negeri 2 Palu, tempat Witan Suleman sebelumnya menempuh pendidikan.

Sebagai guru, tentu sangat bangga dan bahagia, sebab Witan kini sudah menjadi pemain sepak bola nasional.

"Kami semua, masyarakat Kota Palu dan Sulteng ikut mendoakan agar Timnas sepak bola Indonesia yang sebentar lagi berlaga di ajang bergengsi tersebut di mana salah satu dari pemainnya asal Palu mampu mengharumkan nama daerah dan negara pada kompetisi tersebut," kata dia.

Menurut dia, untuk menjadi pemain yang berprestasi tentu tidak semudah yang dibayangkan banyak orang.

Semuanya diawali dengan kerja keras dan latihan teratur. "Tanpa latihan yang terprogram, maka akan sulit bagi atlet untuk mencapai prestasi membanggakan," katanya.

Karena itu, pembinaan atlet mutlak dilakukan selagi masih usia dini. Rata-rata atlet yang berprestasi di daerah maupun nasional, semuanya melalui sistem pembinaan yang baik dan terarah.

Selain pembinaan, tentu juga harus dibarengi dengan volume pertandingan. Volume pertandingan harus diperbanyak karena merupakan wadah mengukur kemampuan seorang atlet semua cabang olahraga, termasuk sepak bola.

Dan SMP Negeri 2 Palu sejak memiliki kelas olahraga, telah banyak menelorkan atlet berprestasi. Bahkan khusus cabang olahraga sepak bola, SMP Negeri 2 Palu telah memiliki klub tersendiri yang dibina sejumlah pelatih lokal yang rata-rata adalah mantan pemain sepak bola di Kota Palu.

Dia juga mendukung kompetisi liga pelajar U-14 dan U-16 yang dilaksanakan Pemerintah Kota Palu bekerja sama dengan Asosiasi PSSI Palu dalam rangka meningkatkan prestasi sepak bola di daerah dan nasional.

Melalui kompetisi itu tentu diharapkan sepak bola di Palu atau Sulteng bisa kembali bersinar seperti pada beberapa tahun lalu, yakni sepak bola menjadi kembanggaan masyarakat.

Bahkan, katanya, ada beberapa pemain dari Palu dan daerah lainnya di Sulteng di era 80-an banyak memperkuat klub sepak bola di Tanah Air.

Sulteng di era itu, memiliki klub sepak bola yang terbaik yakni Persipal. Persipal pernah berjaya dan cukup disegani tim-tim lainnya di kancah sepak bola nasional.

Namun, aku dia, beberapa tahun terakhir, prestasi Persipal merosot tajam seiring dengan kendala dana pembinaan.

"Kalau dahulu ada bapak angkat, sekarang tidak ada lagi perusahaan atau pihak swasta yang mau menjadi bapak angkat olahraga sepak bola di daerah ini sehingga tidaklah heran jika sepak bola Sulteng mengalami kemunduran," ujarnya.


Coba bangkit

Persipal Palu, salah satu klub sepak bola kebanggaan masyarakat Sulawesi Tengah, kini sedang berjuang untuk bisa bangkit kembali di kancah persepakbolaan nasional dengan mengikuti berbagai kompetisi Liga Indonesia seperti pada dekade 70 sampai 80-an.

"Waktu itu Persipal sempat menerobos ke Divisi Satu PSSI sehingga masyarakat Sulteng sangat mengagumi Persipal," kata Manager Persipal Palu Jelly Rompas.

Di era kejayaan tersebut, kata Jelly, Persipal cukup disegani tim-tim lainnya.

Namun demikian, dalam kurun waktu beberapa tahun ini, tidak bisa dipungkiri bahwa kejayaan Persipal kian menurun drastis karena terbentur masalah pendanaan.

Ia mengatakan di era 70-80an, Persipal tidak terlalu sulit mendapatkan dana baik dari pemerintah daerah maupun para pengusaha di daerah itu.

"Soal dana waktu itu ya bisa dibilang tidak ada masalah," kata Jelly yang juga menjabat sebagai Kepala Seksi Olahraga Umum dan Tradisional pada Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga Pemkot Palu.

Perempuan yang juga termasuk "gila bola" itu mengatakan saat Persipal masih bersinar di ajang sepak bola nasional di Tanah Air, ada sebuah perusahaan besar menjadi bapak angkat klub kesayangan masyarakat Sulteng.

Tetapi setelah tidak ada lagi perusahaan/pengusaha yang menjadi bapak angkat, prestasi Persipal terus mengalami kemerosotan dan seiring dengan itu, nama besarnya pun seakan-akan tenggelam.

Padahal, kata dia, secara stok pemain, Persipal memiliki banyak pemain yang terbilang bagus karena hingga kini klub tersebut masih membina 10 sekolah sepak bola usia dini.

"Kami sekarang ini punya binaan 10 sekolah sepak bola untuk usia U-9 dan U-16 yang di bawah naungan langsung Persipal," kata dia.

Semua sekolah sepak bola tersebut berpusat di Palu, Ibu Kota Provinsi Sulteng dan setiap dua tahun sekali, managemen Persipal memutar liga lokal.

Salah satunya, kata dia, untuk mempersiapkan diri menghadapi kompetisi Liga III yang dahulu masih dikenal dengan Liga Nusantara, tetapi sekarang sudah berubah menjadi Liga III.

Berikutnya adalah untuk persiapan mengikuti Piala Suratin, mengikuti pekan olahraga provinsi (Porprov) VIII di Parigi Moutong yang diagendakan berlangsung usai pesta demokrasi Pemilu serentak, pilptes, pemilihan DPD, DPR dan DPRD serta pekan olahraga nasional (PON) di Papua pada 2020.

Menurut dia, untuk mengembalikan Persipal seperti pada masa keemasan dahulu bukannya hal yang tidak bisa, tetapi agak susah. Apalagi dengan keterbatasan anggaran baik pemerintah dan juga belum adanya sponsor tetap atau bapak angkat yang khusus mendukung dalam hal pendanaan untuk pembinaan dan biaya operasional para pelatih serta pemain.

Tetapi juga tidak mustahil bisa kembali bersinar, jika pembinaan berjalan bagus dan ada pengusaha atau perusahaan di Sulteng yang bersedia menjadi bapak angkat Persipal.

"Saya tetap optimistis, Persipal bisa kembali meramainkan liga Indonesia, jika pembinaannya dilakukan secara profesional dengan mendapat dukungan dana memadai dari pemerintah daerah dan para pengusaha peduli olahraga di Provinsi Sulteng," ujar Jelly Rompas.

Ia juga menyayangkan adanya mafia bola di Tanah Air.

Selama ada mafia bola, akan sulit persepakbolaan nasional berbicara di ajang nasional, apalagi dunia.

Karena itu, mafia bola di Tanah Air harus diberantas tuntas, jika ingin sepak bola di Tanah Air mampu bersinar di berbagai ajang kompetisi, termasuk pada Piala AFF Kamboja 2019.