Padang (ANTARA News) - Hanya dengan menempuh perjalanan darat sekitar satu setengah jam dari pusat Ibu kota Kabupaten Solok, Sumatera Barat ke arah selatan, maka tibalah di Nagari Aia Dingin, Kecamatan Danau Kembar.

Udara dingin yang menusuk tulang di daerah dengan ketinggian sekitar 1.400-1.600 meter dari permukaan laut semakin membuat penasaran terhadap kopi Solok yang semakin tinggi peminatnya.

Kopi atau bahasa latinnya Capulus menjadi salah satu minuman yang digemari masyarakat, bahkan menjadi gaya hidup pada saat ini.

Selain menjadi pendamping sarapan, kopi juga memiliki banyak tradisi dan cerita yang berbeda. Di Italia, kopi espresso diminum dengan cara berdiri, di Turki kopi dikenal harus hitam dan dinikmati usai makan, sedangkan di Aceh ada kebiasaan minum kopi sekitar pukul 05.00 WIB pagi yang masih ada sampai sekarang.

Kopi yang dulunya ditemukan bangsa Etiopia di benua Afrika pada 3000 tahun yang lalu kini menjadi salah satu produk unggulan di Kabupaten Solok.

Di Kabupaten Solok pengelolaan kopi salah satunya dikelola oleh Koperasi Solok Radjo.

Sekretaris Koperasi Kopi Solok Radjo, Windy Aghapa menceritakan koperasi tersebut berdiri sejak 2014 karena melihat banyaknya petani kopi yang menjual hasil kebunnya dengan harga murah.

Melihat hal tersebut, ia dan beberapa pengurus lainnya membentuk koperasi tersebut sebagai wadah yang bisa memakmurkan dan meninggikan harga kopi di tingkat petani.

"Ini merupakan salah satu bentuk perhatian kami terhadap petani, karena hasil kerja kerasnya tidak sesuai dengan pendapatannya," lanjut alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata Riau tersebut.

Apalagi, lanjutnya, selama ini tidak ada yang mengolah kopi dengan proses sesuai standar.

Sebelum 2010, pemerintah menggalakkan daerah Aia Dingin sebagai produsen kopi yang kemudian diberikan bantuan bibit, tapi pada masa itu belum diimbangi harga yang layak di tingkat petani. Untuk upah pekerja saja tidak mencukupi.

Karena itu, ketika harga kopi murah, banyak petani yang mengelola kopi sendiri. Kopi tersebut direndang atau disebut kopi beras dan dijual ke tengkulak dengan harga Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per kilogram.

Kala itu, harga kopi gelondong atau buah kopi (cherry) di tingkat petani hanya Rp2.500 per kilogram. Kini, setelah adanya koperasi tersebut harganya mencapai Rp6.000 hingga Rp8.000 per kilogram.

Untuk mendapat sekilo kopi green bean atau biji hijau membutuhkan sekitar 7 kilogram buah kopi atau cherry. Jadi petani sekarang bisa menerima Rp42 ribu untuk 7 kilogram penjualan tersebut.

Baca juga: Pertumbuhan industri kopi diharapkan dorong lahirnya lebih banyak petani kopi milenial

Membentuk Koperasi

Pada 2011, Ketua koperasi Solok Radjo Alfridiansyah memulai proyek kopi dengan dosennya. Kemudian mengajak teman lainnya untuk bergabung membentuk koperasi.

Kemudian ketika 2014, pihaknya dan para petani duduk bersama untuk membicarakan arah dan kegiatan untuk memajukan kopi Solok Radjo dan membentuk wadah koperasi sebagai pemangkas mata rantai perdagangan yang buruk.

Secara legal, koperasi disahkan pada 2016 oleh Kementerian Hukum dan HAM. Kini, petani hanya tinggal menanam kopi, panen, menimbang di koperasi kemudian mendapatkan pembayaran. Kemudian, tim bagian pengolahan akan memproses kopi dengan prosedur dan cara yang diinginkan.

Koperasi Kopi Solok Radjo diharapkan menjadi tempat keluar masuknya jaringan distribusi kopi baik mentah maupun yang telah diolah untuk dipasarkan.

Hingga saat ini, kopi Solok Radjo telah menembus pasar luar negeri, seperti Amerika, Australia, Taiwan dan dalam negeri dikirim ke Kalimantan, Bali, Pulau Jawa dan lainnya.

"Alhamdulillah, sekarang kopi radjo yang kami kirim sekitar 18 ton per tahun ke Amerika dan sekitar empat ton ke Taiwan," ujarnya.

Koperasi kini bisa mengolah kopi minimal sekitar 4 ton per bulan hingga maksimal 10 sampai 15 ton per bulan dalam bentuk biji hijau. Setiap hari selalu ada buah kopi yang akan diolah untuk diproses.

Pengolahan kopi dibagi menjadi bagian hulu dan hilir. Hulu adalah bagian proses kopi dari buah cherry menjadi green bean. Sedangkan Hilir, merupakan tugas roaster mengolah green bean menjadi biji hitam, yang kemudian diolah ?barista menjadi kopi seduhan di kedai kopi atau coffee shop.

Untuk proses pengolahan buah kopi memiliki tiga cara yaitu, proses natural, honey, dan purewash.

Proses natural adalah proses terlama, karena buah kopi atau cherry langsung dijemur dengan kulit merahnya. Penjemuran bisa mencapai 20-30 hari. Proses penjemuran ditutupi plastik dom atau UV house. Jadi, kopi terlindung dari sinar matahari langsung.

Setelah biji dan buahnya benar-benar kering. Barulah cherry dikupas dan disangrai agar dapat dijadikan kopi. Kopi dari proses natural lebih manis karena biji menyerap manis dari kulit.

Sedangkan proses Honey, buah kopi dipisahkan dari kulit, baru kemudian dijemur. Proses ini mengandalkan lendir atau getah di kulit kopi sehingga ketika mengering akan membentuk karamel atau seperti disiram madu.

Cara ketiga yaitu purewash atau fermentasi. Cherry lebih dulu direndam untuk memisahkan kopi yang berisi dan kosong, kopi yang mengapung berarti kosong. Kemudian dipisahkan antara kulit dan biji. Setelah itu, dilakukan fermentasi 12-36 jam. Selesai difermentasi kopi dicuci kembali dengan air.

"Kalau kopi Solok Radjo biasanya menggunakan proses natural dan honey, walau sesekali kami menggunakan metode purewash," ujarnya.

Sementara, pengurus koperasi lainnya, Rizal (25) menyebutkan jumlah pengurus koperasi ini terdiri dari 10 orang. Dan sejauh ini, 800 petani kopi tergabung dalam koperasi kopi Solok Radjo.

"Petani-petani tersebut dari berbagai kecamatan seperti Lembah Gumanti, Lembang Jaya, dan Danau Kembar," ujar alumni dari Institut Pertanian Bogor tersebut sambil menyesap kopi.

Kopi Solok Radjo Arabika hanya bisa ditanam dengan ketinggian mulai dari 1.200-1.600 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dengan perkiraan panen biasanya pada Maret-April dan September-Oktober.

Hingga kini, pihaknya mempromosikan kopi dengan berbagai jaringan dari pertemanan kelompok pencinta kopi, dari pameran-pameran yang diikuti koperasi, dan dari rekomendasi para konsumen kopi Solok Radjo.

"Walaupun pameran yang kami ikuti masih di dalam negeri, tapi alhamdulillah sudah cukup luas pasar kopi Arabika Solok Radjo. Kalau pameran di luar negeri belum cukup dana," sebutnya.

Kini, koperasi tidak hanya tempat petani menjual kopi, tapi pihaknya juga menyosialisasikan cara pembibitan, menanam dan merawat kopi dengan baik. Bahkan proses pemetikan, pemupukan dan sebagainya.

Pihaknya saat ini hanya memproses kopi hingga menjadi green bean karena pasarnya lebih luas daripada pasar kopi kemasan bubuk. Harga green bean kopi Solok Radjo kini mencapai Rp90 ribu hingga Rp125 ribu.

"Kalau kopi bubuk beda segmen pasarnya dari green bean, jarang yang membeli kopi kemasan sebagai produk spesial," ujarnya.

Untuk kopi kemasan permintaan biasanya lebih kecil. Sedangkan green bean target pasarnya usaha roaster. walalupun begitu, Ia tak menampik koperasi akan mencoba mengembangkan kopi ke arah kopi bubuk jika suatu saat SDM mencukupi.

Baca juga: Saat Presiden Jokowi belajar menjadi barista

Semakin Diminati

Selain kopi robusta, kopi arabika termasuk komoditas unggulan Kabupaten Solok yang diperluas area tanamnya di daerah-daerah dataran tinggi.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok, Admaizon menyebutkan produksi kopi arabika pada 2018 mencapai 657,7 ton dengan luas area tanam 6.630 hektare dan produksi kopi robusta sebesar 1.388 ton dengan luas area tanam 16.396 hektare

"Kami mengembangkan Arabika karena memiliki pasar yang sangat luas untuk diekspor. selain itu nilai jualnya lebih tinggi dibandingkan Robusta," katanya.

Walaupun begitu, Arabika maupun Robusta menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Solok.

Untuk peningkatan jumlah produksi guna memenuhi kebutuhan pasar, pemerintah setempat bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam pengembangan kopi arabika. Pihaknya juga mengajukan pinjam pakai lahan ke kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan untuk penambahan jumlah area tanam kopi arabika.

"Kementerian menyetujui pinjam pakai kawasan hutan lindung seluas 7.000 hektare di Kecamatan Lembah Gumanti, Pantai Cermin, dan Hiliran Gumanti untuk kopi arabika dengan sistem agroforestry," sebutnya.

Tahun ini sudah mulai aktivitas pembibitan dan penanaman, namun belum secara keseluruhan.

Budidaya kopi arabika di kawasan hutan lindung tersebut didampingi dinas pertanian Sumatera Barat dan koperasi. Salah satunya Koperasi Solok Radjo (KSR).

Petani diberi pendampingan, mulai dari pembibitan, merawat tanaman kopi agar menghasilkan tanaman buah yang berkualitas hingga trik memanen buah kopi.

Kini, semakin luasnya pasar kopi menuntut pemerintah untuk memperluas lahan. Sebab, luas lahan sekarang belum mampu memenuhi permintaan pasar.

Kini, Solok menjadi kiblatnya kopi di Sumbar, karena memiliki cita rasa yang lebih enak dan khas.


Baca juga: Bisnis kedai kopi yang menjanjikan
Baca juga: Pertumbuhan industri kopi diharapkan dorong lahirnya lebih banyak petani kopi milenial