Jakarta (ANTARA News) - Tarif angkutan logistik tertentu di jalan tol, khususnya Tol Trans Jawa dinilai layak disubsidi sebagai solusi jangka pendek agar selain mereka memahami nilai rasional tarif, juga proses pembelajaran dan pengenalan manfaat strategis jalan tol sebagai tulang punggung (back bone) jalur distribusi.
"Solusi jangka pendek saja, misalnya setahun, angkutan logistik tarifnya layak disubsidi. Soal besarannya, silahkan regulator dan BUJT (badan usaha jalan tol) tentukan," kata Pengamat perkotaan Yayat Supriatna kepada pers di Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut disampaikan terkait dengan rencana Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono untuk mengkaji beberapa opsi untuk mengantisipasi penurunan tarif tol Trans Jawa yang dianggap mahal.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi sebelumnya juga menyoroti tarif tol Trans Jawa masih mahal, baik untuk kendaraan pribadi maupun angkutan barang atau truk.
"Akibat dari hal ini, volume trafik di jalan tol Trans Jawa, masih tampak sepi, lengang. Bak bukan jalan tol saja, terutama selepas ruas Pejagan," kata Tulus.
Yayat melanjutkan, tentu yang layak tarifnya disubsidi itu adalah angkutan logistik strategis yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak, seperti sembako dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Intinya, tarifnya progresif, jadi makin murah ketika truk itu makin jauh menggunakan jalan tol untuk angkutan logistiknya," katanya.
Jika ini diterapkan, kata Yayat, diharapkan mereka memahami secara rasional bahwa menggunakan jalan tol itu, lebih efisien, nyaman dan cepat (asumsi tol lancar). "Layanan yang lebih itu, wajar jika ada harga yang harus dibayar. Ya kenyamanan itu dimana-mana ada harganya," katanya.
Pusat pertumbuhan
Selain itu, kata Yayat, pemerintah daerah, kabupaten/kota yang dilintasi tol Trans Jawa hendaknya kreatif untuk menyambut anugerah tol tersebut dengan membenahi daerah masing-masing agar menjadi pusat pusat pertumbuhan ekonomi baru, mulai dari komoditas hingga tempat wisata baru.
"Harusnya, mereka juga berkeinginan menciptakan pusat dan daerah pertumbuhan ekonomi baru seperti Jabodetabek dan sekitarnya. Misalnya, di Solo, Semarang dan Yogyakarta. Jika kota-kota itu sudah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi maka tak bisa dihindari, Tol Trans Jawa saat itu sudah jadi tulang punggung jalur distribusi, seperti di Jabodetabek, yang sudah menganggap bahwa tol bukan lagi jalan alternatif," katanya.
Baca juga: YLKI soroti tarif tol Trans Jawa masih mahal
Terkait dengan penurunan tarif tol Trans Jawa, Menteri Basuki sebelumnya menyebutkan, skema penurunan tarif tol melalui subsidi dari pemerintah akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Melalui pemberian subsidi, tambah dia, maka pemerintah perlu merogoh kocek Rp380 miliar pada 2019 dan Rp220 miliar pada 2020.
"Pasti membebani APBN. Karena kalau mau diturunkan harus subsidi. Terlalu banyak subsidi juga akan menimbulkan distorsi," demikian Basuki.
Ruas tol Trans Jawa diperkirakan akan menjadi salah satu hal yang berpotensi dibahas di debat capres kedua yang beragam topik bahasannya juga mencakup infrastruktur. Debat kedua rencananya bakal diselenggarakan di Jakarta, pada 17 Februari 2019.
Baca juga: Menteri PUPR: penurunan tarif tol Trans Jawa pertimbangkan investasi
Baca juga: Kementerian Perhubungan usulkan potongan tarif tol Trans Jawa
Angkutan logistik di tol dinilai layak disubsidi
15 Februari 2019 18:33 WIB
Ruas Tol Pasuruan-Probolinggo sebagai bagian dari Tol Trans Jawa yang sudah selesai dan akan segera operasi (Dok Humas PUPR)
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: