Pemerintah tegaskan inefisiensi anggaran Rp392 triliun bukan kebocoran
14 Februari 2019 17:25 WIB
Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan (RB Kunwas) Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh saat menerima Piagam Penghargaan dari MenPANRB Syafrudin pada sebuah kesempatan (Dok Humas MenPANRB)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menegaskan keberhasilan dalam mengidentifikasi pos pengeluaran dalam anggaran APBN/APBD yang berpotensi kurang berdaya ungkit kemanfaatannya sesuai prioritasnya sebesar Rp392 triliun bukanlah sebuah kebocoran.
Namun identifikasi tersebut, kata Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan (RB Kunwas) Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, adalah upaya untuk memperbaiki potensi inefisiensi dari kegiatan-kegiatan yang sudah ada sejak zaman dahulu (bahkan sebelum pemerintahan sekarang) dan terus berulang untuk diperbaiki.
Pernyataan itu disampaikan untuk meluruskan pernyataan mengenai adanya kebocoran anggaran 25 persen di Pemerintahan Jokowi-JK, khususnya pencegahan inefisiensi dan inefektivitas anggaran senilai Rp392 triliun pada Kementerian PANRB.
Menurut Yusuf Ateh, pada tahun 2016, Kementerian PANRB mendorong perbaikan pengeluaran dalam anggaran APBN/APBD agar lebih mengutamakan prioritas, harus mengikuti alur dan tahapan pencapaian.
Yusuf Ateh menegaskan, jumlah tersebut bukanlah nilai proyek yang gelembungkan (mark-up), melainkan kegiatan yang terlaksana, ada wujudnya, namun hasilnya yang belum fokus pada prioritas, masih menyentuh sasaran pinggir, belum terhujam langsung ke inti yang diharapkan (outcome).
"Jika program bisa diubah menjadi langsung ke 'outcome', mengapa harus berliku, mengapa dia dicapai melalui tahapan lebih panjang bila sesungguhnya dapat dilakukan diperpendek. Inilah yang kita lakukan melalui upaya memfokuskan kembali program (refocusing) yang langsung menyentuh sasaran prioritas," katanya.
Menurut Yusuf Ateh, Presiden Joko Widodo, tidak henti-hentinya mengingatkan tentang pentingnya efektivitas dan efisiensi anggaran, mulai dari optimalisasi metode "money follow" program, menutup celah untuk terjadinya pemborosan anggaran, serta reorientasi paradigma Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini cenderung berfokus membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ).
Arahan Presiden tersebut, katanya, segera ditindaklanjuti oleh Kementerian PANRB dengan melakukan evaluasi sekaligus identifikasi terhadap program dan kegiatan yang kurang memiliki daya ungkit kemanfaatan yang jelas untuk masyarakat.
Dengan upaya ini, pemerintah sangat fokus untuk melakukan langkah-langkah penguatan dan perbaikan kinerja seluruh aparatur dan organisasi pemerintahan, yang praktiknya sudah turun-temurun sejak dahulu.
"Pemerintah melakukan Reformasi Birokrasi yang terukur untuk membenahi itu, memberikan solusi untuk itu, melalui langkah-langkah asistensi dan evaluasi terhadap kinerja Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Pembenahan dititikberatkan pada upaya 'refocusing' program dan kegiatan yang lebih prioritas sehingga dapat memberi dampak dan kemanfaatan langsung terhadap masyarakat," ujar Yusuf Ateh.
Kemudian pada 2017, menurut Yusuf Ateh, upaya yang berkelanjutan itu juga berhasil melakukan efisiensi terhadap anggaran senilai Rp41,15 triliun, lalu dilakukan "refocusing" untuk hal yang lebih prioritas.
Ini awalnya dan dengan dampak yang cukup signifikan ini, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah daerah juga menjadi semakin semangat untuk melakukan pembenahan anggaran.
Pada 2018, tercatat senilai Rp65,1 triliun rupiah kembali berhasil diefisiensikan.
"Kami semua bersemangat atas capaian yang positif ini dan yang lebih signifikan 'upgrade' kemampuan para aparatur negara sampai di daerah semakin mumpuni dan efektif dalam menjalankan roda pemerintahan, karena asistensi kami memberikan dampak seperti bola salju dan meluaskan proses pembelajaran pengetahuan," katanya.
Jika ini semakin meluas, tambahnya, pihaknya yakin pemerintahan akan semakin menunjukkan kinerja yang berkelas dunia, sebagaimana target capaian 'Grand Desain' Reformasi Birokrasi di penghujung 2024.
Baca juga: Jusuf Kalla sebut kebocoran anggaran hanya 2,5 Persen
Baca juga: Kemenkeu komitmen cegah kebocoran anggaran baik dari korupsi maupun inefisiensi
Namun identifikasi tersebut, kata Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan (RB Kunwas) Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, adalah upaya untuk memperbaiki potensi inefisiensi dari kegiatan-kegiatan yang sudah ada sejak zaman dahulu (bahkan sebelum pemerintahan sekarang) dan terus berulang untuk diperbaiki.
Pernyataan itu disampaikan untuk meluruskan pernyataan mengenai adanya kebocoran anggaran 25 persen di Pemerintahan Jokowi-JK, khususnya pencegahan inefisiensi dan inefektivitas anggaran senilai Rp392 triliun pada Kementerian PANRB.
Menurut Yusuf Ateh, pada tahun 2016, Kementerian PANRB mendorong perbaikan pengeluaran dalam anggaran APBN/APBD agar lebih mengutamakan prioritas, harus mengikuti alur dan tahapan pencapaian.
Yusuf Ateh menegaskan, jumlah tersebut bukanlah nilai proyek yang gelembungkan (mark-up), melainkan kegiatan yang terlaksana, ada wujudnya, namun hasilnya yang belum fokus pada prioritas, masih menyentuh sasaran pinggir, belum terhujam langsung ke inti yang diharapkan (outcome).
"Jika program bisa diubah menjadi langsung ke 'outcome', mengapa harus berliku, mengapa dia dicapai melalui tahapan lebih panjang bila sesungguhnya dapat dilakukan diperpendek. Inilah yang kita lakukan melalui upaya memfokuskan kembali program (refocusing) yang langsung menyentuh sasaran prioritas," katanya.
Menurut Yusuf Ateh, Presiden Joko Widodo, tidak henti-hentinya mengingatkan tentang pentingnya efektivitas dan efisiensi anggaran, mulai dari optimalisasi metode "money follow" program, menutup celah untuk terjadinya pemborosan anggaran, serta reorientasi paradigma Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini cenderung berfokus membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ).
Arahan Presiden tersebut, katanya, segera ditindaklanjuti oleh Kementerian PANRB dengan melakukan evaluasi sekaligus identifikasi terhadap program dan kegiatan yang kurang memiliki daya ungkit kemanfaatan yang jelas untuk masyarakat.
Dengan upaya ini, pemerintah sangat fokus untuk melakukan langkah-langkah penguatan dan perbaikan kinerja seluruh aparatur dan organisasi pemerintahan, yang praktiknya sudah turun-temurun sejak dahulu.
"Pemerintah melakukan Reformasi Birokrasi yang terukur untuk membenahi itu, memberikan solusi untuk itu, melalui langkah-langkah asistensi dan evaluasi terhadap kinerja Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Pembenahan dititikberatkan pada upaya 'refocusing' program dan kegiatan yang lebih prioritas sehingga dapat memberi dampak dan kemanfaatan langsung terhadap masyarakat," ujar Yusuf Ateh.
Kemudian pada 2017, menurut Yusuf Ateh, upaya yang berkelanjutan itu juga berhasil melakukan efisiensi terhadap anggaran senilai Rp41,15 triliun, lalu dilakukan "refocusing" untuk hal yang lebih prioritas.
Ini awalnya dan dengan dampak yang cukup signifikan ini, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah daerah juga menjadi semakin semangat untuk melakukan pembenahan anggaran.
Pada 2018, tercatat senilai Rp65,1 triliun rupiah kembali berhasil diefisiensikan.
"Kami semua bersemangat atas capaian yang positif ini dan yang lebih signifikan 'upgrade' kemampuan para aparatur negara sampai di daerah semakin mumpuni dan efektif dalam menjalankan roda pemerintahan, karena asistensi kami memberikan dampak seperti bola salju dan meluaskan proses pembelajaran pengetahuan," katanya.
Jika ini semakin meluas, tambahnya, pihaknya yakin pemerintahan akan semakin menunjukkan kinerja yang berkelas dunia, sebagaimana target capaian 'Grand Desain' Reformasi Birokrasi di penghujung 2024.
Baca juga: Jusuf Kalla sebut kebocoran anggaran hanya 2,5 Persen
Baca juga: Kemenkeu komitmen cegah kebocoran anggaran baik dari korupsi maupun inefisiensi
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: