AIMI-Thamrin School rekomendasikan penyelarasan rencana kebijakan iklim
13 Februari 2019 19:38 WIB
Peneliti yang juga Ketua Dewan Pengurus Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE) Asclepias Rachmi Indriyanto (dua dari kiri) berbicara dalam konferensi pers dengan tema "Apa yang harus dilakukan Indonesia? Rekomendasi terkait laporan khusus Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tentang Pemanasan Global" di Jakarta, Rabu (13/02/2019). (ANTARA News/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Jakarta (ANTARA News) - Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (AIMI) dan Thamrin School of Climate Change and Sustainability merekomendasikan penyelarasan rencana kebijakan publik mengenai pengendalian perubahan iklim secara lintas sektor dan lintas isu.
"Kebijakan-kebijakan publik terkait perubahan iklim harus disejajarkan dan diselaraskan satu dengan yang lain secara lintas sektor dan lintas isu, di dalam dan keluar kementerian dan lembaga serta di pusat dan daerah," kata Asclepias Rachmi Indriyanto, peneliti yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE), saat menyampaikan rekomendasi itu dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Dalam konferensi pers itu AIMI dan Thamrin School menyampaikan rekomendasi terkait laporan khusus Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tentang pemanasan global, yang bisa mencapai 1,5 derajat Celcius antara 2030 dan 2052 jika emisi gas rumah kaca terus berlanjut pada tingkat saat ini.
Rahmi menuturkan perubahan iklim dan dampaknya adalah mendesak, dan seyogyanya ditempatkan dalam kenyataan dan konteks Indonesia.
Perubahan iklim akan berdampak pada beragam konteks, antara lain kepulauan, keanekaragaman hayati dan ekosistem, ketahanan pangan, kesehatan, kebencanaan, infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi.
Rahmi menggarisbawahi pentingnya penjajaran dan penyelarasan perencanaan pembangunan Indonesia perihal perubahan iklim di pusat dan daerah.
Dia mengatakan penyelarasan itu memungkinkan pemetaan target tiap sektor dan kerja sama semua sektor untuk pencapaian target lebih besar, luas dan berjangka panjang berkenaan dengan pengekangan perubahan iklim dan dampaknya.
AIMI dan Thamrin School juga menekankan pentingnya integrasi dan koordinasi pembangunan yang sepadan dengan perubahan iklim.
Kementerian atau lembaga atau sektor mungkin memiliki mandat atau tugas pokok dan fungsi yang bersinggungan untuk isu perubahan iklim, karenanya perlu ada integrasi dan koordinasi antarkementerian dan atau lembaga.
Menurut Rahmi, tidak semua kegiatan harus menjadi atau berupa kegiatan baru karena dalam implementasinya suatu kegiatan dapat diintegrasikan dengan kegiatan yang sudah ada sebelumnya.
Dengan integrasi dan koordiansi kegiatan, maka upaya pengekangan dampak perubahan iklim dan dampaknya akan bisa berjalan efektif dan efisien, demikian pula pendanaannya.
"Kita perlu integrasi dan koordinasi yang lebih serius," kata Rahmi, menambahkan integrasi sektoral juga dapat berlangsung dalam hal pertukaran data dan informasi.
Selain itu AIMI dan Thamrin School menyarankan penguatan penegakan hukum, terutama untuk korporasi dengan performa buruk untuk lingkungan hidup.
"Harmonisasi antar-tingkat pemerintahan, nasional dan daerah perlu dibenahi," ujarnya.
Baca juga:
Calon presiden agar lebih ambisius dalam implementasi penanganan perubahan iklim
Transisi energi mampu redam perubahan iklim
"Kebijakan-kebijakan publik terkait perubahan iklim harus disejajarkan dan diselaraskan satu dengan yang lain secara lintas sektor dan lintas isu, di dalam dan keluar kementerian dan lembaga serta di pusat dan daerah," kata Asclepias Rachmi Indriyanto, peneliti yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE), saat menyampaikan rekomendasi itu dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Dalam konferensi pers itu AIMI dan Thamrin School menyampaikan rekomendasi terkait laporan khusus Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tentang pemanasan global, yang bisa mencapai 1,5 derajat Celcius antara 2030 dan 2052 jika emisi gas rumah kaca terus berlanjut pada tingkat saat ini.
Rahmi menuturkan perubahan iklim dan dampaknya adalah mendesak, dan seyogyanya ditempatkan dalam kenyataan dan konteks Indonesia.
Perubahan iklim akan berdampak pada beragam konteks, antara lain kepulauan, keanekaragaman hayati dan ekosistem, ketahanan pangan, kesehatan, kebencanaan, infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi.
Rahmi menggarisbawahi pentingnya penjajaran dan penyelarasan perencanaan pembangunan Indonesia perihal perubahan iklim di pusat dan daerah.
Dia mengatakan penyelarasan itu memungkinkan pemetaan target tiap sektor dan kerja sama semua sektor untuk pencapaian target lebih besar, luas dan berjangka panjang berkenaan dengan pengekangan perubahan iklim dan dampaknya.
AIMI dan Thamrin School juga menekankan pentingnya integrasi dan koordinasi pembangunan yang sepadan dengan perubahan iklim.
Kementerian atau lembaga atau sektor mungkin memiliki mandat atau tugas pokok dan fungsi yang bersinggungan untuk isu perubahan iklim, karenanya perlu ada integrasi dan koordinasi antarkementerian dan atau lembaga.
Menurut Rahmi, tidak semua kegiatan harus menjadi atau berupa kegiatan baru karena dalam implementasinya suatu kegiatan dapat diintegrasikan dengan kegiatan yang sudah ada sebelumnya.
Dengan integrasi dan koordiansi kegiatan, maka upaya pengekangan dampak perubahan iklim dan dampaknya akan bisa berjalan efektif dan efisien, demikian pula pendanaannya.
"Kita perlu integrasi dan koordinasi yang lebih serius," kata Rahmi, menambahkan integrasi sektoral juga dapat berlangsung dalam hal pertukaran data dan informasi.
Selain itu AIMI dan Thamrin School menyarankan penguatan penegakan hukum, terutama untuk korporasi dengan performa buruk untuk lingkungan hidup.
"Harmonisasi antar-tingkat pemerintahan, nasional dan daerah perlu dibenahi," ujarnya.
Baca juga:
Calon presiden agar lebih ambisius dalam implementasi penanganan perubahan iklim
Transisi energi mampu redam perubahan iklim
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: