Polisi Myanmar tembakkan peluru karet, gas air mata saat demonstrasi
13 Februari 2019 19:16 WIB
Polisi menahan aktivis saat protes atas patung Jenderal Aung San, pahlawan kemerdekaan Myanmar dan ayah dari pemimpin Aung San Suu Kyi di Loikaw, negara bagian Kayah, Myanmar, Kamis (7/2/2019). Foto diambil tanggal 7 Februari 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/cfo
Yangon, (ANTARA News) - Polisi Myanmar menembakkan peluru karet, gas air mata dan meriam air pada Selasa (12/2) untuk membubarkan para pengunjuk rasa terkait pembangunan patung pahlawan kemerdekaan Jenderal Aung San, kata Kepolisian dan pemimpin protes.
Pembangunan patung tersebut ditentang suku minoritas Karenni.
Pihak penyelenggara mengatakan demonstrasi itu diikuti sedikitnya 3.000 orang pada hari libur Hari Persatuan di Loikaw, Ibu Kota Negara Bagian Kayah, yang berpegunungan dan terletak di bagian timur Myanmar. Unjuk rasa tersebut tak mendapat izin dari pihak berwenang, emikian Reuters.
"Kami tak keberatan atas pembangunan patung jenderal itu sendiri - kami menuntut pelaksanaan janji-janjinya," kata Khun Khun Thomas, pemimpin Kekuatan Pemuda Karenni, dalam unjuk rasa itu, yang disiarkan langsung di Facebook menggunakan telepon cerdas. "Kami akan melanjutkan protes kami."
Aung San, ayah pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, merupakan arsitek pakta yang dibuat pada 12 Februari 1947 kelompok-kelompok suku. Hari itu diperingati sebagai hari libur tapi, kata kelompok-kelompok minoritas etnis, pakta tersebut tidak pernah direalisasikan setelah pembunuhannya tahun itu.
Myanmar dipimpin pemerintahan militer selama beberapa dekade. Setelah naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2016, Suu Kyi menetapkan prioritasnya guna menjamin perdamaian dengan kelompok-kelompok suku yang bersenjata, tetapi kemajuannya lamban dan menimbulkan ketakpuasan terhadap partainya di kawasan-kawasan minoritas. Partainya menghadapi tantangan untuk pemilihan tahun depan.
Para peserta pada protes Selasa, unjuk rasa terbesar dalam serangkaian demonstrasi yang mulai terjadi pada pertengahan 2018 setelah para pejabat negara bagian mengumumkan rencana-rencana untuk mendirikan patung tersebut, menuntut pejabat tinggi dan menteri keuangan wilayahi itu mundur karena tidak berunding dengan mereka.
Lebih 10 orang menderita luka-luka ringan dalam usaha polisi membubarkan protes, kata Khun Thomas kepada Reuters melalui telepon.
Penyunting: M. Anthoni
Pembangunan patung tersebut ditentang suku minoritas Karenni.
Pihak penyelenggara mengatakan demonstrasi itu diikuti sedikitnya 3.000 orang pada hari libur Hari Persatuan di Loikaw, Ibu Kota Negara Bagian Kayah, yang berpegunungan dan terletak di bagian timur Myanmar. Unjuk rasa tersebut tak mendapat izin dari pihak berwenang, emikian Reuters.
"Kami tak keberatan atas pembangunan patung jenderal itu sendiri - kami menuntut pelaksanaan janji-janjinya," kata Khun Khun Thomas, pemimpin Kekuatan Pemuda Karenni, dalam unjuk rasa itu, yang disiarkan langsung di Facebook menggunakan telepon cerdas. "Kami akan melanjutkan protes kami."
Aung San, ayah pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, merupakan arsitek pakta yang dibuat pada 12 Februari 1947 kelompok-kelompok suku. Hari itu diperingati sebagai hari libur tapi, kata kelompok-kelompok minoritas etnis, pakta tersebut tidak pernah direalisasikan setelah pembunuhannya tahun itu.
Myanmar dipimpin pemerintahan militer selama beberapa dekade. Setelah naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2016, Suu Kyi menetapkan prioritasnya guna menjamin perdamaian dengan kelompok-kelompok suku yang bersenjata, tetapi kemajuannya lamban dan menimbulkan ketakpuasan terhadap partainya di kawasan-kawasan minoritas. Partainya menghadapi tantangan untuk pemilihan tahun depan.
Para peserta pada protes Selasa, unjuk rasa terbesar dalam serangkaian demonstrasi yang mulai terjadi pada pertengahan 2018 setelah para pejabat negara bagian mengumumkan rencana-rencana untuk mendirikan patung tersebut, menuntut pejabat tinggi dan menteri keuangan wilayahi itu mundur karena tidak berunding dengan mereka.
Lebih 10 orang menderita luka-luka ringan dalam usaha polisi membubarkan protes, kata Khun Thomas kepada Reuters melalui telepon.
Penyunting: M. Anthoni
Pewarta: Antara
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019
Tags: