Indonesia bertekad jadikan industri tekstil lima besar dunia
12 Februari 2019 15:21 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kedua kanan) bersama Direktur PT Sukorejo Indah Textile (Sukorintex) Taher Ba’agil (kanan) memperhatikan mesin produksi sarung Wadimor di pabrik Sukorintex, Batang, Jawa Tengah. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta (ANTARA News) - Industri tekstil dan produk tekstil nasional dibidik masuk dalam jajaran lima besar dunia pada 2030, di mana industri ini tengah diprioritaskan pengembangannya sebagai pionir dalam peta jalan penerapan revolusi industri keempat.
"Sektor ini yang kinerjanya naik terus, terutama melalui capaian ekspornya. Khusus industri sarung, pemerintah telah memberikan dukungan penuh terhadap produsen dalam negeri," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.
Dalam hal ini, Kemenperin akan mengembangkan potensi sarung sebagai gaya hidup baru bagi masyarakat Indonesia.
"Pada Maret 2019 akan diselenggarakan festival sarung. Apalagi, kita punya keunggulan motif yang beragam dari berbagai daerah di Indonesia," ujarnya.
Menperin meyakini industri TPT dalam negeri mampu kompetitif di kancah global karena telah memiliki daya saing tinggi.
Hal ini didorong lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.
"Oleh karena itu, pemerintah terus memacu kinerja industri TPT. Apalagi sektor ini tergolong padat karya dan berorientasi ekspor sehingga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian kita," ujarnya.
Beberapa langkah strategis telah disiapkan agar industri TPT nasional bisa memasuki era digital. Misalnya, selama 3-5 tahun ke depan, Kemenperin fokus mendongkrak kemampuan di sektor hulu untuk meningkatkan produksi serat sintetis.
Upaya yang dilakukan, antara lain menjalin kerja sama atau menarik investasi perusahaan penghasil serat berkualitas. "Ini juga bertujuan guna menguragi impor," ujar menperin.
Kemudian, mendorong pemanfaatan teknologi digital seperti 3D printing, automation, dan internet of things. Transformasi ini diyakini dapat mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas.
"Jadi, kami akan membangun klaster industri tekstil terintegrasi dengan terkoneksi teknologi industri 4.0," imbuhnya.
Lebih lanjut, Menperin mengemukakan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian dasar (basic clothing) menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional pun perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi agar dapat memenuhi permintaan pakaian fungsional di pasar domestik maupun ekspor.
Saat ini, pemerintah juga berupaya membuat perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) untuk memperluas pasar ekspor TPT lokal.
Sebab, produk TPT negara tetangga seperti Vietnam bisa masuk ke pasar AS dan UE dengan tarif bea masuk nol persen, sedangkan bea masuk ekspor produk tekstil Indonesia masih dikenakan 5-20 persen. "Untuk itu, perlu adanya bilateral agreement," kata Menperin.
Baca juga: Bersiap beri kemudahan, pemerintah identifikasi industri tekstil
"Sektor ini yang kinerjanya naik terus, terutama melalui capaian ekspornya. Khusus industri sarung, pemerintah telah memberikan dukungan penuh terhadap produsen dalam negeri," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.
Dalam hal ini, Kemenperin akan mengembangkan potensi sarung sebagai gaya hidup baru bagi masyarakat Indonesia.
"Pada Maret 2019 akan diselenggarakan festival sarung. Apalagi, kita punya keunggulan motif yang beragam dari berbagai daerah di Indonesia," ujarnya.
Menperin meyakini industri TPT dalam negeri mampu kompetitif di kancah global karena telah memiliki daya saing tinggi.
Hal ini didorong lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.
"Oleh karena itu, pemerintah terus memacu kinerja industri TPT. Apalagi sektor ini tergolong padat karya dan berorientasi ekspor sehingga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian kita," ujarnya.
Beberapa langkah strategis telah disiapkan agar industri TPT nasional bisa memasuki era digital. Misalnya, selama 3-5 tahun ke depan, Kemenperin fokus mendongkrak kemampuan di sektor hulu untuk meningkatkan produksi serat sintetis.
Upaya yang dilakukan, antara lain menjalin kerja sama atau menarik investasi perusahaan penghasil serat berkualitas. "Ini juga bertujuan guna menguragi impor," ujar menperin.
Kemudian, mendorong pemanfaatan teknologi digital seperti 3D printing, automation, dan internet of things. Transformasi ini diyakini dapat mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas.
"Jadi, kami akan membangun klaster industri tekstil terintegrasi dengan terkoneksi teknologi industri 4.0," imbuhnya.
Lebih lanjut, Menperin mengemukakan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian dasar (basic clothing) menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional pun perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi agar dapat memenuhi permintaan pakaian fungsional di pasar domestik maupun ekspor.
Saat ini, pemerintah juga berupaya membuat perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) untuk memperluas pasar ekspor TPT lokal.
Sebab, produk TPT negara tetangga seperti Vietnam bisa masuk ke pasar AS dan UE dengan tarif bea masuk nol persen, sedangkan bea masuk ekspor produk tekstil Indonesia masih dikenakan 5-20 persen. "Untuk itu, perlu adanya bilateral agreement," kata Menperin.
Baca juga: Bersiap beri kemudahan, pemerintah identifikasi industri tekstil
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: