Walhi dorong pemerintah buka data HGU ke publik
12 Februari 2019 14:45 WIB
Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Walhi Yuyun Harmono berbicara dalam konferensi pers di Kantor Eksekutif Nasional Walhi, Jakarta, Selasa (11/02/2019). (ANTARA News/ Martha Herlinawati Simanjuntak)
Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendorong pemerintah untuk membuka data hak guna usaha ( HGU) penggunaan lahan kepada publik.
"Konflik agraria salah satunya dimulai dengan tidak ada kejelasan kepemilikan tanah. Oleh karena itu, keterbukaan data HGU itu menjadi penting. Sampai sekarang data HGU belum pernah dibuka ke publik, meskipun sudah ada tuntutan dari berbagai pihak," kata Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Walhi Yuyun Harmono dalam konferensi pers di Kantor Eksekutif Nasional Walhi, Jakarta, Selasa.
Keterbukaan data HGU itu menjadi penting karena masyarakat dapat secara bersama-sama mengawasi pemanfaatan lahan dan untuk menyelesaikan konflik agraria yang melibatkan korporasi dan masyarakat.
Dari data HGU itu, dapat dipastikan kesesuaian hak pengelolaan lahan yang dijalankan oleh korporasi sehingga bagi korporasi yang tidak bisa membuktikan HGU-nya, maka tidak seharusnya mengkriminalisasi hak petani yang telah mengelola tanah sejak lama untuk sumber penghidupan mereka.
Dia juga mengatakan ke depan keterbukaan data HGU dan penyelesaian konflik agraria harus menjadi perhatian bagi calon presiden dan wakil presiden.
Manajer Kampanye Walhi Sulawesi Tengah Stevandi mengatakan implementasi konkret adalah bukti dari setiap program yang telah disusun.
Untuk itu, dia mengharapkan calon presiden dan wakil presiden tidak sebatas membuat program umum yang baik tapi lebih menekankan pada upaya perwujudannya.
Dia juga menuturkan butuh keseriusan calon presiden dan wakil presiden untuk mewujudkan reformasi agraria yang berpihak kepada petani dan menyelesaikan konflik agraria di Indonesia.
"Kedaulatan agraria itu secara mendasar meletakkan hak atas tanah pada petani," ujarnya.
Baca juga: Walhi minta capres-cawapres serius atasi ketimpangan penguasaan lahan dan konflik agraria
Baca juga: Walhi temukan limbah B3 dibuang ke Citarum
Baca juga: Walhi nilai capres-cawapres kurang perhatian pada kelestarian lingkungan
"Konflik agraria salah satunya dimulai dengan tidak ada kejelasan kepemilikan tanah. Oleh karena itu, keterbukaan data HGU itu menjadi penting. Sampai sekarang data HGU belum pernah dibuka ke publik, meskipun sudah ada tuntutan dari berbagai pihak," kata Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Walhi Yuyun Harmono dalam konferensi pers di Kantor Eksekutif Nasional Walhi, Jakarta, Selasa.
Keterbukaan data HGU itu menjadi penting karena masyarakat dapat secara bersama-sama mengawasi pemanfaatan lahan dan untuk menyelesaikan konflik agraria yang melibatkan korporasi dan masyarakat.
Dari data HGU itu, dapat dipastikan kesesuaian hak pengelolaan lahan yang dijalankan oleh korporasi sehingga bagi korporasi yang tidak bisa membuktikan HGU-nya, maka tidak seharusnya mengkriminalisasi hak petani yang telah mengelola tanah sejak lama untuk sumber penghidupan mereka.
Dia juga mengatakan ke depan keterbukaan data HGU dan penyelesaian konflik agraria harus menjadi perhatian bagi calon presiden dan wakil presiden.
Manajer Kampanye Walhi Sulawesi Tengah Stevandi mengatakan implementasi konkret adalah bukti dari setiap program yang telah disusun.
Untuk itu, dia mengharapkan calon presiden dan wakil presiden tidak sebatas membuat program umum yang baik tapi lebih menekankan pada upaya perwujudannya.
Dia juga menuturkan butuh keseriusan calon presiden dan wakil presiden untuk mewujudkan reformasi agraria yang berpihak kepada petani dan menyelesaikan konflik agraria di Indonesia.
"Kedaulatan agraria itu secara mendasar meletakkan hak atas tanah pada petani," ujarnya.
Baca juga: Walhi minta capres-cawapres serius atasi ketimpangan penguasaan lahan dan konflik agraria
Baca juga: Walhi temukan limbah B3 dibuang ke Citarum
Baca juga: Walhi nilai capres-cawapres kurang perhatian pada kelestarian lingkungan
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2019
Tags: